Friday, March 28, 2008

Jack

Bab I
Mahluk Cantik di Kereta Listrik


Jago menggeliat. Matanya dibuka sedikit. Suara adzan di mesjid menggaruk-garuk telinga yang membuat mimpinya terusik. Padahal barusan dia sedang bermimpi mengejar Beti, cewek tetangga sebelah yang demplon dengan bulu-bulu yang bersih. Dan yang lebih syur, dia masih perawan.Wah sudah saatnya gue bertugas, bisik hatinya. Matanya dibuka lebar, otot-otot kakinya bekerja mengangkat kedua tungkai kakinya untuk membantunya berdiri. Batuk-batuk sebentar, mengibaskan kedua lengannya yang kekar dan berbulu, kukuruyukkk!!!!

Bletak!

Beker itu berhenti berteriak. Sepatu kets baru saja menghantamnya untuk tutup mulut. Jack menggeliat, kelopak mata sebelah kirinya dibuka sedikit mengintip jam dinding di tembok depan tempat tidurnya. Sedikit saja kelopak mata kirinya dibuka. Jack tidak mau lagi untuk yang ketiga kalinya. Beker itu kemarin membangunkannya jam dua dini hari. Padahal Jack sudah memohon untuk membangunkannya tepat setengah lima pagi!.

Jack melempar selimutnya. Kali ini beker itu tidak berbohong. Jack loncat dari tempat tidurnya, menyalakan compo. Because I Got Hig-nya Afro Man dipasang pada level empat belas dengan surround dan XDDS pada posisi on mengiringi Jack berolahraga kecil semisal menggerakan pantat kanan kiri, mematahkan leher ke kiri dan ke kanan . Yah… olahraga kecil sejenis itulah.

“ Jack, kecilin tape-nya!!” teriak Mama Jack yang subuh-subuh sudah sibuk didapur, “ Udah sholat belum?!!!” teriaknya lagi. Kamar Jack ada di lantai dua. Tepat diatas ruang keluarga yang bersebelahan dengan dapur.

“ Oke Mom!” Jawab Jack.

Jack menyudahi olahraga paginya. Memencet tombol off dan kemudian bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Jack meski tidak bisa dikatakan anak yang alim - tidak seperti si Doel yang kerjaannya sembahyang dan mengaji- suka sholat dan ngaji meski terkadang males-malesan dan sering “belang bentong”. Ini berkat mamanya yang selalu mengingatkan dan menyuruhnya untuk selalu sholat dan mengaji.

“ Rara!,bangun!!!” teriak mama Jack lagi. Ih tuh anak udah umur tujuh belas tahun, bangun aja mesti digubrak-gubrak. Rara adalah adik satu-satunya. Kelas tiga es-em-u. Bentar lagi mo lulus. Rencana dia mo nerusin kuliah di Universitas Indonesia ngambil ekonomi, itu juga kalo lulus ujian saringan masuknya. Papa Jack sudah dua tahun yang lalu meninggal dan syukurnya, Mama dan Rara, begitu juga Jack sudah mulai terbiasa dengan kehilangan sosok suami dan Papa yang begitu mereka sayangi. Untuk menyambung kehidupan sehari-hari, Mama mengandalkan toko kelontong warisan Papa yang ada di pasar Cibinong. Selain itu juga uang pensiunan Papa tiap bulan. Untungnya, Papa sudah mengasuransikan Jack dan Rara sehingga untuk biaya kuliah Jack dan Rara sampai dengan selesai mama tidak perlu repot-repot lagi banting tulang, peras keringat dan putar otak.

Selesai sholat Jack meraih handuk yang tergantung dijemuran sudut kamar. mengedipkan matanya kearah poster orang yang paling dibenci Amerika Serikat, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang tertempel di pintu masuk kamar mandi sebelum kakinya melangkah masuk. Setengah enam tepat, Jack harus sudah stand bye di Stasiun Bojong Gede. Itu adalah kereta terakhir yang bisa membawanya terhindar dari amukan “Big Bos”. Pernah satu hari Jack naik kereta dengan jadwal keberangkatan pukul enam lebih lima, dan hasilnya….,

“ Kamu tahu jam masuk kantor disini adalah jam delapan, bukan jam sepuluh!”

“ Tahu Bu Bos!” jawab Jack.

“ Kalo kamu tahu kenapa terlambat?” Tanya Bu Bos, yang ternyata adalah seorang wanita setengah tua dengan tubuh besar, makanya dipangil Big Bos.

“ Jadi begini Bu bos, “ Jack menarik lengan besar Bu Bos membimbingnya untuk duduk dikursi,

“silakan duduk dulu” tambahnya. Jack mengelurkan bungkusan di tas punggungnya.

“ Apa tuh?” Tanya Bu Bos

“ Ya, ini yang membuat saya terlambat masuk kantor Bu Bos” Jack membuka bungkus plastik dan mengeluarkan kotak kardus berwarna ping, “ maklum antriannya panjang dan menyemut, sama seperti antrian ibu-ibu yang mengantri minyak tanah ma minyak goreng bu bos!”

“Comro!!!” teriak Bu Bos dengan volume full. Ih kaya anak kecil nemu permen atau ciki, Bu Bos meraup comro kecil-kecil sekali makan dengan sigap.

“ Emmm, enak Jack!” komentar Bu Bos dengan mulut penuh comro,” Dimana belinya?”

“ Stasiun Cawang Bu Bos

“ Besok kamu boleh terlambat lagi tapi bawakan aku comro sepuluh dus”

Cape deh!. Jack menepuk jidatnya.

Makanya untuk menghindari tekor penghasilan, Jam lima seperempat , Jack sudah meluncur diatas Honda Civic warna item tahun 90-an full modifikasi beraroma sporty menyusuri jalanan karadenan. Say What u Need to Say-nya John Mayer memenuhi ruangan mobil berkolaborasi dengan asap mild . Tepat diperempatan Pemda Cibinong, Jack membanting setirnya ke kiri menuju arah jalan raya Bojong Gede. HP Jack berdering.

“ Halo, Jack disini, siapa disana?”

“ Disini Pato, dimana lo jack”

“ Lima menit lagi gw nyampe, lo tunggu aja ditempat biasa” Jack menutup sony erricsonnya. Pato, temen Jack yang satu ini bertubuh subur. Saking suburnya, Abang Becak disekitar stasiun pada membuang becaknya jauh-jauh tiap kali ada gelagat manusia ini mendekat.

“ Wah, Mas becak saya bisa sakit-sakitan kalo bawa sampean, cari becak yang lain saja” tolak Abang Becak tegas waktu Pato merayunya untuk mengantar pulang.

“ Saya takut kena razia Mas, Petugas tonase di perempatan situ kan ketat sekali” tolak yang lain.
“ Ini bukan becak saya Mas, saya nggak tahu kemana orangnya” Kata Abang Becak yang lain yang sedang menunggu penumpang di sadel joknya, sambil buru-buru turun dan ngeloyor pergi meninggalkan becaknya. Huhh kasihan juga Pato, untungnya kadang-kadang Jack bawa mobil yang dititipkannya ke Bang Amet yang punya usaha penitipan motor dan mobil.

“ Lo sih! Diet napa? Badan lo tuh dah kelewat melar, dah klewat bates. Ga salah Abang-Abang becak itu pada nolakin lo tumpangin becaknya. Lo tahu kenapa?” tanya Jack. Pato menggeleng polos.

“ Pertama, mereka takut becaknya jadi sakit pinggang karena membawa muatan melebihi tonase. Kedua, Abis narik lo, Abang Becak itu pasti sakit dan minta diurut, lo tahu sendiri biaya ngurut lebih mahal dari ongkos lo naik becak. Ketiga, Abang-Abang becak itu takut malah diledekin sama temen-temennya gara-gara nekad bawa lo, yang sudah jelas-jelas merugikan.” Jelas Jack panjang dan lebar. Pato menyimak dan manggut-mangut

“jadi apa yang sebaiknya kuperbuat Jack?, naik angkot susah masuknya secara angkot-angkot disini pintunya kecil-kecil, lagi pula angkot-angkot itu tidak bisa mengantarku sampai depan rumah, naik ojek juga sama mereka pada ogah kalau pun mau, mereka mematok harga yang sudah diatas rasionalitas?” Pato mengucek rambutnya yang galing!,”semprrruuullllll!!” teriaknya.

Selesai memarkir civiv-nya, Jack melangkah satu dua setengah berlari menuju loket karcis. Ada pengumuman dari petugas kereta yang menginformasikan kalo kereta yang ke Jakarta sudah masuk jalur dua. Setelah memperoleh tiket, Jack segera meluncur masuk berlari ke arah selatan menuju rangkaian gerbong paling buncit.

“ Buruan Jack!!” teriak Pato di jendela gerbong paling buncit tepat disebelah kabin masinis belakang. Hupp, Jack melompat. Gerbong masih agak sedikit lengang.

“ Yah berdiri lagi kita..” Jack merapikan rambutnya.

Pato mengangkat bahunya, “ mepet kali kau!” katanya, tangannya sibuk memasang headset untuk mendengarkan mp3 dari ipod.

“ Perut gw mules, Ndut!” jawab Jack. Matanya berkeliling mencari tempat duduk barangkali saja masih ada tersisa. Nihil. Kereta berjalan perlahan. Mata Jack menangkap sosok cantik berlari-lari mengejar kereta dan...wuih dengan nekadnya cewek itu loncat dan ....

Gedubrak!!!

Buku-buku mewarnai itu jatuh berserakan. Buku-buku yang dijual gocengan tiga buku. Di kereta Listrik ini bukan cuma penjual buku yang mencari rejeki. Ada tukang buah salak, tuang buah jeruk, buah naga, buah duku, tukang bingkai foto, casing hp, aksesoris perempuan , rokok, pengamen, penyair, wah seru pokoknya.

“ Aduh maap, saya terburu-buru bang, “ sesal cewek yang barusan menabraknya sambil memunguti buku-buku yang berserakan. Jack memungut sebuah buku yang terlempar ke dekat sepatunya.

“ Ga pa-pa neng. Ditabrak lagi juga boleh ko!” katanya sambil tersenyum

“ ah si Abang bisa aja”

“ Ini satu lagi” Jack menyerahkan buku itu. “ Kalo gw yang nabrak boleh ga bang!” Tanya Jack. Si Abang buku melirik, melotot, ngeloyor. Jack tersenyum.

“ Maap ya Bang!”teriak cewek itu masih menyesal. Sekilas Jack menangkap tangan Si Abang diacungkan membentuk tanda peace!.

“ Buru-buru ya!”

“ Iya hampir ketinggalan kereta tadi.” Mata indahnya melirik alexandre christie. Bibir tipisnya merengut. Tubuh tinggi langsingnya di bungkus setelan baju kerja warna hijau tua. Tas Gucci sewarna ngegantung dibahu sebelah kiri. Seseorang menawarkan tempat duduknya, tapi ditolak dengan halus. Yess!!, hati Jack bersorak.

“ Jack…” Jack menyodorkan tangannya, Pato menyodok perut Jack.

“ Amel” sambutnya

“ Ini temen gw, Pato” Jack mengenalkan gajah disampingnya yang sedari tadi kasak kusuk minta dikenalin. Pato menyodorkan tangannya.

“ Ih gede banget!” ringis Amel.

“ Pato, yah udah dari sononya nih.” Jawab Pato sambil garuk-garuk kepala.

“ Turun dimana?” tanya Amel

“ Cawang, kamu?” tanya Jack

“ Juanda”

Kereta Masuk Stasiun Citayam. Dan kereta pun semakin penuh.

“ awww!! Gentong!, tahan dong, dih nih badan gede amat lagi, uh hrggghh!!” omel laki-laki berperawakan kurus pendek tangannnya mendorong-dorong tubuh Pato.

“ Yeh Ceking!, aku juga didorong-dorong orang” bela Pato. Kasihan juga sih tuh orang. Dan Amel.... dia semakin merapat ke tubuh Jack.

“ Woi!! Jangan main sikut dong!” bentak Pato, rupanya sikurus udah mulai ngga tahan dengan tekanan tubuh Pato.

“ Masa bodo!!, makanya kalo naik kereta jangan bawa-bawa karung beras!”
Pato mendelik, “ Eh kurus!, Badan lo aja yang kekecilan kurang makan, jangan salahin gw dong pake ngatain bawa karung beras!”

Kereta berjalan perlahan, dan tubuh Pato semakin menekan si kurus, Hmmmfhh!!!. Amel tersenyum, Jack membalasnya.

“ Penuh sekali ya?” Amel membuka pembicaraan

“ Biasa, …baru ya?”

Amel mengangguk.

“ Biasanya aku bawa mobil sendiri”

“ Masuk bengkel ya?”

Amel menggeleng. Tubuh jangkungnya semakin merapat. Ada beberapa orang yang hendak turun. Dikereta Listrik ini, turun adalah perjuangan yang maha dahsyat. Menyelinap diantara kepadatan penumpang yang lepek dan bau asem ketek bercampur reramuan pewangi tubuh. Jack tidak hendak mengorek lebih jauh kenapa mahluk cantik didekatnya ini beralih ke kereta. Jack sendiri dulu pake motor pergi kekantor. Tapi lama-lama badan remuk tiap hari pulang pergi menempuh jarak kurang lebih 50 kilo-an. Pernah juga pake mobil, Cuma menurut itung-itungan ekonomi, tidak hemat alias boros. Lagipula bukannya Jakarta sudah terlalu padat dengan kendaraan bermotor. Jack mau dong jadi contoh teladan buat orang-orang yang menggunakan kendaraan pribadi agar beralih menggunakan transportasi massal. Kereta Rel Listrik ini misalnya. Terus untuk menuju ke tempat kerjanya masing-masing, busway lumayan juga.

“ Bagus deh, semakin banyak orang yang beralih ke transportasi massal, semakin ringan pemerintah kita menanggung subsidi BBM non” ujar Jack. Amel tersenyum.

“ Dah nyampe mana nih Jack?”

“ Lenteng Agung..”

Kereta tambah sesak. Biasanya setelah Cawang kereta listrik ini akan sedikit lengang. Jack melihat Pato masih sibuk dorong-dorongan sama si Kurus.

“ Kamu setuju tidak dengan perjodohan Jack?” Tanya amel serius

“ Hmmm…duh berat banget pertanyaannya?” Jack mengucek rambutnya, “ Kamu dijodohin?” Jack balik nanya. Amel menggeleng.

“ Tanya aja, lumayan kan buat ngilangin bete”

“ Perjodohan…hmmm, Pato seneng dijodohin. Soalnya dia susah dapet cewek kalo usaha sendiri. Maksud gue, setuju sama ngga setuju itu tergantung dari orangnya. Dan perjodohan bukan hak milik mutlak jaman siti nurbaya. Jaman kita juga boleh ko ada perjodohan sebatas tidak memaksakan. Kamu sudah melihat film ayat-ayat cinta kan?. Fachri pun dijodohkan guru ngajinya dengan Aisha. So..ga da salahnya dengan perjodohan.”

“ Betul Mel!, aku juga senang sekali tiap kali mami menjodohkan aku dengan Gadis-gadis desa tempat asal mami ku tinggal. Cantik-cantik Mel. Tapi sayangnya mereka semua belum menjadi jodohku.” Pato ikut nimbrung. Sesekali pantat besarnya digoyang-goyang menekan si kurus.

“ Terang aja ga da yang jodoh ma lo!, Karung!” si kurus meningkahi, “hmmmfhh!!” tekanan si Pato makin besar.

“ Gitu ya jack..” ujar Amel pelan tanpa semangat. Butir-butir keringat membasahi kulit mukanya. Kasihan juga cewek cantik seperti Amel harus bersimbah keringat. Jadi kapan dong pemerintah bisa menyediakan angkutan massasl yang nyaman dan murah??.

“ O ya Jack, kamu sendiri gimana kalo dijodohkan?”

“ Aku....dijodohkan? “ Jack terkekeh, “ Mamiku nggak mung..”

“ Andai..” potong Amel

“ Dengan alasan apa orang tuaku menjodohkan aku?”

“ Untuk melanjutkan hubungan pertemanan orang tua kamu misalnya?”

Jack mengucek rambutnya lagi,” Mau kalo dijodohin ma Amel hehehe…”

“ Serius nih, Jack” amel merajuk.

“ Yah seperti yang aku bilang tadi, ga da salahnya selama tidak ada unsur pemaksaan didalamnya. Lagian kenapa sih nanya sampe gitu banget, jangan-jangan…”

“ Ga lah…..dah nyampe mana kita?”

“ Pasar Minggu”

Si Pato ribut-ribut lagi sama si kurus. Agaknya si kurus mau turun di Stasiun Pasar Minggu.

“ Minggir dong lo!!” bentak si kurus

“ Minggir kemana Ceking!” Jawab Pato sambil berusaha memberi jalan.

“ Yah berangkat lagi deh keretanya!” Si kurus marah-marah.

“ Ya sudah kau ikut aku saja sampe cawang, hehehe” Pato tertawa puas. Amel menggeleng-gelengkan kepalanya. Jack tersenyum.

“ Mel, aku turun di Cawang, hati-hati ya, jaga dompet kamu. Banyak copet “ bisik Jack. Amel mengangguk. “ Besok masih naik kereta kan?”

“Ya..” Amel mengangguk lagi. “ Aku boleh minta no Hp kamu?” Amel mengeluarkan Nokia dari tasnya.

“081xxxxxxxxx, kamu?”

“081yyyyyyyyy”

“ Oke deh samapi ketemu besok”


1st Chapter by Irwansyah

No comments: