Wednesday, July 8, 2009

I Hate My Twin

Kriiiiiiiiiiiing!!! Jam beker di samping tempat tidur Fina berbunyi pada pukul 06.30. Tangan Fina berusaha menggapainya dan mematikannya. Oahm…Fina menguap sambil menggeliat. Ia membuka matanya dan memandang jam yang ada di hadapannya.

“Hah?! Setengah tujuh??”teriaknya.

Ia langsung berdiri dan berlari ke kamar mandi. Beberapa saat kemudian ia keluar lagi, menyambar handuk di samping kamar mandi dan masuk lagi. Terdengar suara air diguyurkan ke tubuhnya dengan tergesa-gesa. 5 menit kemudian, ia sudah membuka lemarinya dan mencari-cari seragamnya. Setelah menemukannya, ia langsung memakainya. Ia menyisir rambutnya dengan asal, mengucir rambut panjangnya dengan karet rambut, menyemprotkan parfum ke tubuhnya dengan cepat, menyambar tasnya dan bergegas keluar kamar menuju ruang makan yang terletak di lantai bawah.

“Kok baru turun, Fin? Kamu kesiangan, ya?”tanya mamanya yang tampaknya sudah siap berangkat kerja.

“Mama kok nggak bangunin aku, sih?”Fina balik bertanya.

“Mama kira kamu udah bangun, soalnya tadi kamar kamu udah terang.”jawab mama.

“Terang? Dari tadi aku nggak nyalain lampu, kok.”jawab Fina sambil memakai sepatu dengan tergesa-gesa. Selesai memakai sepatu, Fina langsung meminum segelas susu yang ada di meja makan. Tampak gelas-gelas yang lain sudah kosong.

“Kamu nggak sarapan?” tanya mamanya.

“Nggak sempet. Fina berangkat, ya.” Fina mencium tangan mamanya dan berlari keluar.

“Pak Udin, ayo berangkat.” Pak Udin, sopir keluarga Fina langsung menuju mobil dan menstarternya.

“Pak, ngebut, ya, soalnya udah siang, nih!” pinta Fina.

“Wah, kalo udah siang, jalannya rame, jadi nggak bisa ngebut.”jawab Pak Udin.

“Ya udah, pokoknya cepetan deh, Pak!” Mobil itupun meninggalkan rumah Fina.

***

“Fin, tadi lo kok telat, sih?”tanya Arnes, sahabat Fina.

“Iya, biasanya lo kan dateng pagi.”Shanny menimpali.

“Gue kesiangan gara-gara semalem bikin makalah B.Indo.”jawab Fina sambil melahap semangkok bakso.

“Emang lo tidur jam berapa?” tanya Arnes lagi.

“Jam 12. Tapi anehnya jam beker gue bunyi jam setengah tujuh, padahal udah gue setel jam lima.”terang Fina.

“ Mungkin lo salah liat, kan elo udah ngantuk.”

“Nggak mungkin, gue yakin kok udah bener nyetelnya.” Bela Fina.

“Trus kata mama tadi pagi lampu kamar gue udah nyala, padahal kan gue belum bangun.”lanjut Fina.

“Hm…gue tahu sekarang.”tiba-tiba Fina bersuara lagi.

“Tahu apa?” Shanny bingung dengan kata-kata Fina.

“ Gue tahu siapa yang nglakuin ini.”

“Siapa?” tanya Shanny dan Arnes berbarengan.

“Arjuna.”

“Arjuna lagi…Arjuna lagi…” Arnes seakan sudah bosan mendengarnya.

“Kenapa sih lo sama dia nggak pernah akur?” tanya Shanny.

“Dia tu asli nyebelin banget.”jawab Fina.

“Trus lo bakal ngebales dia?” Arnes sudah hafal kelanjutan kisah ini.

“Ya jelas, dong! Gara-gara dia, gue jadi dihukum guru piket tadi pagi. Liat aja nanti, awas lo Arjuna!” kata Fina berapi-api.

“Apa yang mau lo lakuin?” Shanny penasaran.

“Gue juga belum tahu. Kalian ada ide nggak?” Fina bertanya sambil memandang 2 orang yang ada di hadapannya secara bergantian.

“Kenapa,sih lo nggak baikan aja sama dia?” Arnes masih berharap Fina baikan sama kembarannya.

“Apa? Baikan? Maksud lo gue maafin dia tanpa ngebales perbuatannya?”

“Emang awalnya butuh sedikit pengorbanan, tapi ntar kalo lo ama dia udah baikan, lo pasti nggak bakalan nyesel udah berkorban demi dia.” Kata Arnes bijak.

“ Nggak. Gue nggak bakalan mau maafin dia. Harusnya dia yang minta maaf duluan. Tapi gue yakin dia nggak bakalan mau nglakuin itu.” Fina sudah menghabiskan bakso dan es jeruknya.

“Balik ke kelas, yuk!” ajak Shanny.

***

“Seperti yang ibu bilang minggu lalu, hari ini kalian harus mengumpulkan makalah kalian. Silakan kalian letakkan makalah kalian di meja masing-masing, dan ibu akan mengambilnya.” Bu Indah, guru Bahasa Indonesia sudah siap mengambil makalah murid-muridnya. Anak-anak mulai sibuk mengambil makalah mereka dari dalam tas dan meletakkannya di atas meja.

“Nes, gawat!” kata Fina sambil mengacak-acak isi tasnya.

“Kenapa, Fin?” tanya Arnes yang duduk di sebelahnya.

“Makalah gue…” Fina mulai panik.

“Makalah lo kenapa?” tanya Arnes lagi.

“Makalah gue nggak ada. Di laci juga nggak ada. Aduh, gimana, nih? Mampus gue!”

“Masa, sih? Coba lo cari sekali lagi, mungkin keselip di buku.” Arnes berusaha membantu.

“Nggak ada. Gue yakin tadi malem makalah gue udah gue masukin ke tas.”

“Mana makalah kamu?” tanya Bu Indah yang sudah berdiri di samping Fina.

“Mm…anu…Bu…ketinggalan.” Jawab Fina. Anak-anak lain mengarahkan pandangannya pada Fina. Mereka tahu, kalau sudah begini, Fina sudah tak punya kesempatan lagi. Bu Indah memang tegas, kalau ada murid yang tidak mengumpulkan tugas, maka ia harus keluar dan mengerjakannya di luar.

“Ya sudah, bawa bukumu, kerjakan makalahnya di luar,nanti saat jam pelajaran saya habis, kamu kumpulkan makalah kamu.” Perintah Bu Indah. Fina hanya mengangguk dan segera keluar.

***

Duk! Fina berjalan menuju perpustakaan sambil menendangi kerikil yang ditemuinya. Dan kerikil itu mengenai sepatu anak lain yang berpapasan dengannya. Fina mengangkat wajahnya dan melihat siapa anak itu. Arjuna! Ia langsung menariknya ke halaman belakang sekolah yang lumayan sepi.

“Lo kan yang bikin gue telat? Lo yang ngambil makalah gue, kan?” semprot Fina.

“Iya. Kenapa?” jawab Arjuana dengan santainya.

“Mana? Balikin makalah gue!” bentaknya.

“Sori. Lo terlambat.”

“Maksud lo?”

“Udah gue kumpulin.”

“Jadi, lo make tugas gue buat lo kumpulin sebagai tugas lo? Kurang ajar lo, ya!” Fina meninju muka Arjuna hingga bibirnya berdarah.

“Lo pikir itu salah gue? Itu salah lo sendiri!” bentak Arjuna. Ia mengelap darahnya dengan tangannya.

“Lo udah bikin Anya mutusin gue!”

“Jadi lo nyalahin gue? Itu salah cewek lo sendiri! Ngapain dia percaya sama gosip gue.” Bela Fina.

PLAK! Tamparan keras Arjuna mendarat di pipi Fina yang kini memerah. Fina memegangi pipinya yang terasa perih.

“Lo mesti bantuin gue bikin makalah!” ucapnya kemudian.

“Sori. Gue nggak mau. Bikin aja sendiri!” Arjuna pergi meninggalkan Fina yang masih terpaku. Tak ada pilihan lain, Fina kembali menuju perpustakaan dan mengerjakan makalahnya.

***

Teeet!! Teeet!! Bel pulang berbunyi. Anak- anak bersorak dan mengemasi barang- barang mereka.

“Gue bener- bener dendam sama Arjuna. Tadi gue ketemu dia pas mau ngerjain makalah di perpus.” Kata Fina pada Arnes dan Shanny.

“Trus?” Shanny penasaran kelanjutan cerita Fina.

“Gue tonjok dia.”

“Dia diem aja?”

“Dia nampar gue.”

“Trus apa rencana lo selanjutnya?”

“Gue bakal rebus dia hidup- hidup!”

“Serius lo?”

“Serius dong!”

Mereka berjalan keluar kelas dan pulang.

***

Kriiiinggg!! Jam beker Fina berbunyi. Kali ini pada pukul 04.30. Fina segera mematikannya. Ia memang sudah merencanakan hal ini sebelumnya. Ia segwera bangun dan berjalan keluar kamarnya. Dengan mengendap- endap, ia memasuki kamar Arjuna dan pelan- pelan membuka lemari pakaiannya. Ia segera mengambil seragam Arjuna dan keluar dari kamar Arjuna. Senyuman kemenangan tersungging di bibirnya.

Pukul 06.10 Fina sudah siap di meja makan. Sementara Arjuna masih belum terlihat batang hidungnya. Arsenna, kakak Fina juga sudah siap.

“Kok Arjuna belum turun?” tanya mama.

“Tau, masih tidur kali!” jawab Fina asal.

“Ma, tahu seragamku nggak?” tiba- tiba Arjuna muncul masih dengan kaos oblongnya.

“Lho, ya di lemari kamu, dong.” Jawab mama.

“Nggak ada tu, ma.” Kata Arjuna.

“Nggak ada?” ulang mama.

“Pasti lo yang nyembunyiin, ya, Fin?” tuduh Arjuna.

“O, iya! Gue tadi masukin seragam lo ke mesin cuci, abis gue kirain baju kotor, sih.” Jawab Fina seolah dia tidak sengaja melakukannya.

“Apa?!” Arjuna langsung berlari ke mesin cuci di dekat dapur.

“Yah… Seragam gue basah, deh.” Arjuna menatap seragamnya yang sudah terkena busa sabun.
“Ya udah, kamu pake seragam lain aja.” Usul mamanya.

“Nggak bisa, ma, hari ini aku jadi petugas upacara.” Kata Arjuna putus asa.

“Kalo kamu tetep mau pake seragam ini, kemungkinan kamu telat. Soalnya seragam ini harus dicuci dulu, trus dikeringin, baru disetrika. Itu aja belum tentu bener- bener kering.” Jelas mamanya.

“Ma, aku sama Mas Sena berangkat dulu, ya.” Tiba- tiba Fina muncul diikuti Arsena. Mereka mencium tangan mama.

“Hati- hati, ya.” Pesan mama.

Ada apa dengan cinta… Perbedaan aku dan engkau biar menjadi bait puisi cinta terindah…

Terdengar HP Arjuna berbunyi dari kamarnya. Ia langsung berlari menuju kamarnya di lantai atas.

“Halo..” Kata Arjuna setelah menekan tombol OK di Hpnya.

“Lo dimana? Kok belum nyampe sih, kita kan mesti berangkat pagi buat persiapan.” Ternyata Dimas yang menelepon.

“Sori. Gue masih di rumah.”

“Apa? Masih di rumah? Ini udah jam berapa?” ujar Dimas kesal.

“Seragam gue lagi dicuci.”

“What?! Lo gimana sih, Masa ga disiapin dari kemaren??”

“Sori. Ini bukan salah gue. Ini gara- gara Fina, dia yang masukin seragam gue ke mesin cuci.” Arjuna membela diri.

“Trus sekarang gimana? Lo bisa dipanggang sama Pak Dudi!”

“Ya udah, cariin orang buat gantiin gue, ya. Siapa,kek. Fahmi aja! Kemaren dia juga jadi pemimpin upacara, kan?” Arjuna mencoba memberi solusi.

“Ya udah, ntar gue usahain.”

“Thanks, ya!”

“Sama- sama. Bye!”

Arjuna meletakkan kembali Hpnya di atas meja belajarnya. Ia kembali ke bawah.

“Arjuna, mama berangkat dulu, ya. Udah siang, ntar telat kalo nungguin kamu. Kamu bisa nyetrika sendiri, kan?” kata mamanya yang sudah bersiap mengeluarkan mobil dari garasi.

“Ya udah, mama berangkat aja.” Jawab Arjuna.

Sepeninggal mamanya, Arjuna menyetrika seragamnya yang masih setengah basah sambil merencanakan pembalasan dendamnya pada Fina.

Pukul 07.15 Arjuna sudah siap berangkat. Ia mengambil kunci motornya dan menuju garasi. Namun, ia terkejut ketika mendapati ban motornya gembes. Dua- duanya lagi!

“Sialan!” umpatnya. Terpaksa ia menuntun motornya menuju bengkel terdekat. Untung aja bengkelnya udah buka dan masih sepi.

“Wah, kenapa lagi nih, mas? Gembes kok dua- duanya?” komentar sang penjaga bengkel. Ia memang sudah cukup sering didatangi Arjuna kalau motornya kena masalah.

“Iya, nih, berantem lagi sama Fina.” Jawab Arjuna.

Penjaga bengkel hanya geleng- geleng kepala mendengarnya. Arjuna memang sudah pernah bercerita tentang dirinya dan kembarannya yang nggak pernah akur sejak kecil.

Satu jam kemudian Arjuna baru bisa meninggalkan bengkel itu menuju sekolahnya.

Sesampainya di sekolah, ia langsung memarkir motornya dan menuju kelasnya. Untung aja, Bu Rima, guru matematikanya yang terkenal killer banget udah cabut dari kelasnya, jadi sekarang di kelasnya nggak ada gurunya.

“Woi! Kemana aja,lo, jam segini baru nongol, lo sengaja mbolos pelajarannya Bu Rima, ya? Pasti lo belum ngerjain PR!” Farel langsung menyambutnya begitu melihat Arjuna meletakkan tasnya di sampingnya.

“Enak aja! Gue udah ngerjain PR, tau!” bela Arjuna.

“Trus kenapa tadi lo mbolos?” tanya Farel lagi.

“Ini semua gara- gara Fina. Dia masukin seragam gue ke mesin cuci, udah gitu, ban motor gue digembesin. Dua- duanya lagi!” Arjuna menjelaskan mengapa dia baru dateng.

“Oo…” Farel ber-o ria.

“Jun! Payah,lo baru dateng! Lo belum tau, kan, di sekolah kita ini ada murid baru.” Radit menghampiri meja Arjuna sambil ngasih info.

“Kelas berapa?” Arjuna penasaran.

“Kelas 2, sama kayak kita, kalo ga salah, sih, dia masuk di kelas 2 IPA-5.” Terang Radit.

“Kelas 2 IPA-5? Brarti sekelas sama Fina, dong!” Arjuna menyimpulkan.

“O, iya, ya. Bener juga, Fina kan kelas 2 IPA-5.” Tampak Radit senyum-senyum sendiri.

“Kenapa emangnya kalo Fina kelas 2 IPA-5?”

“Enggak, enggak pa-pa. Jun, lo nggak pengen baikan sama Fina?”

“What? Baikan? Yang bener aja, dia udah bikin gue telat kayak gini, gue ajak baikan?”

“Yah, kita kan bisa peralat dia, dia kan sekelas sama Dira. Kita bisa minta kenalin sama Dira.”

“Dira? Siapa?”

“Ya anak baru itu, namanya Dira. Wuih, cantik banget, man! Udah putih, tinggi, keren, body-nya oke, wah, gue jadi ngiler!”

“Yang bener lo? Masa iya, di sekolah kita ini ada cewek kayak gitu? Gue jadi penasaran.”

“Emang bener, kok. Tanya aja Farel. Farel, Si Dira itu cantik banget, kan?” Radit menanyai Farel.

“Iya, lo belum liat, kan? Tadi waktu dia diperkenalin pas upacara, gue pikir ada acara apa, kok pake ngundang artis segala, ternyata dia anak baru.” Jelas Farel.

Perbincangan mereka terhenti karena Pak Budi, guru fisika mereka sudah datang.

***

Saat istirahat, Arjuna, Farel, dan Radit sengaja lewat kelas 2 IPA-5 karena Arjuna pengen liat yang namanya Dira.

“Mana,ya? Apa dia lagi di kantin?” Farel mencari-cari sosok Dira, tapi tak menemukannya.

Tiba-tiba muncul 2 orang dari arah yang berlawanan dengan mereka. Mereka terpana melihatnya. Mereka terus menatapnya sampai 2 orang itu menghilang di balik pintu kelas 2 IPA-5.

“Itu, tuh, yang namanya Dira. Keren, kan?” Radit yang pertama kali buka mulut.

“Wah, kalian bener, dia cantik banget.” Komentar Arjuna.

“Ternyata secepat itu, ya, mereka bisa akrab.” Farel tiba-tiba nyeletuk.

“Maksud lo?” Radit tak mengerti.

“Fina dan Dira. Tadi kalian liat, kan, mereka jalan bareng,brarti ntar pulang sekolah kita main ke rumah Arjuna.” Farel berusaha menjelaskan tapi yang lain malah tambah bingung.

“Apa hubungannya? Gue nggak ngerti.” Tanya Arjuna.

“Ya, kita rayu Fina biar mo ngenalin Dira sama kita,dong.”

“Eh, gue punya ide.” Ujar Radit.

“Apa?” tanya Arjuna dan Farel.

“Kita omongin di kantin aja, ya?” Mereka pun menuju kantin.

Sesampainya di kantin…

“Apa ide lo tadi, Dit?” tanya Farel.

“Gimana kalo kita taruhan, siapa di antara kita yang bisa ndapetin Dira, dia yang menang. Nah, yang kalah mesti ntraktir yang menang, gimana?”

Arjuna dan Farel tampak berpikir sejenak.

“Mm… boleh juga,tuh.” Akhirnya mereka setuju.

***

Pulang sekolah, Farel dan Radit main ke rumah Arjuna. Sesampainya di rumah Arjuna, ternyata Fina juga baru pulang, dan ternyata dia juga sama temen-temennya, Arnes dan Shanny. Wah, bakalan rame nih, kayaknya.

“Jun, liat, deh, Fina bawa temen, tuh. Jangan-jangan sama Dira juga.” Radit melihat Fina dan 2 temennya menuju pintu masuk.

“Wah, kalo itu, sih, Arnes sama Shanny, mereka udah bisa maen kesini.” Komentar Arjuna.

“Eh, ada kalian juga,to?” Fina agak kaget melihat Farel dan Radit duduk di ruang tamu.

“Kenapa? Emang cuma temen lo doang, yang boleh maen?” tanya Arjuna ketus.

“Cuma gitu aja, marah, sensi banget, sih!”

“Ya udah, sana buruan masuk!” Arjuna mengisyaratkan Fina agar segera masuk.

“Eh, tunggu dulu, kalian disini aja, nggak pa-pa, kok. Ya, kan, Jun?” Radit mengedipkan sebelah matanya pada Arjuna.

“Iya, kalian disini aja, nemenin kita.” rayu Farel.

Arnes dan Shanny saling pandang.

“Pasti kalian ada maunya, iya, kan?” Arnes menebak.

“I..iya, sih, nggak pa-pa kan bantuin temen?”jawab Radit jujur. Farel langsung menyenggol lengan Radit.

“Apa-apaan, sih, lo?”

“Nggak pa-pa, kan, ntar mereka juga tau.” Bela Radit.

“Udah, kalian nggak usah berantem. Emang kalian pengen kita mbantuin apa?” Shanny melerai Farel dan Radit.

“Makanya, duduk sini, dong!”

Akhirnya mereka duduk di depan Farel dan Radit. Sementara Fina masuk ke dalam mbikinin minuman.

“Nes, lo udah kenalan sama Dira?” tanya Radit.

“Udah.” Jawabnya pendek.

“Gimana anaknya?” tanyanya lagi.

“Mm.. gimana, ya? Orang baru sehari kenalan, ya, belum tau sifat aslinya kayak gimana, tapi dia baik, kok.” Terang Arnes.

“Tapi ada gosip nggak sedap tentang dia.” Timpal Shanny.

“Gosip apaan?” Farel langsung semangat.

“Katanya dia dikeluarin dari sekolahnya gara-gara ketauan make, trus pindah kesini.” Terang Shanny.

“Make? Maksudnya make Narkoba?” tanya radit dengan polosnya.

“Ya, iyalah, emang make apa? Tapi mungkin juga, lho, dia kan anak orang kaya, mungkin dia terjerumus pergaulan nggak bener.” komentar Farel.

Tak berapa lama kemudian, Fina muncul dengan membawa 3 gelas minuman.

“Lho, Fin, kok cuma 3? Buat kita mana?” protes Farel.

“Iya, kita kan juga haus.” Radit ikut-ikutan.

“Kalian kan tamunya Arjuna, ya minta sama Arjuna, dong!” jawab Fina.

“Galak banget, sih. Jun, haus, nih.”

“Iya, bentar.” Arjuna masuk ke dalam.

“Trus, mau kalian apa?” tanya Shanny.

“Kita pengen dikenalin sama Dira.” Jawab Radit.

“Usaha,dong. Masa cuma ngandalin temen?” kata Fina.

“Ya, ini kita lagi usaha, Fin.”

“Gimana? Mau nggak?” Arnes berunding dengan Shanny.

“Tapi ada imbalannya nggak?” tanya Shanny.

“Gimana, Dit, ada imbalannya nggak?” tanya Farel.

“Oke, kalian mau apa?” tanya Radit.

“Mm…apa,ya? Ya, ntar, deh, kita pikirin.” Jawab Shanny.

“Jadi, kalian mau ngenalin kita sama Dira?” Farel memastikan.

“Kapan kalian punya waktu?” tanya Arnes.

“Kapan aja, kita punya waktu.” Jawab Farel yakin.

“Brarti kita tinggal nanyain Dira, kapan dia punya waktu.” Kata Arnes.

“O,iya, no. HP kalian berapa? Biar gampang kalo mau nghubungin.” Tanya Shanny. Mereka pun bertukar nomer HP.

Tak lama, Arjuna muncul dengan 3 gelas minuman.
Align Center
“By the way, kalian pada laper nggak,sih?” tanya Fina.

“Ya laper,lah.” Jawab yang lain.

“Ya udah, kita makan dulu,yuk!” ajak Fina. Mereka pun makan siang bareng di ruang makan rumah Fina.

***

Selesai makan, mereka nonton film di ruang keluarga. Lagi asyik- asyiknya nonton, tiba- tiba terdengar deru motor dari depan rumah. Ternyata Arsenna baru pulang. Tapi, sama siapa, ya, kok sama cewek?

“kamu tunggu dulu di sini,ya, aku ambilin obat.” Sena masuk, mencari- cari obat merah dan perban di kotak P3K.

“Siapa yang luar, mas?” tanya Fina.

“Itu, cewek yang hampir kesrempet motorku, untung aja, cuma lecet- lecet.” Terang Sena.

“Oo…”

Tapi, Fina penasaran, siapa, sih cewek itu? Dia pun mengintipnya dari balik tembok ruang keluarga. Hah, nggak salah liat, nih, itu, kan… Dira.

“Hayo, ngintipin siapa?” tiba- tiba Arnes muncul di belakangnya.

“Nes, itu Dira, kan?”

“Mana?” Arnes ikut mengintip.“Kok dia ada di sini? Trus kok dia sama Mas Sena?”

“Kata Mas Sena, itu cewek yang tadi hampir kesrempet motornya Mas Sena.” Terang Fina.

“Kalian berdua lagi ngapain, sih, di situ?” tanya Radit.

Sebelum sempat dijawab, Radit udah ikutan ngintip dan ia mengumumkan hal itu pada teman- temannya.

“Eh, liat, deh, itu Dira!” Otomatis Shanny, Farel, dan juga Arjuna ikutan ngintip dari balik tembok.

“O,ya kamu mau minum apa?” Sena menawari minuman pada Dira.

“Nggak usah. Nggak usah repot- repot.” Jawabnya.

“Nggak pa-pa, kamu pasti haus, kan, panas- panas gini, aku bikinin es jus aja, ya?” tawar Sena.

“Nggak usah. Aku jadi nggak enak, udah ngrepotin kamu gini.”

“Ya udah, kamu tunggu dulu, ya.” Arsena masuk.

Mereka berenam langsung pura-pura nonton film lagi.

“Kalian kenapa,sih? Belum pernah liat cewek cakep?” Sena tau dari tadi mereka ngintip dari balik tembok.

“Kita udah pernah liat dia, kok. Dia Dira, kan?” ujar Radit.

“Lho,kok, kamu tau?” tanya Sena.

“Iya, dia kan temen sekolah kita.” Terang Radit.

“Jadi dia temen sekolah kalian, to? Ya udah, kenapa Cuma ngintipin gitu, kalian keluar aja. Aku mau bikinin minum buat dia dulu.” Sena menuju dapur.

“Gimana, kita keluar nggak?”tanya Radit.

“Katanya pengen kenalan, ya udah sana, mumpung ada kesempatan.” Fina menyarankan.

“Lo dulu aja, Fin, yang keluar, lo kan udah kenal.” Kata Radit Akhirnya Fina keluar diikuti teman - temannya.

“Lho, kalian kok ada di sini?” tanya Dira kebingungan.

“Iya, ini rumah gue. Mas Sena itu kakak gue. O, ya, kebetulan temen- temen lagi pada maen kesini. Kenalin, ini Radit, Farel sama Arjuna.” Fina memperkenalkan mereka bertiga.

“Nah, gitu, dong. Masa cuma ngintipin dari dalem.” Mas Sena muncul sambil membawa segelas es jus.

“Yah, Mas Sena tu gimana, sih, masa yang dibikinin cuma Dira, buat kita mana?” protes Farel.

“Kalian buat sendiri,ya.” Jawabnya.

“Ya udah, aku bikinin es jus buat kalian, ya.” Fina menuju dapur.

Setelah puas ngobrol- ngobrol, Dira pamit pulang.

“Mm… kayaknya gue mesti pulang, nih, udah sore.”

“Kalo gitu, aku anterin, ya.” Kata Arsena.

“Nggak usah, aku pulang naik taksi aja.” Tolaknya.

“Naik taksi mahal, mendingan gue anterin.” Sena tetep nggak nyerah. Akhirnya, luluh juga si Dira, dia pulang dianterin Arsena. Sementara temen- temen yang lain juga pada pamit pulang.

***

Sesampainya di rumah Dira

“Makasih,ya, udah nganterin pulang. Mau masuk dulu?” tawar Dira.

“Boleh.”

Mereka pun masuk ke rumah Dira.

“Mau minum apa?” tanya Dira.

“Apa aja,deh.” Jawab Sena.

“Bentar, ya.”

Selagi Dira sibuk bikin minuman, Sena memperhatikan barang- barang di ruang tamu. Di dinding ada foto keluarga Dira, tampak kedua orang tuanya, 2 anak laki- laki yang tampaknya merupakan anak sulung dan anak kedua, 1 anak perempuan, dan yang paling kecil, anak perempuan yang wajahnya mirip Dira.

Tak lama kemudian muncul Dira sambil membawa segelas minuman.

“Ini minumannya diminum dulu.”

“Makasih.” Sena meneguk minumannya.

“Eh, kamu anak bungsu,ya?” tanya Sena.

“Iya, kok tahu?”

Sena menunjuk foto di belakang Dira. “Itu kamu, kan?”

Dira menengok ke belakang. “Kok kamu bisa ngenalin wajahku, sih, padahal itu, kan waktu aku masih kecil, kalo nggak salah kelas 2 SD.”

“Ya, kan mirip sama kamu.”

“Ya, iya, lah, itu, kan , emang aku.”

“Brarti, enak dong. Anak bungsu, kan biasanya paling disayang, paling dimanja.” Komentar Sena.

“Nggak juga, tuh.” Dira menyangkal.

“Mm… orang tua kamu belum pulang, kan?” tanya Sena.

“Mm… mereka nggak tinggal di sini.”

“Lho, trus tinggal dimana?”

“Mereka sekarang di luar negri.”

“O.. Trus kamu di sini tinggal sama siapa?’

“Sama Mas Fedi, kakak aku yang nomer tiga.”

Tiba- tiba terdengar suara deru motor. Ternyata, kakak Dira baru pulang dari kampus.
“O…itu kakakku.” Terang Dira.

Setelah kakak Dira masuk, Dira memperkenalkannya pada Sena.

“Sini bentar, Mas!” panggilnya.

“Kenalin, ini, Sena. Sena, ini kakakku, Mas Fedi.”

Mereka berdua berjabat tangan dan menyebutkan nama masing- masing.

“Mm… aku ke dalem dulu,ya.” Fedi msuk ke dalem.

“Mm… gue pulang dulu, ya.” Sena pamitan.

“Lho, kakakku dateng, malah pulang, Nggak pa-pa, kok.”

“Nggak, aku emang udah mau pulang, kok, udah sore.”

“O, ya udah ati- ati, ya.”

Sena segera keluar dan mengendarai motornya.

***

“Fin, lo duduk ama gue aja,ya.” Pinta Vega.

“Lho, kenapa? Nggak ada ulangan, kan hari ini?” jawab Fina, sedikit heran karena Vega jarang memintanya duduk dengannya.

“Gue nggak mau duduk ama Dira, mumpung dia belom dateng, soalnya anak laen udah pada punya pasangan duduk. Mau, ya, Fin?”

“Oke, deh. Tapi, kenapa emangnya lo nggak mau duduk ama Dira?”

“Ih, amit- amit. Dia kan pemake, ntar kalo dia ngasih kita macem-macem gimana? Lagian, anak- anak laen juga ga ada yang mau sama dia, ntar kalo gue duduk ama dia, dikirain gue temenan ama dia, trus temen- temen pada ngejauhin gue, gue kan nggak mau.” Jelas Vega panjang lebar.

Tak berapa lama kemudian, Dira dateng. Ia tampak kebingungan mencari tempat duduk yang masih kosong.

Tapi anak- anak lain tak ada yang memedulikannya, tak ada yang repot- repot membantunya, padahal mereka tahu satu- satunya kursi yang masih kosong terletak di pojok belakang sendiri.

Akhirnya Dira berhasil menemukan kursi itu tepat saat guru kimia mereka memasuki kelas. Tampak beberapa anak berbisik- bisik. Apalagi yang mereka bicarakan kalo bukan Dira. Dira memang sudah menjadi buah bibir sejak pertama kali menginjakkan kakinya di sekolah itu.

Saat jam pelajaran ke-3…

“Permisi, pak, bisa bertemu dengan Dira?” seorang guru piket memecah kesunyian kelas karena murid-murid sedang mengerjakan soal-soal.

Semua mata tertuju pada Dira yang berjalan menuju pintu. Semua anak langsung ribut saat melihat siapa yang bersama guru piket itu. Orang yang ingin menemui Dira seorang polisi.

Polisi itu tampak bercakap-cakap dengan Dira, tapi tak lama, setelah itu polisi itu pergi dan Dira kembali ke temapt duduknya di pojok ruangan.

***

1st Chapter oleh Syefi Nuraeni Fitriana

No comments: