Thursday, July 24, 2008

Bolamania

ANDI bisa dibilang seorang maniak bola sejati. Dia hapal nama pemain-pemain sepak bola baik lokal maupun luar negeri. Dia paling tahu segala macam informasi terbaru dunia sepak bola. Soalnya dia rela berkorban apa saja, misalnya dia rela masuk sekolah kesiangan gara-gara nonton bola sampai larut malam, dia rela ngabisin duit jajannya hanya untuk beli majalah-majalah sepak bola, dan lain-lain. Bahkan dia juga rela ngorbanin semua urusan pribadinya termasuk pacarnya, Andi sering sekali mengecewakan pacarnya gara-gara nggak jadi kencan gara-gara urusan bola, pacarnya sering bete sama dia karena yang mereka bicarakan selalu nggak pernah jauh dari bola.

Mira mempunyai masalah yang mirip. Cewek yang juga maniak bola ini juga sering mendapat komplain dari pacarnya karena dia terlalu tomboi lah, nggak pernah dandan lah, bahkan sampai nyuruh Mira berhenti dari tim bola di sekolahnya, padahal itu cita-citanya sejak kecil.

Singkatnya kedua maniak bola ini kurang bahagia dalam urusan cinta. Andi ingin sekali mempunyai cewek yang selalu bisa ngertiin dia. Begitu juga Mira, dia ingin ada cowok yang nggak pernah komplain dan nggak pernah maksa dia untuk berhenti main bola.

Bagaimana ya kira-kira kalau kedua maniak bola ini dipertemukan?
Bagaimana ya jadinya kalau mereka berdua pacaran?
Mau tahu? Baca aja novel ini sampai abis, oke!

TeK@



PAK! Tunggu pak! Jangan ditutup dulu!” Teriak Andi. Kakinya hampir saja tersandung kerikil yang diinjaknya. Tangannya mengibas-ngibas kesetanan ke arah pak Udin, satpam yang sedang menutup gerbang sekolah. Pak Udin mendelik ke arah Andi dengan tak sabar, tapi dia tidak jadi menutup gerbang. Setelah Andi masuk, baru dia menutupnya dengan keras.

“Kamu lagi! Kamu lagi! Andi Diandra Kurniawan Senjaya! Kamu telat sepuluh menit!” bentak satpam itu kesal setelah melihat jam tangannya.

“Busyet dah! Bapak sampai inget nama panjang saya?” tanya Andi sambil tertawa kecil. Wajahnya basah oleh keringat, sambil menghela napas dia nggak henti-hentinya mengibaskan tangannya ke wajah. “Saya terkenal juga ya, hehe...”

“Tentu saja bapak inget kamu! Wong hampir tiap hari bapak nulisin nama kamu di daftar anak yang kesiangan! Kenapa lagi kali ini? Apa alasan kamu kesiangan, hah?”

“Seperti biasa Pak, tadi malam saya nonton bola! Inter Milan lawan Palermo, Pak! Tapi saya nggak nonton sampai selesai, Pak. Saya ketiduran. Bapak nonton nggak? Hasilnya berapa-berapa, Pak?” tanya Andi penuh semangat. Pak udin cuma menggeleng-geleng.

“Lagi-lagi alasannya nonton bola! Kreatif dong dikit kalau bikin alasan!”

“Emang itu alasannya kok. Saya kan orangnya jujur Pak!”

Pak Udin lagi-lagi mendelik kesal. Dia menudingkan pentungan itemnya ke arah tanah. Andi langsung mengerti maksudnya. “Dua puluh kali!” bentaknya tegas.

“Yaahh... Pak, saya kan udah langganan, masa masih harus push up juga?” ujar Andi.
“Setidaknya kasih diskon kek! Lima puluh persen gitu! Jadi sepuluh kali! Iya pak? Ya?”

“Nggak bisa! Ayo cepat dua puluh kali!”

Andi tahu kalau pak Udin memang nggak bisa diajak kompromi. Ngerayu dia cuma buang-buang tenaga doang. Mau nggak mau Andi pun memulai hukumannya. “Satu.. dua... tiga... “
Selagi Andi masih push up, pak Udin masuk ke pos, terlihat dia menuliskan sesuatu di sebuah buku besar, itulah buku daftar anak kesiangan yang dia maksud tadi. Melihat pak Udin lengah, Andi pun memanipulasi hitungannya, “sepuluh.. lima belas.. tujuh belas..”

“Dua puluh! Udah selesai Pak!” Andi berdiri lalu berjalan hendak pergi masuk ke kelas. “Saya masuk ke kelas dulu Pak, terimakasih hukumannya...” katanya santai.

Pak Udin berlari keluar dari pos dan menghentikannya. “Mau kemana kamu?”

“Masuk ke kelas, Pak!”
“Sekarang ada peraturan baru. Anak yang kesiangan nggak boleh masuk dulu pada jam pertama, soalnya mengganggu konsentrasi murid yang lain katanya. Kembali ke sini kamu!”

Andi terperangah kaget, “jadi saya harus nunggu di sini sampai jam kedua?” tanyanya.

“Iya benar! Ayo masuk ke pos!”

“Tapi Pak! Sekarang pelajaran Bu Enny yang cantik itu, sayang banget kalau nggak masuk.”

Pak Udin menggeleng-geleng kesal. “Ya sudah! Masuk sana! Padahal di pos satpam ada TV lho... kamu kan bisa nonton siaran ulang pertandingan bola tadi malem. Ya sudah kalau nggak mau!” pak satpam yang sudah tahu sifat Andi, masuk kembali ke posnya sambil tersenyum jail.

Mendengar kata-kata pak Udin, Andi langsung jadi berubah pikiran. Dia kan tadi malam nggak nonton pertandingan itu sampai selesai. Kalau demi nonton pertandingan tim favoritnya Inter Milan sih, dia rela nggak masuk pelajaran Bu Enny, bahkan dia rela bolos sekolah sekalipun!

“Iya deh Pak! Saya masuk jam kedua!” ujar Andi malu-malu sambil masuk ke pos satpam itu dan langsung duduk manis di kursi panjang yang menghadap televisi. Benar saja, di televisi memang sedang berlangsung siaran ulang pertandingan tadi malam. Bahkan pertandingan itu sudah masuk babak kedua yang kemarin nggak ditonton Andi. Jelas dia excited banget! Pak Udin cuma tersenyum-senyum geli melihat tingkah laku anak itu.

“Kalau begini sih, saya kesiangan tiap hari deh, Pak!” ujar Andi senang, disusul sebuah jitakan keras dari pak Udin...
---
“GUE BENER-bener nggak percaya!!!” teriak Andi kepada kedua temannya, Ryan dan Seno. Waktu itu jam istirahat dan ketiga sahabat itu sedang nongkrong di kantin seperti biasanya.

Ryan dan Seno tahu banget sifat Andi. Kalau dia sewot seperti ini pasti terjadi sesuatu pada tim kesayangannya Inter Milan. Soalnya suasana hatinya tergantung banget dari tim kesayangannya itu. Kalau Inter Milan menang, wajah Andi bakal terlihat cerah seharian, dia jadi ramah kepada semua orang. Sedangkan kalau wajahnya kusut, dan sewot kayak gini pasti Inter Milan kalah main, kalau nggak hasil pertandingannya seri...

“Inter kalah ya...?” Ryan memberanikan diri bertanya.

“Kalah telak! 2-0 lagi! Bener-bener nggak bisa dipercaya!”

“Palermo kan memang lawan yang cukup berat, jadi menurutku sih wajar saja...” Ujar Seno sambil membetulkan letak kacamata bulatnya yang dari tadi melorot.

“Iya sih... tapi yang bikin gue kesel tuh, mereka kalah pas saat-saat terakhir! Bayangin aja, waktu tinggal lima belas menit langsung kebobolan dua angka! Wah pelatihnya, si Roberto Mancini pasti lagi error nih! Ngarahin pemainnya pasti ngaco nih!” Kata Andi makin sewot aja.
“Udah... lo yang sabar aja ya...” Ryan yang terkenal kalem mencoba menenangkan. Seno cuma senyum-senyum aja melihatnya. Lagian aneh, gara-gara tim kesayangannya kalah aja, Andi sudah seperti kehilangan semangat hidup seperti itu.

“Oke, kita ngomongin yang lain aja,” Seno berkata. “Oh iya, tadi pagi lo dicariin sama Dinda, cewek lo! Kasihan dia, kayaknya ada perlu banget sama lo. Menurut gue, daripada lo ngurusin bola terus, mendingan lo lebih perhatian deh sama cewek lo...”

“Dinda... ah gue lagi males! Kalau lo liat dia kasih tahu ya? Gue mau ngumpet!” Kata Andi sambil nengok kiri dan kanan.

Kedua sahabatnya cuma bengong. Satu lagi keanehan si Andi. Padahal dia mempunyai cewek yang superperfect banget! Dinda bisa dibilang cewek paling cantik di SMU Trimandala ini. Wajahnya yang ada campuran Inggris dari ibunya itu nggak ngebosenin meski dilihat tiap hari. Badannya juga seksi banget, soalnya dia juga seorang model. Pokoknya sempurna banget! Dia sudah jadian dengan Andi sekitar tiga bulan, dan selama itu Andi nggak pernah begitu memerhatikan ceweknya, bahkan bisa dibilang Andi selalu cuek sama dia. Aneh banget!

“Gue heran sama lo, Di...” kata Seno. “Cewek secakep itu kok lo cuekin begitu aja sih?”

“Nyuekin gimana?” tanya Andi polos. “Sekarang gue cuma lagi bete aja gara-gara Inter kalah. Nanti kalau udah nggak bete juga, gue pasti nemuin dia kok...”

“Menurut pengamatan kita, bukan kali ini aja lo nyuekin dia. Hampir tiap hari lo nyuekin dia di sekolah. Sebenernya, di luar kalian sering jalan bareng nggak sih?” Ryan ikut nimbrung.

“Nggak sering-sering amat sih...” jawab Andi. “Si Dinda emang sering sih ngajakin gue, tapi guenya yang sering nggak bisa gara-gara ada pertandingan bola di TV...” akunya polos.

Seno menggeleng lemas. “Tuh kan, elo memang kurang merhatiin dia! Kasihan tau! Lo jangan terlalu mementingkan urusan bola dong! Jangan-jangan menurut lo, urusan bola emang lebih penting ya daripada pacaran?”

Andi terdiam sejenak memikirkan pertanyaan temannya itu.

“Tentu saja... urusan bola lebih penting!” jawab Andi kemudian dengan lantang.
Membuat kedua temannya itu terbengong-bengong tak percaya...
---
BOSAN diomelin oleh kedua temannya, Andi pun memutuskan untuk menghabiskan jam istirahat di perpustakaan. Dia sedang asyik di depan komputer. Dia ingin mengunjungi forum penggemar Inter Milan di internet. Kalau Inter kalah, forum ini pasti penuh dengan pesan-pesan bernada kecewa dari member-membernya yang fanatik banget. Andi juga ingin ikutan meluapkan rasa kecewanya.

Benar saja, saat ini forum itu sedang penuh dengan pengunjung, kebanyakan dari mereka melampiaskan kekecewaannya dengan nada-nada menggerutu. Andi memahami perasaan mereka. Dia juga merasakan kekesalan yang sama, dia kecewa akan kekalahan tim Inter. Andi juga ikut menulis pesan, isinya tetap menyalahkan Roberto Mancini atas kekalahan hari ini.
Sedang asyik-asyiknya nulis tiba-tiba seorang cewek merangkulnya dari belakang. Andi tak begitu kaget lagi, yang biasa melakukan hal ini tidak lain hanya Dinda, pacarnya. Dipeluk seperti itu Andi tidak merespon sedikit pun, dia terus sibuk mengetik.

“Di, aku nyariin kamu kemana-mana lho, eh taunya ketemu di sini...” bisik Dinda manja.

Andi mendelik kesal, “jangan pura-pura deh... pasti kamu dikasih tahu Seno dan Ryan kan?” Andi tahu benar kelakuan kedua temannya yang selalu sok ngebantuin Dinda.

“Kok kamu gitu sih? Kamu nggak mau ketemu sama aku ya?” Dinda melepaskan pelukannya dengan gusar. Dinda memang tahu Andi sedang di perpustakaan dari Seno dan Ryan, tapi dia nggak nyangka cowoknya bakal seketus ini. Dinda merasa kesal.

“Bukannya begitu... aku cuma lagi bete aja, takutnya kalau ketemu kamu, nanti kamu jadi ketularan bete...” kata Andi datar. Matanya masih menatap layar monitor.

“Kamu nggak ingat ini hari apa?” tanya Dinda tiba-tiba.

“Ini hari sabtu kan? Aku masih ingat kok!” kata Andi makin ketus.

“Maksudku tanggal ini? Tanggal ini hari apa coba? Masa sih kamu lupa?”

Andi tertegun sejenak. Dia mencoba mengingat, tapi dia tidak ingat apapun. “Aku nggak tahu... hari ini hari apa sih?” Sekarang Andi menatap ke arah Dinda, penasaran.

Tapi Dinda malah terisak-isak. Wajahnya memerah seketika, menampakkan raut muka yang sedih. Andi jadi gelagapan dibuatnya. Dia heran kenapa Dinda tiba-tiba menangis.

“Dinda... ada apa sih?” tanyanya kebingungan.

“Kamu jahat... kamu lupa ya kalau hari ini aku ulang tahun...?”

Andi seperti tersambar petir. Kaget bercampur malu. Dia benar-benar lupa kalau hari ini ceweknya itu ulang tahun. Pantas saja Dinda mencarinya kemana-mana, mungkin pacarnya itu hanya ingin sekedar dapat ucapan selamat dan kado ulang tahun darinya. Andi jadi merasa bersalah, boro-boro membeli kado, tanggal ulang tahunnya saja dia lupa!

“Astaga... aku baru ingat, sayang... maafin aku ya!” Andi memegang tangan kanan Dinda dengan kedua tangannya, sambil memandang dengan penuh sesal. “Aku janji! Nanti sore aku bakal ke rumah kamu! Aku akan membawa kado istimewa buat kamu!” rayunya.

“Nggak usah!” jerit Dinda.

“Lho kenapa? Kamu jangan marah dong... aku nggak bener-bener lupa! Aku cuma terlalu sibuk aja akhir-akhir ini. Plisss... jangan marah dong sayang!”
“Sibuk apaan? Sibuk ngurusin bola!?” jerit Dinda lagi.

Andi terdiam. Kalau diibaratkan main catur, Andi baru saja kena skak mat!

“Sebenernya aku nggak marah kok...” ujar Dinda selanjutnya. “Maksudku tadi, kamu nggak usah ke rumahku nanti sore, kamu ke rumahku malamnya saja, jam delapan. Aku ngadain pesta kecil-kecilan, khusus keluarga aja, cuma ada ortu sama saudara-saudaraku aja. Kamu harus datang lho! Kakak-kakakku yang kuliah di luar kota bakalan datang! Aku mau ngenalin kamu sama mereka! Pokoknya kamu harus datang!” tegasnya.

Andi menghela nafas lega. “Oh gitu... jadi kamu dari tadi nyariin aku buat ngundang aku ke pesta kamu itu ya? Oke deh, aku pasti datang!” kata Andi yakin.

“Bagus deh kalau gitu,” Dinda berseru senang. Raut mukanya kembali ceria. Dinda itu tipe cewek yang suasana hatinya gampang berubah, dia senang lalu tiba-tiba sedih, dia sedih lalu tiba-tiba senang, pokoknya kayak anak kecil gitu deh, manja!

Beberapa saat kemudian terdengar suara bel masuk. Dinda pun pamit untuk kembali ke kelasnya. “Awas ya kalau nggak datang!” katanya mengingatkan, sambil berjalan keluar. Andi cuma mengacungkan jempolnya tanda dia akan menepati janjinya.

Pandangan Andi kembali ke layar komputer. Baru saja dia akan melakukan log out dan mematikan komputer karena dia juga sudah harus masuk kelas, tapi dia tiba-tiba teringat rutinitasnya yang seperti biasa dia lakukan sebelum keluar dari forum.

Biasanya dia selalu memeriksa halaman jadwal pertandingan yang terbaru sebelum log out dari forum. Jadwal di situs itu lengkap sekali, mencantumkan semua jadwal pertandingan yang ditayangkan seluruh TV swasta di Indonesia yang di-update setiap hari. Jadi Andi nggak pernah lupa mengaksesnya setiap kali dia masuk situs ini.

Andi pun mulai membuka link ke halaman jadwal itu. Di situ tertera semua jadwal pertandingan hari ini dari semua liga. Andi membuka jadwal untuk liga italia. Cuma ada dua pertandingan hari ini, pertama yang tadi siaran ulangnya dia tonton, Inter Milan lawan Palermo jam satu pagi dan ulangannya jam enam. Dan yang kedua AC Milan melawan AS Roma jam delapan malam. “Wah ini sih pertandingan penting!” kata Andi kegirangan. Pertandingan itu dirasanya penting karena hasil dari kedua tim ini akan mempengaruhi posisi Inter di klasemen sementara. AS Roma merupakan salah satu saingan terberat Inter Milan. Jadi Andi bertekad untuk menontonnya malam ini.

Tapi tiba-tiba dia sadar bahwa malam ini dia harus pergi ke pesta ulang tahunnya Dinda! Kegirangannya barusan berubah menjadi kebingungan. Dan lagi pertandingan ini nggak ada siaran ulangnya pula. Padahal ini pertandingan penting.

Lagi-lagi dia harus memilih, antara pergi ke pesta Dinda atau nonton pertandingan bola...


1st Chapter by Teguh Kameswara - Ciamis

No comments: