GUE DIJODOHIN?
Gue bukannya nggak mau dengerin omongan orangtua. Tapi kalo omongan yang kudu gue dengar dan laksanakan itu sangat bertentangan dengan hari nurani gue, sebagai orang yang jujur dan baik hati (dan tentu saja ganteng…nmuahahahaha…) gue harus jujur dong ma bokap nyokap. Gue nggak mau dong jadi anak yang pura-pura mendengarkan dan melaksanakan padahal hati gue menolak mentah-mentah. Iya kan? Bener kan? Nggak salah kan gue? Eh..ngerti nggak sih maksud gue?
Kalo bokap nyokap nyuruh gue tiap malam harus gosok gigi sebelum tidur itu pasti gue laksanain, kalo bokap nyokap nyuruh gue jadi anak yang baik hati, ramah tamah, suka menolong, rajin menabung dan tidak sombong, pasti gue selalu berusaha untuk melaksanakannya dengan baik. Kalo bokap nyokap nyuruh gue selalu makan empat sehat lima sempurna. Dengan senang hati juga gue laksanain. Dan lain-lain dan banyak banget yang selama ini diamanatkan ke gue..gue selalu berusaha sekuat tenaga untuk selalu melaksanakannya.
Tapi kalo gue dijodohin sama seorang cewek alias gadis – yang entah siapa yang katanya adalah anaknya best friend nyokap sejak dulu kala itu, nggak salah kan kalo gue langsung menolak? Ya coba lo bayangin deh, masa hari gini, gue yang adalah seorang anak laki-laki, akan dijodohkan dengan seorang cewek yang jangankan gue kenal- lihat mukanya aja belum pernah sama sekali.
"Dod, kamu jangan langsung nolak gitu kan sayang? Kamu kan belom kenal sama Alfeyra. Anaknya cuantik lho. Mama jamin kamu nggak bakal nyesel dijodohin sama dia. Mama juga nggak mungkinlah asal memilih cewek untuk kamu. Mama kan tau selera kamu.!" Mama pantang menyerah walaupun gue dari awal udah menolak dengan sepenuh hati dan jiwa raga.
Selera? Emang indomie? "Mam, anakmu yang ganteng ini masih kelas dua SMA mam…masa udah disuruh tunangan dengan seorang gadis yang belum daku kenal. Nggak adik kan?" gue protes dong. Masa diam aja kaya kambing ompong.
"Itu bukan masalah, anakku! Kan hanya bertunangan saja. Menikahnya mah nanti aja kalau kalian sudah lulus kuliah dan sudah dapat pekerjaan yang mapan," jawab mama dengan nada seperti di telenovela-telenovela kesukaannya.
"Nggak mau ah! Pokoknya Dodi nggak mau. Titik!" deklarasi penolakan mentah-mentah pun dilaksanakan.
"Dod…ini juga demi amanat eyang kakung mu, Dod!" mama pasang muka sendu nan syahdu. Tapi ketauan boongnya.
"Iya nak..selain karena keinginan papa dan Om Ethan untuk menikahkan anak-anak, dulu yang kung juga berpesan sama." Wew…kolaborasi suami istri yang sangat kompak dalam rangka menjodohkan anaknya yang paling ganteng sedunia terjadilah.
"Tapi kenapa harus Dodi, ma?" sekarang gue pasangan aksen ala sinetron.
"Kalau bukan kamu siapa lagi sayang?" aduh mam..kenapa sih nggak ngerti juga?
"Kan ada Doni!" iya kan ada Doni, abang gue yang paling narsis sedunia itu. Dia kan udah kuliah semester enam tuh, bentaran lagi nyusun skripsi. Habis itu cari kerja dah. Trus kan bisa langsung kawin sama si…siapa tadi namanya..lupa gue si Alfa gudang rabat ya? Hihihiih…..Iya ni..harusnya si Alfa gudang rabat itu dijodohin sama Doni aja, jangan ama gue. Gue kan masih di bawah umur. Huu…pasangan suami istri sekaligus bokap nyokap gue ini bisa gue laporin ke komnas perlindungan anak ni.
"Doni nggak cocok sama Alfeyra sayang. Cocoknya sama kamu. Kalian kan seusia." Nyokap menolak usul gue.
"Mam, justru itu lebih baik mam. Menurut majalah-majalah yang pernah Dodi baca ni, katanya beda usia tiga sampai lima tahun antara suami dan istri malah lebih bagus untuk kelangsungan perkawinan. Kalau seusia itu malah rawan." ujar gue sok tau.
"Kata siapa? Mama yang dapat brondong beda tiga tahun sama papa mu bisa hidup bahagia nih.!" Ujar mama bangga sedikit sombong…hagegegege…
"Dodi baca dimajalah. Menurut survey sih seperti itu!"
"Aduh anakku…kamu baca majalah apa? Kamu baca majalah pornografi ya? Hayo ngaku!" tiba-tiba muka nyokap gue berubah cemas dan menderita. Hadu…mati gue..kok malah tiba-tiba bahas majalah sih? Nyesel gue ngomong barusan, padahal gue ngomongnya asal banget alias ngarang tuh. Nyokap gue langsung mikir yang nggak-nggak nih.
"Mama apa-apaaan sih? Siapa juga yang baca majalah pornografi?" gue nggak terima dong difitnah begini.
"Lho itu tadi ngomong? Ngapain kamu baca majalah yang isinya tentang perkawinan dan malam pertama?"
"Nggak, Dodi baca majalah mama kok…majalah langganan mama…disitu kan ada tentang perkawinan gitu!" ujar gue asal untuk membela diri.
"Oh..syukurlah!" muka nyokap gue kembali tenang dan damai. Dan…kembali ke topik semula.
"Tadi pembicaraan kita sampai mana sayang?"
"Dodi nggak mau jadi dijodohin, Yang dijodohin ma anaknya temen mama bang Doni aja! Karena ternyata perbedaan usia pasangan dari tiga hingga lima tahun malah lebih baik untuk kelangsungan perkawinan." ujar gue mantap, tegas dan lantang.
"Kata siapa? Nggak! Pokoknya cocoknya sama kamu!"
"Nggak mau! Dodi nggak mau!" gue mulai sebel neh
"Nggak ada salahnya kamu lihat orangnya dulu. Jangan langsung kalah sebelum perang gitu dong. Anaknya cantik banget lho, Dod!" papa malah promosi ni sekarang.
"Sama Doni aja!" gue pantang menyerah.
"Nggak!"
"Sama Doni!"
"Sama kamu!"
"Sama Doni!"
"Doni kan udah punya pacar!" ujar mama kasi alasan.
"Brarti kalo Dodi udah punya pacar, Dodi juga boleh nolak dong dijodohin sama si alfa gudang rabat?"
"Bukan..bukan itu alasannya. Doni juga mau papa jodohin sama anak nya best fren papa." Ujar papa meralat alasan mama.
Haa? Please deh…
"Udah ah! Dodi pusing!" gue kabur.
Nyokap gue manggil-manggil gue cuekin ajah. Sekali-sekali nggak pa-pa melakukan pemberontakan terhadap kehendak orang tua?
Dan disinilah sekarang gue berada. Tiduran menatap langit malam di genteng dekat balkon kamar gue sambil nunggu Doni pulang pacaran. Gue harus curhat dan bicara sama dia.
Dua pasangan paling mesra se RT -yang adalah bokap nyokap gue itu selepas meeting kecil-kecilan tadi seperti biasa sudah sedang bercengkerama di depan televisi.
Gue liat jam tangan gue, udah jam sebelas kurang sepuluh menit. Jam malam Doni sudah hampir tiba, sebentar lagi dia pasti pulang.
Selain narsis, Doni juga ternyata anak yang paling patuh dan taat terhadap orangtua. Sebagai seorang anak laki-laki yang sudah menginjak bangku kuliah dan sudah berusia hampir duapuluh satu tahun, Doni sudah mendapat jam malam lebih malam sejam dari gue. Kalo Doni boleh pulang paling lambat jam sebelas malam, gue yang masih tujuh belas tahun ini hanya dapat jatah sampe jam sepuluh malam. Itupun harus dengan alasan yang tepat dan masuk akal dan tentu saja berguna bagi masa depan gue. Contohnya : mengerjakan tugas kelompok di rumah teman, belajar kelompok di rumah teman, bikin karya tulis kelompok di rumah teman…hihihihihi…kok semuanya sama sih ada kelompok-kelompoknya?
Jam sebelas kurang tiga menit, Doni sudah selesai memasukkan mobil bokap yang tadi dipakainya ke dalam garasi. Setelah itu dia pasti dicegat sebentar di ruang teve. Laporan dikitlah…dan sebentar lagi dia pasti masuk ke kamarnya yang udah gue datengin sejak sepuluh menit yang lalu. Tapi lampunya gue matiin, biar ntar Doni kaget trus tereak-tereak maki-maki gue trus nimpuk gue pake bantal. Entah kenapa…kekagetan dan makian Doni bisa membuat gue sedikit bahagia. Mungkin ini adalah gejala-gejala dini psikopat. Huakakkakaka…
Detik-detik terus berlalu, detak jam dinding seakan berkejaran dengan desahan semilir angin yang menyapa wajahku. Dari kejauhan terdengar sayup-sayup lolongan serigala malam yang kelaparan (kalo yang ini gue boong..). Gue masih tetap menanti dalam kegelapan ini. Dalam gelap yang membuat gue hanya bisa menatap hitam pekat..dalam…apa-apaan sih gue? Kaya cerita horor romantis aje? .
Pintu terbuka..Pasti Doni!!
"Kok lampu kamar gue mati sih?" terdengar suaranya yang nggak merdu sama sekali.
"Perasaan tadi nggak gue matiin de…" diam….
Tapi kok lampunya belum dinyalain juga…
Tiba-tiba…
"Dodoooooooooddd!! Tampakkan wujudmu!" tereak Doni lantang dan tegas.
Kampret! Kok dia tau sih gue lagi tiduran di tempat tidur dia yang berseprai Spiderman ini (hihiih…penting nggak sih gue kasi seprainya gambar spiderman).
Gue diem. Trus pelan-pelan langsung turun dari tempat tidur dan langsung tiduran di lantai yang beralas karpet.
"Pasti si Dodod yang iseng nih matiin lampu kamar gue. Trus mau ngagetin gue. Dasar nggak kreatif! Ngagetin orang kok pake cara yang sama. Ya nggak kaget lagi lah"…dan..Tring….! Kegelapan pun musnah berganti terang yang menyinari setiap sudut kamar. Gue nutup mulut pake tangan untuk nahan ketawa.
Pintu ditutup, gue ngintip dari balik tempat tidur sebelah sini. Doni buka jaketnya. Ngeluarin hape dari saku jaketnya, trus duduk di pinggir tempat tidur sebelah situ.
Pelan-pelan gue naik ke tempat tidurnya. Trus…
Gue pegang wajahnya Doni dari arah belakang dan, "Gimana malam minggunya, bhang?" ujar gue dengan gaya sok horror dengan wajah tanpa ekspresi dan tatapan kosong.
"Hah?" Doni kaget setengah mampus. Sebelum akhirnya tereak…"Dooodooooooooooddd!"
"Berhasil! Berhasil!!" gue tereak-tereak kesenangan. Sungguh, gue sangat bahagia sekali. Tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata apapun.
Adegan selanjutnya adalah aksi balas dendam. Gue pasrah pada pembalasan Doni. Dia tuh ga kreatif, balas dendamnya paling nimpuk gue pake bantal. Atau niban gue sampe gue ga bisa napas dan hampir mati.
Dan benar…terjadilah seperti itu. Lembu kurus kurang gizi itu kini melakukan aksinya.
"Ampun bang..ampun bang…gue hampir mati nih bang…!" ujar gue. Doni lagi niban gue nih.
"Janji nggak ngagetin gue lagi?"
"Jaaaan…ji…"
Doni pun menyelesaikan aksi tibannya. Dan lalu…
"Sekarang lo bikinin gue kopi! Yang enak ya…!" dengan nada sok raja gitu Doni memerintah gue.
Gue nggak ngomong apa-apa trus langsung berdiri dan berjalan keluar kamar.
"Jangan lama-lama dan awas lo kalo nggak balik-balik!" ancam Doni. Soalnya berdasarkan pengalaman. Kalo gue dapet aksi balas dendam disuruh bikinin kopi atau ngambil apa, gue pasti nggak balik lagi. Gue langsung masuk kamar gue, menguncinya dan walaupun Doni tereak-tereak ampe mo mati gue nggak perduli. Hagegege…..benar-benar adik yang nakal yak?
Tapi berhubung kali ini gue emang ada kepentingan ma Doni, ya pastilah gue akan segera kembali dengan segelas kopi untuk kakanda Doni tercinta. Dan… "Baik Tuan!" ujar gue sebelum keluar dari kamar.
Perang sudah usai.
Hukuman untuk membuatkan Doni kopi juga udah gue laksanakan dengan khidmat dan bijaksana.
"Ude, paan lagi?" Doni ngeliatin gue heran karena ga pergi-pergi dari kamarnya.
Gue nggak jawab.
"Lo mau tidur sini?"
"Gue mau curhat!" ujar gue setengah tereak.
"Curhat apa? Lo gebetin siapa lagi? Nggak berani nembak trus di tembak orang duluan?" Doni sok tau deh..
"Sok tau lo! Sini!" gue narik dia keluar dari kamar dan membawanya menuju balkon kamar gue. Trus lompat pagar Balkon dan….
Disini sekarang kita berada..ditempat favorit..di atas genteng..tempat sering terjadinya curhat curhit antara abang dan adiknya.
"Lo DIJODOHIN?" muka Doni jelek banget pas ngomong lo dijodohin? Bibirnya ngangkat keatas, matanya menyipit, keningnya berkerut.
"Iye bang. Gue juga heran dan kaget sekali!"
"Masa sih mama papa tega-teganya jodohin lo?"
"Iya bang. Karena itulah gue jadi semakin yakin. Jangan-jangan gue ini benar-benar anak pungut. Kenapa perlakuan bokap nyokap sama gue tu beda banget," ujar gue asal.
"Iya, gue juga semakin yakin dan mengerti kenapa lo nggak seganteng gue yang ganteng banget ini. Jadi benarlah dan nyatalah sudah kalo lo emang benar-benar anak pungut. Berarti gue nggak salah selama ini sering nyuruh-nyuruh lo. Sekarang…cepet pijiitin gue! Atau gue usir lo sekarang juga?"
"Sini gue pijitin!" gue bukannya mijit Doni tapi nyekek lehernya.
"Woiii..percobaan pembunuhan nih!" Doni megangin tangan gue yang nyekek lehernya.
"Wakakakakaakaka..!" gue ketawa-ketawa kaya monster.
"Sakit, sarap!!" ujar Doni setelah gue ngelepas cekikan gue yang sebenarnya sih nggak akan menyakitkan buat Doni. Dasar dianya aja yang suka mendramatisir keadaan.
"Gitu aja kok sakit?"
"Lo tu udah gila ya kayanya. Kenapa sih senang banget menganiaya gue? Katakan salahku padamu adik pungutku?"
"Hadu gue bete neh…!" ingat rencana perjodohan gue langsung bikin gue bete dan tidak memperdulikan pertanyaan Doni.
"Lo tuh cemen banget sih? Gitu aja kok bete?" ujar Doni.
"Gimana ngga bete? Coba deh kalo lo yang dijodohin kaya gue!" gue nggak terima dilecehin gini sama Doni. Rencana perjodohan itu adalah merupakan ancaman serius buat gue.
"Ya kalo emang nggak mau dijodohin lo tinggal tinggal ngomong aja kalo lo nggak mau!"
"Gue udah ngomong! Tapi nggak ngaruh!"
"Eh, nyet. Kaya gitu tuh nggak perlu dipusingin. Nyantai aja…!"
"Nyantai gimana?"
"Kalo lo pusing dan bete, kan lo sendiri yang rugi. Kalo menurut gue ya…lo coba aja dulu turutin omongan papa dan mama."
"Maksud lo?"
"Lo tau nggak, kadang-kadang tuh kita ngeliat dan merasa sesuatu itu berat banget dan bakal jadi masalah besar bagi kita. Padahal pas kita udah nyoba jalanin ternyata nggak seberat yang kita kira dan walaupun nggak enak, tetap aja kita bisa enjoy dan mengambil nilai-nilai baiknya..!" waaa…bijaksana juga nih abang gue.
"Hubungannya apa sama jodoh-jodohan?" gue kok jadi bego begini ya?
"Lo kelas berapa sih sekarang? Masa gitu aja nggak ngerti? Udah dikasi rumusnya masa lo nggak bisa masukin ke masalah jodoh-jodohan lo. Maksud gue, lo turutin aja dulu omongan bokap nyokap. Toh lo juga nggak langsung disuruh merit kan? Dan satu hal lagi..belum tentu juga ceweknya mau dijodohin sama lo. Huakakakkakak…..!" abis itu Doni ketawa kencang banget sampe menggelegar dan menggetarkan tembok rumah.
"Ya pasti maulah sama gue yang ganteng dan baik hati ini, ce….."
Omongan gue harus kepotong karena…
"DONI!!! DODI!!!! MASWUUUKKK!!!!! INI UDAH JAM BERAFAAAAAAA?" tiba-tiba saja terdengar teriakan dari bawah sana. Dan tampaklah nyokap gue yang udah pake daster tidur berdiri berkacak pinggang dengan mata melotot ke arah gue dan Doni.
Gue sama Doni saling pandang sebentar.
"MASUUUUKK!!" mata nyokap gue semakin melotot.
"Iya ma!" tereak Doni sambil narik tangan gue untuk berdiri.
"Mama rese neh!" ujar gue sambil ngikutin Doni kembali masuk ke dalam rumah.
"Ude jam berape ne? Mampus gue kan janji nelpon Yessa," Doni langsung lari keluar dari kamar gue.
"Nat, curhat gue kan belom selese!" tereak gue berharap dia kembali ke kamar gue.
"Masa depan gue lebih penting adikku!" teriak Doni
"Nat…masa lo lebih mentingin Yessa sih daripada gue adik lo ini? Tega lo ama gueeee!" gue teriak juga.
"Apaan sih lo? Kenapa lagi sih?" Doni yang emang nggak tegaan ama adiknya yang ganteng ini balik lagi.
"Kan curhat gue belum selese."
"Kan tadi udah selese ngebahasnya. Elo jalani aja dulu, jangan dipikir ribet. Ambil enaknya aja!"
"Ambil enaknya dimana? Emang ada enaknya?"
"Ya nggak usah dipikirin dulu. Belum juga ketemu sama anaknya. Belum tentu juga kan dia mau dijodohin sama lo."
"Kalo ternyata dia ngebet banget ama gue gimana?"
"Ya kawin aja langsung!" trus Doni ketawa ngakak.
"Tega lo!" muka gue tambah jelek.
"Ya habis gimana lagi dong? Udah ah lo belum apa-apa udah dipikirin banget gitu. Lo banyak banyak berdoa aja semoga cewek yang dijodohin ama lo nggak sudi dijodohin sama lo. Trus lo ajarin dia, kalo bokap nyokapnya dia maksa harus dijodohin sama lo, lo suruh aja dia ngancam orangtua. Pake ancaman nyebur ke kolam kek, atau minum apa kek…"
"Ngaco lo!"
"Atau lo cari pacar aja. Siapa tau kalo lo udah punya pacar, rencana perjodohan lo langsung dibatalin."
"Cari pacar dimana?"
"Di pasar. Pake nanya lagi, udah ah..gue mau nelpon cewek gue dulu. Tadi gue janji nyampe rumah gue mau nelpon dia. Udah telat banget nih gagara elo. Kalo dia ngambek elo yang gue salahin!" Doni pun jalan keluar dari kamar gue.
Gue tutup pintu kamar gue.
Ah…gue juga harus punya pacar kali ya…
2 comments:
next chapter please...
bagus banget, jadi penasaran..., di terusin ya....?
Aku tunggu............
Post a Comment