Tuesday, September 23, 2008

Seri Si Ndut: Nadia

Orang tua itu Kadang tidak bisa dimengerti. Waktu anaknya masih kecil, mereka senang sekali kalau anak itu terlihat montok. Menggemaskan katanya…bangga anaknya jadi pusat perhatian teman-temannya selama arisan. Disaat anak itu sudah besar, mereka malah ribut menyuruh anak itu diet.

“ Aya! Kamu-kan anak perempuan, harus bisa menjaga badan. Nanti seret jodoh loh! ,” kata tante Veli, adik ibuku.

Bukannya aku tidak mau, Cuma aku sudah mencoba berbagai cara untuk menurunkan berat badanku ini. Dari cara melakukan olahraga lari pagi disekitar kompleks rumahku yang sayangnya aku lupa kalau dari malam semua tetanggaku kompak mengeluarkan anjing-anjing kesayangannya agar bisa melakukan acara arisan bersama sesama anjing. Dan sialnya anjing-anjing itu merasa siapa yang mendapatkan arisan bisa memburu orang yang kebetulan tali celana pendeknya putus. Akhirnya lari pagi yang nyaman jadi lari pagi terbirit-birit sambil memegang celana yang nyaris kedodoran..Belum lagi satpam yang melihat kejadian itu ikut tertawa terbahak-bahak dan sampai saat ini mereka selalu tersenyum jika melihatku Lewat. Malu sekali.

Aku juga sudah mengikuti aerobic dengan sobatku Ella. Hasilnya, aku capek berolahraga, eh dia malah asik beramah-tamah dengan cowok-cowok disana. Lama-lama aku jadi malas ikut lagi, apalagi hasil dari seminggu 3 kali fitness selama 1 bulan hanya menurunkan berat badanku 1 kg, badan remuk dan nafsu makan yang jadi lebih besar.

Terakhir aku melakukan cara minum obat-obatan penurun berat badan. Yang ada aku jadi lemas karena cairan tubuhku terkuras habis. Aku juga mencoba mengurangi makanku, mungkin terlalu ekstrim sehingga akhirnya aku masuk rumah sakit karena kekurangan nutrisi. Di rumah sakit kata-kata yang paling berkesan bagiku datang dari mendiang kakekku, ayah ibuku yang saat itu sudah berumur 85 tahun.

“Aya! Dimata kakek kamu sudah sangat cantik. Tidak perlu kamu menyiksa dirimu seperti ini. Jodoh itu Tuhan yang menentukan. Walaupun kamu secantik putri dari antah berantah tapi kalau Tuhan menentukan, kamu tidak akan mendapatkan jodoh siapapun itu. Yang penting kamu tetap sehat itu saja sudah cukup. Gemuk tapi sehat juga banyak-kan.”

Sejak saat itu aku berusaha menurunkan badan dengan pola sehat. Tetapi tetap saja, beratku tidak turun-turun juga. Entah faktor keturunan atau aku kurang berusaha akhirnya aku berhenti. Tapi aku selalu ingat kata-kata kakekku itu aku berusaha menjaga pola hidupku agar aku tetap sehat. Walaupun begitu sering muncul rasa iri dihatiku melihat kak Eli dan teman-temanku yang kebetulan cantik-cantik dan bertubuh ideal bisa memakai berbagai macam model baju yang sedang trend saat ini.

“Nad! Sedikit lagi kamu mengudara. Cepat!! Ini surat-suratnya”

Yoga tiba-tiba masuk sambil membawa segepok surat-surat ditangannya. Aku buru-buru meminum habis kopiku dan menggigit sisa rotiku yang terakhir. Kusambar surat-surat ditangannya dan berlari keruang siaran. Kupasang mig dan menunggu isyarat dari Yos.

“Hallo! Selamat malam kita ketemu lagi diacara listen to the night dengan saya Nadia.Kita mulai malam ini dengan lagu dari Vanessa Carlton-A Thousand Miles yang saya persembahkan untuk pemirsa yang terpaksa harus lembur hari ini, selesaikan segera agar tidak mengganggu weekend anda.Don’t Give Up, just keep on going and don’t worry I’ll always company you tonight

Setelah itu Yos segera memutarkan lagu yang kumaksud dan aku punya kesempatan untuk membuka surat-surat yang datang.

Aku bekerja sebagai penyiar Radio Zee. Waktu siaranku selalu malam dari jam 19.30-22.30 (Untung rumahku tidak jauh dari kantor, hanya berjarak 2 blok saja). Gaji yang kudapat cukup lumayan untuk kebutuhan pribadiku sendiri. Dan hal yang paling kusukai di tempat kerjaku adalah krunya yang ramah dan bersahabat Serta atasan yang sudah seperti teman dengan kita. Di tempat ini juga kami para penyiar menggunakkan nama samaran masing-masing. Nama samaranku Nadia kuambil dari buku pintar ayahku dimana Nadia yang dalam bahasa Prancis memiliki makna Harapan. Aku memang punya banyak harapan untuk diriku sendiri dimasa depan. Siapa tahu dengan nama Nadia ini harapanku bisa terwujud.

Reyhan merebahkan badan disofa ruang kerjanya. Sudah seharian bekerja, sampai saat ini belum selesai juga. Kalau bukan karena kesalahan audit, Reyhan tidak mungkin malam ini masih berkutat dengan kertas-kertas laporan dikantornya. Laporan itu harus selesai hari Senin agar dia bisa berbicara didepan Dewan Komisaris dan Direksi, terutama didepan ayahnya yang merupakan Komisaris dari Perusahaan mereka. Dilepaskannya kacamata bacanya lalu memijit hidungnya lelah.

Tiba-tiba terdengar pintu diketuk

“Ya! Masuk!”

Muncul wajah Ana sekertarisnya dan salah satu satpam gedung.

“Pak saya sudah mau pulang. Bapak bagaimana?”, tanya Ana.

“O iya! Kau pulang saja. Sudah ….jam 19.30. Maaf An! Kamu bawa mobil? Atau mau saya antar pulang?’

“Ah tidak perlu pak! Terimakasih banyak. Saya bawa mobil. Bapak sendiri pulang jam berapa? Pak Rusdi ingin tahu kapan bapak pulang,”, kata Ana sambil menunjuk satpam yang berdiri disampingnya.

“Oh iya! maaf pak! Saya mungkin masih disini kurang lebih 1 sampai 1,5 jam lagi setelah itu saya langsung pulang”

“Oh nggak apa pak saya hanya ingin tahu , jadi listrik ditempat Bapak tidak dimatikan dulu. Kalo ada apa-apa bapak bisa hubungi security di ext 212. Mari Pak!”, kata satpam itu sopan .

“Ya. Terimakasih Pak! Ana Hati-hati dijalan. Maaf kamu jadi ikut lembur.”

“Tidak masalah pak.Terimakasih.Bapak juga hati-hati pas pulang. Selamat Malam!”

Pintu tertutup kembali. Reyhan kembali menghenyakkan tubuhnya ke sofa dan menghembuskan nafas kelelahan. Matanya memandang lampu-lampu gedung bertingkat Kota Jakarta yang terpampang lebar dari kaca ruangannya yang terletak dilantai 21 salah satu gedung bergengsi dikawasan Jl. Jend Sudirman.

Setelah agak lama termangu memandang pemandangan tersebut, Reyhan mengambil remote tape decknya. Disetelnya ke program radio dan dipilihnya chanel yang diinginkan. Alunan musik Vanessa Carlton menjadi pilihannya, sayang lagu itu sudah menjelang selesai. Reyhan berdiri menghampiri meja kerjanya dan mulai berkutat dengan pekerjaannya. Terdengar suara halus penyiar radio tersebut.

“Vanessa Carlton dengan A Thousand Mile-nya mengisi malam anda bersama saya Nadia di Radio Zee, Radionya para City Workers. Untuk anda yang terpaksa harus lembur hari Jumat ini..hmm..mengesalkan ya, disaat orang-orang sudah berlomba-lomba pulang untuk beristirahat dan merencanakan akhir pekan, anda malah harus menghabiskan waktu dengan mengurus hal-hal yang belum selesai sampai malam. Tapi jangan kesal dulu....Kita ambil saja hikmahnya. Jika kita bisa selesaikan semuanya hari ini walaupun sampai malam, kita punya jatah istirahat dengan tenang selama dua hari dan pada senin paginya kita sudah siap tempur dengan otak yang fresh…lagipula di Jakarta semua orang tahu, Jumat sore adalah hari macet nasional. Daripada kita bercapai-capai dijalan, lebih baik dikantor sampai malam menyelesaikan pekerjaan, pulang tinggal istirahat..betul tidak pendengar!! Oke satu lagi lagu yang saya harap bisa menambah semangat anda dari soundtrack Ally Mc Beal, Searchin’ My Soul oleh Vonda Shepperd”

Mengalunlah lagu yang penuh semangat dari radio. Reyhan tersenyum kecil mendengar kata-kata penyiar itu.

“ Cocok banget dengan kondisiku saat ini. Benar juga, kalau bisa selesai sekarang, hari Senin aku bisa menghadapi ayah dengan tenaga penuh. Thank’s Nadia!”

Reyhan kembali mengetik dikomputernya dengan lebih bersemangat sekali-kali dia menggumamkan lagu yang terdengar di radio. Sesudah lagu tersebut habis dilanjutkan dengan lagu Goo-Goo Doll’s “Iris”.

“ Dua buah lagu untuk menambah semangat anda para city workers. Surat Pilihan kami hari ini datang dari Niken.Isinya sebagai berikut ‘Mba Nadia, Saya belum lama lulus dari Universitas T jurusan Ekonomi Manajemen. Sekarang saya bingung. Saya terus mencari pekerjaan tapi tidak berhasil saya dapatkan. Sebenarnya bagi saya mudah untuk bekerja. Ayah saya sudah menawarkan untuk bekerja diperusahaannya. Tapi itulah masalahnya. Saya pernah menolong ayah saya diperusahaan itu kurang lebih 3 bulan. Semua orang, dibelakang saya ternyata tidak menyukai saya. Hal ini saya ketahui secara tidak sengaja. Mereka menganggap saya memanfaatkan kekuasan ayah saya semata. Pekerjaan yang saya lakukan sebaik mungkin tidak dipandang sebelah mata oleh mereka. Tapi jika saya melakukan kesalahan kecil saja sudah diungkit sampai saat ini. Saya harus bagaimana? Bukannya saya sok idealis, tapi sekarang saya berusaha mencari pekerjaan dimana saya masuk dengan kemampuan saya sendiri ternyata tidak bisa semudah itu. Apa yang harus saya lakukan?’ ….Nah Niken, untuk menenangkan pikiranmu saya kirimkan lagu khusus untuk Niken…Life dari Gabrielle resapi kata-katanya dan sesudah itu kita bicarakan lagi ya.”

Mengalunlah lagu Life dari radio. Reyhan menghentikan pekerjaannya dan berpikir. Kejadian yang dihadapi Niken sama dengannya. Ditutupnya matanya sambil menghayati lagu tersebut.

“Kalo kamu sudah mendengar dengan cermat lagu ini, Kamu pasti tahu maksud saya. Hidup ini memang banyak kendala apalagi dalam dunia kerja. Tapi itu semua harus bisa kita hadapi dengan berani. Menurut saya kalo kamu belum mendapatkan pekerjaan, daripada kemampuan kamu tersia-siakan, terima saja tawaran ayahmu. Soal omongan orang dibelakang, tidak perlu kamu tanggapi. Memang sih antara omongan dan kenyataan lebih gampang omongan. Tapi kalau kamu tidak bisa menghadapi masalah ini, suatu saat kamu dapat masalah yang lebih berat lagi, kamu tidak akan bisa menghadapinya. Tunjukkan kamu bisa melakukan semua pekerjaanmu dengan baik. Think Positiv, diantara 10 orang yang membicarakanmu pasti ada 2 atau 3 orang yang mengerti keadaanmu. Biasanya orang-orang ini bukan orang yang cuma ingin cari muka dan mereka adalah orang-orang yang bisa menghargai pekerjaaanmu dan menjadi sahabatmu yang terbaik. Saran saya, terima pekerjaan ini, tunjukkan kemampuanmu ,jangan perdulikan omongan orang lain dan carilah rekan kerja yang bisa bekerjasama dengan baik…oke niken….”

Reyhan termenung mendengar saran tersebut, sambil tersenyum dia kembali melakukan pekerjaannya sambil terus mendengar siaran radio. Satu jam kemudian, dia tetap mendengar siaran tersebut didalam mobil yang menuju apartemennya dibilangan Kuningan dan terus mendengarkan siaran tersebut sambil berganti pakaian dan merokok didepan beranda kamar apartemennya.

“ Yah sampai disini dulu saya menemani anda semua dalam acara Listen to the night. Kita bertemu kembali Senin malam dalam acara yang sama dengan saya Nadia. Sweet Dream….”

Mengalunlah lagu Forever Love milik Gary Barlow. Reyhan mematikan rokoknya dan masuk kekamar tidurnya.

“Ya! Aku minta minyak wangimu ya. Punyaku habis nih!,” tiba-tiba kakakku Eli nyelonong masuk sementara aku sedang asik membaca komik Elex-ku.

Dia sudah berdandan sangat cantik malam ini.

“Mau kemana?,” tanyaku sambil mengunyah bakpia oleh-oleh Ella.

“Pergi ama Rio!”

“Siapa tuh? mangsa baru lagi?”

“Enak aja! Emangnya aku ini hewan pemakan laki-laki”

“Sort of!”

“Sialan! aku kenal dia belum lama. Anak baru pindahan dari Bandung ditempatkan dibagian KPR.”

Kakakku Eli sudah bekerja disebuah Bank Swasta yang cukup terkenal, dibagian Customer Service. Wajahnya cantik dan badannya tinggi langsing turunan ibuku. Dia juga pintar dan sangat bersahabat. Tidak heran banyak yang senang berteman dengannya. Aku sendiri punya teman, tapi karena aku agak tertutup maka jumlah temanku tidak terlalu banyak. Tapi aku lebih senang seperti itu. Sedikit teman tapi benar-benar teman sejati.

“Oke thank’s ya! Nanti ku-beliin Bubble Tea deh ,” Kata Kak Eli sambil berlari keluar.

“Ye..Yeah ,” Aku kembali membaca komikku. Tapi belum lama aku penasaran ingin melihat seperti apa wajah cowok yang mengajak kak Eli pergi. Kebetulan kamarku diatas dan jendelanya langsung mengarah ke halaman depan rumah. Kuintip mereka yang sedang membuka pagar. Boleh juga cowoknya. Tinggi dan berkesan seperti seorang profesional muda. Tiba-tiba kak Eli melihatku dan melambaikan tangannya kepadaku. Si Profesional Muda juga memandangku, Aku balas lambaiannya dan kulihat si cowok tersenyum sopan dan mengangguk. Kubalas senyumannya dan kembali melanjutkan keasyikkanku membaca komik.

“Siapa?,” tanya Rio Ke Eli

“Adikku Aya!”

“Heh beda banget ama kamu”

“Jangan gitu! Aku nggak senang kamu ngomong gitu ,” Kata Eli sengit

“Loh aku-kan cuman bilang kamu dan dia beda”

“ Kamu-kan belum kenal dia, berarti kamu tadi menilai dia dari fisik”

“Yah! Habis dari apalagi?”

“Ya Itu yang nggak aku suka, Jangan menilai orang dari luarnya seperti kamu itu ciptaan Tuhan yang paling sempurna luar dalam dan punya hak menilai orang lain!”

“Wah! Kok jadi gini…padahal aku cuma bilang kalian berbeda, Yah sudah…maaf deh! Kita jadi pergi-kan?”

Eli diam menahan kesal lalu mengangguk. Mobil Hyundai milik Rio-pun mulai meninggalkan rumah.

Sekarang Reyhan punya hobi sendiri, setiap hari Senin sampai Jumat dia pasti tidak pernah absen mendengar siaran Nadia. Tidak pernah dia meninggalkan siaran Nadia sedikitpun walaupun pekerjaannya menumpuk. Siaran Nadia kadang lucu, kadang penuh dengan nasihat yang berguna untuk dunia pekerjaannya. Semakin lama Reyhan semakin ingin mengetahui Nadia lebih dekat. Dan malam ini saat yang tepat, Reyhan ingin menelepon ke stasiun Radio Zee. Tapi dia ragu-ragu. Dipandanginya jam diruang kantornya.Baru jam 19.00.

“Sebaiknya dihubungi malam saja sesudah selesai siaran,” Pikirnya sambil membereskan barang-barangnya dimeja.

“Oke! Trims ya Yos! ,” sapaku

“Yo!”

Aku berlalu menuju ruang istirahat mengambil minum dan bersiap untuk pulang kerumah ketika tiba-tiba Emil operator kami memanggilku.

“Nad! Sini cepat! ,” panggilnya penuh semangat. Kuhampiri dia dengan heran.

“Ada apa sih?”

Dia mengangsurkan ganggang telepon kedepan wajahku sambil tersenyum usil.

“Telpon untukmu.katanya dari salah satu penggemar beratmu!”

“Hah?! Penggemar? Orang iseng kali! Si Andi atau Teguh mungkin?”

Emil menggeleng dengan penuh semangat (mahluk satu ini terlalu full of semangat, jadi tingkahnya benar-benar seperti orang udah minum kopi 10 gelas).

“Nggak! Aku kenal banget suara dua orang gila itu biarpun diubah pakai mesin aku pasti tahu. Bukan! Ini jelas-jelas penggemarmu!”

“Cowok-Cewek?”

“Cowok! Dan suaranya nggak tahan booo! kayaknya orangnya gentelemen banget deh.!”

“Ngawur! Suara belum tentu sama dengan kenyataannya!”

“Pokoknya oke deh! buruan nih! Kasian dia nunggu!”

“Ah! Nggak mau! Kalo orang gila dan gua diancam dibunuh gimana?”

“Kamu yang gila! Terlalu banyak nonton film thriller sih! Udah deh terima dulu buruan!”

Dengan sikapnya yang sering maksa Emil memberikan ganggang telepon itu dan memencet tanda hold ditelpon. Aku sudah tidak bisa menghindar lagi. Agak takut sekaligus penasaran aku mencoba berbicara.

“Halo?”

“Halo! Bisa bicara dengan Nadia?” (Benar loh suaranya benar-benar enak, curiga ini orang penyiar juga)

“Iya saya sendiri. Darimana ya?”

“Oh! Nadia ya? Saya Reyhan…saya sering dengar siaranmu……ngg……saranmu bagus juga….... Kamu anak Pisikologi ya?”

“Bukan…?!”

“Ooo…maaf kukira kamu anak psikologi karena saran kamu boleh juga”

“Ngasih saran ke orang itu gampang kok….yang susah menerapkannya!”

“Ya kamu betul!”

Terus kami sama-sama terdiam tidak tahu mau bicara apa. Emil sudah mencoel tanganku sambil menunjuk-nunjuk telepon. Aku melotot kesal memandangnya.

“Maaf kalau saya mengganggu,” kata cowok itu

“Hah! Oh nggak..nggak apa-apa..cuman aku agak kaget saja”

“Kenapa?”

“Masalahnya selama ini belum ada yang benar-benar mengatakan bahwa dia penggemar berat saya”

“kamu-kan penyiar. Pasti dong ada penggemarnya, tidak mungkin tidak”

“Yah! Masalahnya saya penyiar malam, dan jarang yang mendengar lalu menelpon saya sekedar mengatakan dia penggemar saya. Biasanya mereka menulis surat dan mengatakan unek-uneknya disurat itu. Hanya itu saja”

“Itu juga disebut penggemar, walaupun tidak mengatakannya”

“Biasa mereka hanya mengatakan kalau mereka menyukai acara yang saya bawa.Sedangkan kalau ada yang menyebutnya penggemar saya berarti yang dia sukai itu saya dan acara yang saya bawa.”

“Saya menyukai acara yang kamu bawa dan juga kamu sebagai penyiar yang kompeten kok”

“(aku tertawa kecil) Darimana saya bisa disebut kompeten, sedangkan kamu tidak tahu bagaimana kerja saya yang sebenarnya disini.”

“Kompeten dalam arti membawa acaranya”

“Itu berarti kamu Penggemar ACARA saya, bukan Penggemar SAYA”

Aku senang mendengar suara tawanya, enak sekali dan berkesan tanpa beban.

“Sudah saya duga, bicara dengan kamu pasti asyik..ngomong-ngomong sudah jam segini, kamu tidak takut pulang malam-malam? Atau memang tugas sampai pagi?”

“Saya langsung pulang kok. Rumah saya tidak terlalu jauh dari sini”

“Wah! Hati-hati. Cewek pulang malam-malam bisa kenapa-napa!”

“Terima kasih dan tenang saja tidak ada yang niat nyulik saya sih. Masalahnya bakal rugi dia”

“Loh Kenapa?”

“Yah rugi aja…saya makannya banyak sih!”

Dia tertawa lagi. Aku juga jadi ikut tersenyum . kenapa ya cowok satu ini enak diajak ngobrol ? padahal baru juga kenal (Wah!!!jangan-jangan aku ketularan genitnya si Emil nih! Virus satu itu)

“Kalau begitu saya sudahi dulu deh! Biar kamu bisa pulang. Hati-hati aja, mungkin ada orang yang kelebihan beras dan butuh bantuan untuk dihabisin?” katanya bercanda. Aku jadi tertawa geli dan tumbennya tidak ada perasaan sakit hati mendengar kata-katanya itu (Maklum aku orangnya rada sensitive banget).

“Ya…ya… terimakasih…saya juga berdoa semoga ada orang yang sebaik itu!”

Dia tertawa lagi

“Oke deh selamat malam Nadia!”

“Selamat malam dan terima kasih atas perhatiannya Pak Reyhan!”

“Reyhan! Jangan panggil Pak deh! Rasanya umur saya sudah 60 tahun aja”

“Iya…Reyhan…Makasih banget atas perhatiannya”

“Sama-sama. Malam”

“ Malam”

Sewaktu kututup telpon Emil langsung nyerocos nggak karuan.

“Gimana? Benar-kan dia Fans kamu. Dia ngomong apa? siapa namanya? kerja dimana? cakep nggak? kalau dengar suaranya kayaknya dia oke banget! wahhhh Nad….You are so Lucky!”

Pusing juga dengar omongan anak satu ini.

“Aduh!! Loe tuh nanya apa jawab sih? Bingung aku…kayak nggak pernah nerima telepon penggemar aja.Padahal loe sering terima telepon dari penggemar anak-anak lain!”

“Ya! Tapi baru kali ini ada yang nelpon kamu…mana suaranya simpatik banget. Jangan-jangan dia seperti tipe idolamu si Jang Dong Gun atau Bae Yong Jun?”

Anak satu ini tahu aku suka banget nonton film drama korea, dan aku ngefans berat ama dua orang itu. Tapi impian nih anak rada ngaco.Cuman karena yang nelpon aku cowok dengan suara yang aduhai dia langsung nganggap begitu. Gimana kalo ternyata yang nelpon kakek-kakek 70 tahun dan pake suara boongan lewat kaset nah lo….

“Ahhh aku pulang dulu deh. Bareng ama kamu terus bisa bikin aku pusing dan jadi ngelantur.Yuk dah!”

Emil menarik tanganku yang sudah bersiap melangkah pergi.

“Tunggu dulu! Paling tidak kasih tahu namanya”

“Untuk apa sih?”

“Yah..Jadi kalo dia nelpon lagi aku tahu dari siapa langsung aku kasih kamu-kan”

“Tadikan kamu nguping aku ngomong masa nggak dengar aku nyebut dia siapa!”

“Nggak jelas dengarnya. Kamu ngobrolnya mencicit kayak tikus sih…siapa sih nama dia? Kalo nggak salah dengar tadi Rencong ya?”

“Ngaco! Bambu Runcing lagi…!”

“Serius Nad!”

“Rey-Han! Puas!”

“Oooo Reyhan toh! Wow namanya aja bagus, suara bagus, pasti orangnya bagus”

“Ye..ye…aku pulang dulu ya”

“Dehhh..Selamat mimpi indah ya”

Aku melambaikan tangan sambil berlalu. Ampun dah! Masa Cuma ditelpon aja langsung mimpi indah.

Tapi malam itu aku mungkin ketularan penasarannya Emil, aku mimpi adegan film All About Eve dimana Jang Dong Gun Sedang menelpon Lawan Mainnya Chae Rim dengan Mesra tapi dimimpi itu aku yang jadi Chae Rim-nya.Benar-benar mimpi buruk!

Acaraku sudah selesai, dan aku bersiap-siap untuk pulang, ketika Emil yang tiba-tiba memanggilku dengan penuh semangat.

“Ada apa?” tanyaku sambil menghampirinya.

“Tilpun!”

“Dari?”

Emil langsung cengar-cengir dan matanya bersinar menggoda, Jantungku tidak tahu kenapa tahu-tahu langsung berdebar.

“Yong-Gun!”

Benar dugaanku, pasti Reyhan karena baru kemarin Emil menggodaku dengan mengatakan kemungkinan Reyhan Mirip Bae Yong Jun atau Jang Dong Gun. Dengan hati berdebar aku terima telepon yang diberikan Emil yang tersenyum-senyum misterius.

“Halo!”

“Hallo Nad! Masih ingat saya?”

“Reyhan-kan!”

“Hebat! Saya pikir sudah lupa”

“Tidak mungkin. Karena tidak ada yang pernah menelpon saya di sini selain kamu”

“Masa?! Keluargamu juga?”

“Ngapain juga mereka telepon kalo bisa langsung datang”

“Iya..aku lupa kamu tinggal dekat dari situ…teman kamu? Masa nggak pernah nelpon?”

“Sudah malam sih! Biasanya mereka call ke HP”

“Oooo…Maaf kalo aku selalu hubungi kamu malam. Pasalnya aku ngerasa kamu pasti ada kalo aku telepon sehabis siaran. Sori banget kalo mengganggu”

“Nggak…Nggak apa-apa kok. Ada apa?”

“Tidak ada apa-apa. Ingin ngobrol saja.Tidak boleh? Atau kamu sudah mau pulang?”

“Tidak. Belum niat pulang,ada yang mau diselesaikan dulu!”

“Oh! Kalau gitu kamu selesaikan saja dulu, kapan-kapan saya hubungi lagi”

“Eh! Tidak apa lagi…. bukan hal besar kok jadi santai aja lagi”

“Maaf ya”

“Nggak apa-apa”

Terus kita diam seperti orang bego.

“Kemarin…”

“Kamu…”

Kami berbicara berbarengan

“Kamu duluan,” katanya

“Tidak kamu saja…kenapa kemarin?”

“Nggak hanya mau tanya aja, ada yang nawarin beras nggak?”

“Hah?,” aku agak bingung dengan pertanyaannya. Wah jangan-jangan dia rada error nih.

“Kamu bilang kemarin rugi kalau ada yang mau nyulik kamu. Cuman habisin beras aja. Makanya aku nanya kemarin apa ada yang mau minta bantuan kamu habisin beras?”

“Oh itu toh…kupikir apa, Di zaman susah begini? Kalau ada yang punya beras 2 karung saja pasti dia umpetin mana mungkin bela-belain nyulik anak orang untuk bantuin ngabisin beras itu. Mendingan disimpan, terus saat langka dijual dengan harga tinggi-kan!”

“Wah! Kamu ngajarin nggak bener”

“Sori deh. Tapi kenyataannya banyak orang kita yang seperti itu”

“Ups! Sekarang ngomong politik nih”

“Nggak ah! Mendingan berhenti aja. Ngomong politik itu bikin kepala pusing….Eh kamu Politikus?”

“Kenapa? Takut saya penjara?”

“Sort of!”

“Tenang saja! Saya bukan Politikus Kok!”

“Wah!!! Jangan-jangan kamu Lintah darat atau sejenisnya?”

“Ha…ha..ha…Tidak-lah….kerjaan saya berhubungan banget dengan hal-hal penting untuk kehidupan sehari-hari!”

“Banyak kerjaan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari!”

“Yah kamu tebak saja!”

“Bankir!”

“Tetottt….Wrong!”

“Tapi kalo nggak ada uang kita tidak bisa menjalani kehidupan sehari-hari kita-kan?”

“Iya sih…tapi yang pasti bukan itu,” katanya sambil tertawa geli

“Raja Kapal!”

“Sori bukan kembarannya Onasis. Lagian Kapal-kan bukan kehidupan sehari-hari”

“Nggak juga kalo kehidupan para jet set.”

“Yang pasti bukan…ayooo tebak lagi”

“Raja Tahu!”

Dia tertawa ngakak mendengar tebakanku dan aku juga tertawa geli.

“Salah semua.Masa pekerjaan yang umum banget kamu nggak tau sih?”

“Sopir Metro?”

Dia tertawa lagi

“Pekerjaan Umum Bukan Kendaraan umum”

“Oh orang PU?”

“Bukan!”

“Aduh apa sih? Bingung aku”

“I give it the 2nd clue, setiap hari pasti dipake orang satu rumah!”

“Pembantu?,” Kataku dengan nada ragu.

Terdengar tawa terbahak-bahaknya diseberang telpon

“Ngawur!!! Aku bilang diPAKAI setiap hari orang satu rumah.Mengerikan sekali kalo pembantu dipake setiap hari, oleh orang satu rumah lagi ha.ha.ha !,” kami berdua tertawa.

“Jadi apa dong…aku nyerah dah?”

“Payah masa langsung nyerah gitu”

“Ayooo dong…apa sih?”

“oke deh kukasih tahu clue-clue yang lainnya…habis bangun pagi kamu ngapain?”

“Mandi dan sikat gigi”

“Pake?”

“Yah… sabun dan odol dong”

“Nah itu salah satu produk dari perusahaanku selain itu kamu kalo lapar ambil makanan yang keriting terus direbus apa ayo…”

“Mie?”

“Yup 100…perusahaanku juga mengeluarkan produk-produk itu”

“Oh jadi perusahan consumer goods ya? Apa namanya”

“Pernah dengar PT. Amexindo Multi Perkasa?”

“Woahh….tentu dong..perusahaan gabungan Amerika dan Indonesia itu-kan, Salah satu perusaah consumer goods terbesar di Indonesia saingan berat perusahaan (Aku menyebutkan salah satu perusahaan besar di Indonesia). Keluargaku banyak pake produk dari perusahaan itu loh…Masuk untuk kerja juga aku dengar pemilihannya susah ya?”

“Yah lumayan panjang sih testnya”

“Iya temanku pernah melamar kesana tapi gagal. Hebat juga kamu bisa lolos. Kerja dibagian apa?”

Reyhan terdiam sejenak

“Bagian Accounting”

“Wihhh..tiap hari megang uang terus dong”

“Nggak lah…bukan berarti bagian accounting terus pegang uang mulu”

“tapi tiap waktu berurusan ama yang namanya uang-kan,” elak-ku

“Iya sih”

“jabatanmu apa?”

Mendengar pertanyaanku,Reyhan terdiam lagi

“Emangnya ada apa? Kok tahu-tahu nanya jabatan saya?”

Aneh! Aku mendengar nada suaranya yang penuh kecurigaan sekarang.

“Nggak kenapa-napa cuman kamu-kan udah tahu jabatanku disini. Kalau ingin berteman paling tidak kita tahu dong hal umum tentang teman baru kita. Tapi kalau kamu tidak mau kasih tahu juga nggak apa-apa!”

Tidak ada jawaban darinya. Aku jadi nggak enak hati juga.

“Eh maaf loh!Maaf…kalau ada yang tidak kamu suka dari omonganku bilang saja,” aku jadi ketakutan dengan sikap diamnya itu.

Reyhan menarik nafas dan menghembuskannya perlahan

“Tidak apa Nad. Aku kerja sebagai Asisten Manager Accounting disana”

“Oh! Bagus dong. Tapi setiap hari berkutat dengan angka Ya…kalau aku mah sudah pusing ?,”Kataku mencoba berbicara biasa saja dengan dia.

“Yah begitulah”

Terus kami berdiam diri lagi. Benar-benar suasana yang tidak nyaman aku jadi tidak enak hati

“Sudah Malam kamu ada yang harus diselesaikan-kan? Maaf aku mengganggu terus”

“Tidak apa-apa kok”

“Oke Selamat Malam”

“Rey!”

“Ya?”

aduh! Lidahku kok jadi kelu begini ya?

“Ma..maaf kalo aku menyinggung kamu.Aku benar-benar nggak ada maksud apa-apa kok…”

“Nad, Tidak apa-apa kok. Aku sama sekali tidak marah kok. Sudah ya, Hati-hati dijalan,” katanya lembut.

“Ya,” jawabku lesu

Sewaktu telpon ditutup Emil memandangku dengan wajah penuh tanda-tanya. Aku hanya tersenyum lesu, mengangkat bahu dan berlalu. Oke! Aku sudah merusak hubungan persahabatan yang cukup baik dengan cowok yang kayaknya baik hanya karena lidahku yang menyebalkan ini.Ulu hatiku terasa seperti ditusuk jarum. Kayaknya aku harus makan lebih banyak malam ini untuk menghilangkan rasa sakit ini.

Reyhan sama sekali tidak marah pada Nadia. Hanya dia selalu berhati-hati menyebutkan jabatannya dikantor, kepada orang yang belum lama dikenalnya. Sudah sering Reyhan bertemu orang terutama wanita yang langsung merasa perlu lengket kepadanya setelah tahu siapa dia sebenarnya. Walaupun bukan sebagai someone specialnya, minimal menjadi temannya pasti tidak akan rugi karena berbagai macam fasilitas miliknya bisa dimanfaatkan.

Dia juga tahu diumurnya yang sudah kepala tiga ini banyak ibu-ibu yang mencoba menjodohkan anak gadis mereka dengannya karena mereka tahu masa depan putri dan cucu mereka akan terjamin. Reyhan benci sekali kalau ada pertemuan ibu-ibu dirumah orang tuanya. Sebisa mungkin dia menghindar dari acara tersebut. Ibunya sendiri bukannya tidak menyuruhnya mencari pasangan hidup. Tapi beliau tidak pernah memaksakan kehendaknya itu pada anak satu-satunya yang memang lebih senang bekerja daripada mencari jodoh itu.

Reyhan menyukai Nadia. Berbicara dengan Nadia sangat menyenangkan dan menambah semangatnya. Dia tahu Nadia bisa menjadi teman yang menyenangkan.Tapi dia tidak ingin persahabatan itu didasari atas kepentingan dan keinginan tertentu. Itulah sebabnya dia mengatakan posisinya sebagai Asisten Manager bagian Accounting dan bukannya Direktur Utama diperusahaannya. Sebenarnya didasar hati Reyhan yang terdalam, dia tahu Nadia tidak seperti wanita-wanita lainnya. Reyhan ingin membuktikannya.



1st Chapter by R. Shinta H.

No comments: