Aura-Aura Mata
Malam hari tanggal 21 Mei 2008 di kota Surabaya, bintang-bintang terlihat berkilauan, malam ini cerah sekali mendung tak tampak meskipun saat ini sudah keluar dari musim hujan namun hampir setiap malam ada awan mendung dan petir berkeliaran di atmosfer. Malam ini ada open air yang mendatangkan grup band kelas nasional ke GOR Kertajaya oleh OSIS di sekolahku. Bosan dengan irama musik yang membuat telinga berdengung-dengung kencang, aku mencoba keluar mencari udara malam yang segar. Kulihat seluruh cakrawala yang bisa aku pandang sekarang. Tak kusangka kudapati sesosok wanita yang rupawan berpakaian warna kuning dengan celana jeans warna coklat susu, memandang lurus ke atas dan melamun, pikirannya telah terbang kesana kemari dengan ditemani bintang-bintang yang berkilau diatas sana, aku hampiri gadis tersebut, lalu bertanya.
“Nggak masuk? Kalau disini terus bisa masuk angin?”
“Males ah…, canggung. Kau sedang apa disini?”
“Capek didalam trus, telingaku juga berdengung.”
“Ooh..perbedaan tekanan sebelum kau masuk ke dalam yang kerapatannya rendah, tiba-tiba berubah tekanan dalamnya akibat gaya bunyi dengan frekuensi suara yang tinggi, menyebabkan tekanan mula-mula berubah drastis menjadi lebih tinggi. Itulah yang menyebabkan telingamu berdengung.”
(kagum) “……Kau sedang apa?”
(bergumam) “….mengkhayal…”
“Tentang…?”
“Aku tidak tahu.”
“Terus…?”
“Entahlah, aku hanya ingin melamun saja. Tapi aku sesekali berpikir, andai saja kalau aku kehilangan mataku saat ini, atau kapan pun, aku pasti tidak akan bisa melihat bintang-bintang ini.”
“Mata..? Memangnya pengelihatanmu bermasalah?”
“Mungkin…”
“Entahlah, aku hanya ingin melamun saja. Tapi aku sesekali berpikir, andai saja kalau aku kehilangan mataku saat ini, atau kapan pun, aku pasti tidak akan bisa melihat bintang-bintang ini.”
“Mata..? Memangnya pengelihatanmu bermasalah?”
“Mungkin…”
Aku pun melihat keatas, berusaha bergabung dengan pikiran gadis tersebut yang sedang berada pada suatu tempat yang tidak menentu.
Aku melihat, hanya bintang, bulan pun tak nampak malam ini, kabut dan kosong…, dimana pikiran gadis ini berada? , apa yang sedang ia pikirkan? , mengapa ia berpikir kalau ia akan kehilangan mata?, gumamku dalam hati. Belum selesai aku bertanya-tanya, dia mengucapkan sebilah kata.
“Terakhir…, aku ingin bisa menikmati hal ini untuk yang terakhir kalinya. Bisa saja aku tidak akan bisa melihat lagi esok.”
Aku melihat, hanya bintang, bulan pun tak nampak malam ini, kabut dan kosong…, dimana pikiran gadis ini berada? , apa yang sedang ia pikirkan? , mengapa ia berpikir kalau ia akan kehilangan mata?, gumamku dalam hati. Belum selesai aku bertanya-tanya, dia mengucapkan sebilah kata.
“Terakhir…, aku ingin bisa menikmati hal ini untuk yang terakhir kalinya. Bisa saja aku tidak akan bisa melihat lagi esok.”
“Ternyata, kau memikirkan hal itu.”
“Hmm..(mengangguk). Sudah larut. Anak gadis seperti aku tidak baik berdiam disini malam-malam.”
“Aku tahu, mau aku antar?”
“Terima kasih, tidak usah aku bisa pulang sendiri. Terima kasih sekali lagi telah mau menemani.”
(mengangguk) “Gadis yang aneh.”
Terlihat, terlihat kalau dia berjalan menyusuri jalan-jalan di seberang sana, berkabut. Masih terlihat, samar-samar, dan akhirnya mulai menghilang ditengah-tengah kabut dan angin sepoi di luar Gedung pada pukul 2 dinihari.
“…JAM 2 DINIHARI…!!
Oh, sial…, aku sudah disini hingga selarut ini. Bahkan laki-laki seperti aku tidak terbiasa untuk pulang pada jam 2 dinihari, apalagi gadis itu”
(mengangguk) “Gadis yang aneh.”
Terlihat, terlihat kalau dia berjalan menyusuri jalan-jalan di seberang sana, berkabut. Masih terlihat, samar-samar, dan akhirnya mulai menghilang ditengah-tengah kabut dan angin sepoi di luar Gedung pada pukul 2 dinihari.
“…JAM 2 DINIHARI…!!
Oh, sial…, aku sudah disini hingga selarut ini. Bahkan laki-laki seperti aku tidak terbiasa untuk pulang pada jam 2 dinihari, apalagi gadis itu”
Saat itu juga aku segera tancap gas dan bergegas pulang, aku tidak peduli dengan suara-suara bising para musikus menyanyi tak jelas dengan suara serik, gemerisik di telinga dan tarian berjingkrak-jingkrak. Aku sudah terlalu capek dengan hal ini, selain tidak terbiasa tidur larut malam, juga terpikir di benak ku tentang gadis saat itu.
Keesokan harinya, hari Sabtu. Aku masih pergi ke sekolah untuk mengikuti tes pengembangan diri yang aku ikuti, jam sudah menunjuk pada pukul 7.15 pagi, sedikit lebih molor dari jadwal masuk tes yang aku ikuti hari ini yang seharusnya mulai pukul 7.00.
“Sial, aku terlambat lagi..”
Keesokan harinya, hari Sabtu. Aku masih pergi ke sekolah untuk mengikuti tes pengembangan diri yang aku ikuti, jam sudah menunjuk pada pukul 7.15 pagi, sedikit lebih molor dari jadwal masuk tes yang aku ikuti hari ini yang seharusnya mulai pukul 7.00.
Keluarlah sosok seseorang yang tidak asing bagiku, Pak Mahsan, sosok guru namun berjiwa muda, beliau suka memainkan hal-hal yang pada saat ini masih disenangi oleh para remaja. Dalam terawanganku saat ini aku mengalami masalah.
“Fadli!!”
“Ya Pak..”
“Terlambat lagi, padahal hari ini adalah tes pengembangan diri”
“Maaf pak, hari ini saya mengantar adik saya sekolah dulu.”
“Selalu itu alasannya, ya sudah cepat masuk.”
Sementara ini aku merasa kalau perasaan ku mengenai masalah itu ternyata salah. Tapi sesaat kemudian…
“Oia Fadli, berhubung kamu terlambat, tolong fotokopi kan soal tes sekarang, soalnya saat ini soalnya kurang.”
Sementara ini aku merasa kalau perasaan ku mengenai masalah itu ternyata salah. Tapi sesaat kemudian…
“Oia Fadli, berhubung kamu terlambat, tolong fotokopi kan soal tes sekarang, soalnya saat ini soalnya kurang.”
Ternyata benar, aku pasti kena hukum. Pikirku dalam benak, aku sudah telat, disuruh fotokopi dulu, waktuku untuk mengerjakan tes ternyata malah hilang banyak. Tanpa banyak membuang waktu, aku langsung bergegas tancap gas keluar area sekolah dan mulai mencari tempat fotokopi. Tapi bodohnya aku, mana ada tempat fotokopi yang buka pada jam 7.30? sial, aku dikerjai, tapi aku tidak begitu kaget karena sudah berkali-kali Pak Mahsan menjaihiliku. Aku segera menuju ke sekolah. Namun karena jalan disekolahku adalah sejalur, sialnya lagi aku harus putar balik.
Di perjalanan, aku sekilas melihat sosok gadis, aku menoleh ke belakang, terlihat dari belakang seorang gadis berjalan sempoyongan memakai busana yang sama seperti gadis kemarin malam warna kuning dengan celana jeans warna coklat susu masuk ke sebuah gang, dengan gapura bambu berbentuk senjata rakyat Indonesia melawan penjajah dulu. Aku tidak berpikir macam-macam tentang hal itu. Sebenarnya aku ingin menghampirinya, namun karena jalannya satu jalur dan aku dalam keadaan terancam tidak dapat mengikuti ujian, aku terpaksa mengacuhkan gadis rupawan nan cantik tersebut.
Sesampainya aku di sekolah kembali, aku segera ke ruangan Pak Pri, karyawan sekolah yang biasa memfotokopi kertas-kertas atau berkas penting lainnya di ruangan Wakasek. Bodohnya aku dua kali, aku baru ingat kalau ruangan Wakasek buka mulai pukul 9.00, benar-benar sial. Aku langsung kembali ke tempat ujian dan membawa kabar tidak sedap didengar.
Terlihat Pak Mahsan sudah berdiri menunggu, entah menunggu siapa, namun dalam hati aku berpikir kalau Pak Mahsan telah menunggu kedatanganku yang dirasa cukup lama meninggalkan tempat ujian untuk fotokopi.
Di perjalanan, aku sekilas melihat sosok gadis, aku menoleh ke belakang, terlihat dari belakang seorang gadis berjalan sempoyongan memakai busana yang sama seperti gadis kemarin malam warna kuning dengan celana jeans warna coklat susu masuk ke sebuah gang, dengan gapura bambu berbentuk senjata rakyat Indonesia melawan penjajah dulu. Aku tidak berpikir macam-macam tentang hal itu. Sebenarnya aku ingin menghampirinya, namun karena jalannya satu jalur dan aku dalam keadaan terancam tidak dapat mengikuti ujian, aku terpaksa mengacuhkan gadis rupawan nan cantik tersebut.
Sesampainya aku di sekolah kembali, aku segera ke ruangan Pak Pri, karyawan sekolah yang biasa memfotokopi kertas-kertas atau berkas penting lainnya di ruangan Wakasek. Bodohnya aku dua kali, aku baru ingat kalau ruangan Wakasek buka mulai pukul 9.00, benar-benar sial. Aku langsung kembali ke tempat ujian dan membawa kabar tidak sedap didengar.
Terlihat Pak Mahsan sudah berdiri menunggu, entah menunggu siapa, namun dalam hati aku berpikir kalau Pak Mahsan telah menunggu kedatanganku yang dirasa cukup lama meninggalkan tempat ujian untuk fotokopi.
“Pak, tempat fotokopi pada jam-jam segini masih tutup. Maaf ya Pak telah membuat bapak menunggu lama di luar seperti ini.”
“Siapa yang menunggu kamu? Saya menunggu pesanan bakso saya yang barusan beli dari Pak No. Yee, dasar GR-an. Mwha ha ha”
“Siapa yang menunggu kamu? Saya menunggu pesanan bakso saya yang barusan beli dari Pak No. Yee, dasar GR-an. Mwha ha ha”
Aku bingung, seharusnya merasa jengkel atau geli, karena muka Pak Mahsan ketika tertawa lucu banget, kalau diimajinasikan, luas mulutnya ketika tertawa lebar hampir sama dengan 2/3 luas wajah beliau. Akhirnya aku masuk dengan perasaan aneh, dan segera mengerjakan soal tes.
Akhirnya, setelah soal telah usai terjawab semuanya, meskipun ada soal yang aku jawab asal. Aku merasa ingin tidur-tiduran dulu di musholla, karena masih capek gara-gara kemarin tidur larut malam. Di musholla, ketemu Pak Mahsan lagi…
Akhirnya, setelah soal telah usai terjawab semuanya, meskipun ada soal yang aku jawab asal. Aku merasa ingin tidur-tiduran dulu di musholla, karena masih capek gara-gara kemarin tidur larut malam. Di musholla, ketemu Pak Mahsan lagi…
“Fad, Update Antivirus Kaspersky-nya sudah kamu beli?”
“Belum Pak, belum sempat.”
“Eh iya Fad, Di laptopnya bapak tu sepertinya banyak virusnya, mungkin gara-gara Antivirus bapak jarang di update ya Fad?”
“Ya saya mana tahu lah Pak. Emang Bapak tahu dari mana kalau banyak virusnya?”
“Pas Bapak buka dan mau ngetik di Mirosof Wod…” (dipotong)
“Microsoft Word pak…”
“Iya ya, apa tadi Mikrosof Wort?”
“Microsoft Word pak..,bukan Mikrosof Wort, di kata Microsoft ada huruf T-nya di akhir kata pak, tapi dibaca samar-samar seperti dihilangkan huruf T-nya, trus kata Microsoft itu pake C bukan K, trus di kata Word, bapak juga salah, akhirannya bukan T, tapi D. Tapi dibaca hampir sama dengan T, namun lidah tidak digigit, bapak pernah tes TOEFL gak sih?
“Apa, TOPEL? ..OPEL? Emang ada tes OPEL?” (mengorek-orek hidung, mencoba meraih OPEL-nya)
“Apa, TOPEL? ..OPEL? Emang ada tes OPEL?” (mengorek-orek hidung, mencoba meraih OPEL-nya)
“AAAAHHHH….mentolo aku ngrasakno sampeyan Pak. TOEFL pak…TOEFL. Tes buat menilai grammar atau cara pengucapan bahasa Inggris yang benar.”
“Ooh, cara pengucapan toh, kalo bapak gak kenal sama yang TOEFL-TOEFL tuh, kenalnya makhroj sama tajwid”
“Haaah…ya udahlah terserah saja.”
“Mengenai yang tadi, Itukan sama saja pake T atau gak, lha wong dibaca samar-samar, kayak idhgom bilaghunah kan? Trus yang pake D kan juga hampir mirip pengucapannya dengan T. Jadi paling tidak nilai Bapak 90 lah kalo ikut tes TOEFL. Tapi dari mana kamu tahu kalau bapak kata-katanya tadi salah? Kan semua bacaannya dibaca samar.”
“Enggak, aku cuma nebak aja.”
“Ayolah..., gimana caranya? Bapak pengen tahu.”
(Menyeringai) “Te he he..., Emoh ah, kalo bapak mau tau, ajarin aku gimana caranya membaca aura seseorang, bapak kan ahli sampai anak-anak mengakui kehebatan bapak membaca aura seseorang.”
“Gak bisa dong, punya bapak kan warisan turun temurun dari bapaknya nenek sepupunya keponakan cucunya menantunya pakde moyangnya Abah bapak.”
“Bilang aja moyang bapak, gitu aja mbulet. Dasar pelit…Elek…”
“Babain…... Oh…Iya, tadi bapak mau bicara apa ya?”
“Berhubungan dengan virus pokoknya.”
“Oh..iya, akhir-akhir ini kok virus flu Babi tidak ada kabarnya lagi ya…? Atau sekarang gantian babi yang kena flu Manusia?”
“Au’ ah… emang kita pikirin, Babi yang punya virus aja belum karuan mikirin kita kok.”
“Oh iya ya.” Kata Pak Mahsan bingung
Penjelasan sebelumnya kalau pak Mahsan adalah seorang yang dianggap ‘sakti’ sama temen-temen sekolah, padahal orangnya juga agak cengengesan, tapi disamping itu kemampuannya membaca aura seseorang bisa diacungi jempol, dia bisa mengetahui apa yang seseorang pikirkan, bahkan yang aneh dia juga bisa mengetahui tipe pasangan yang kita suka dari jari-jari kaki kita, aku pernah ditebak olehnya tipe pasangan idamanku, yang kalem dan pinter, cantiklah, tidak selengean dan religius. Itu bener banget, aku emang suka cewek seperti itu, aku juga agak bingung kenapa bisa dari jari kaki?
Ditengah-tengah perbincangan kami yang begitu sengit, layaknya debat politik pro-kontra, muncul seseorang gadis yang tak lain teman sekelas aku sendiri yang bernama Esha, gadis pendiam yang bisa tahan hidup tanpa bicara selama 1 hari, namun kecerdasannya diatas rata-rata anak SMA lainnya, ia menghampiri kami, dan berkata dengan suara lesu dan mata sendu.
Ditengah-tengah perbincangan kami yang begitu sengit, layaknya debat politik pro-kontra, muncul seseorang gadis yang tak lain teman sekelas aku sendiri yang bernama Esha, gadis pendiam yang bisa tahan hidup tanpa bicara selama 1 hari, namun kecerdasannya diatas rata-rata anak SMA lainnya, ia menghampiri kami, dan berkata dengan suara lesu dan mata sendu.
“Pak, boleh saya pinjam Fadli sebentar…?”
“Eh, iya boleh. Silahkan dipinjam aja, tapi terus dikembaikan ya, jangan telat, ntar kena denda.”
(tersenyum) “Iya pak”
Haaa… baru kali ini aku melihat Esha tersenyum seperti itu, senyum yang tulus keluar atas kemauannya sendiri. Aku membayangkan sayang sekali Pak Mahsan tidak mengajar di kelas ku. Seandainya Pak Mahsan mengajar di kelas kami, mungkin Esha tidak semurung waktu lalu. Akhirnya kita pergi ke lapangan dan duduk di bangku teras.
“Pak Mahsan ternyata lucu ya..” (tersenyum)
“Eh..eh..iya, emang Pak Mahsan agak lucu dan jayus orangnya.” (sekali lagi terkejut dengan sikapnya)
“Ada sesuatu yang aku mau omongin.”
“Tentang?”
“Reni.”
“Siapa Reni?”
“Gadis yang kemarin malam kau temui saat Open Air di luar gedung.”
“oOh..ternyatai namanya Reni. Jadi kamu hanya ingin memberi tahu namanya padaku.”
“INI BUKAN HANYA MASALAH NAMA…!”
(Super kaget, sampai mulut jadi kram) “…a..a..i.nn.”
“Reni adalah anak yang dulu satu sekolah dengan kita, dia sahabatku. Namun dia keluar ketika masih 3 bulan sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Dia bilang kalau dia tidak akan kembali ke sekolah ini lagi, tapi aku terkejut karena dia datang di acara Open Air sekolah kita, entah dia diundang atau cuma ikut-ikutan, aku ingin menemui dia, menghilangkan segala rindu yang terpendam hingga kini, tapi kau disana, malah bisa ngobrol dengan Reni, aku malu kalau harus tiba-tiba datang kehadapan Reni dan memeluknya, apalagi disana ada kau. Aku terus memperhatikanmu dari jauh, menunggu kesempatan untuk bisa menemui dia...”
“…Namun aku bicara dengannya hingga ia akhirnya pergi dari sana, maaf telah menghilangkan kesempatanmu saat itu untuk bertemu sahabatmu.”
(Mata Berlinang) “Ehm.., gak papa kok. Bisa tahu kalo dia sampai sehat tanpa ada masalah pun aku sudah cukup bahagia.”
(Teringat kejadian kemarin malam) “Oia, kemarin dia bilang kalau dia ingin melihat, melihat sesuatu untuk yang terakhir kalinya. Entah itu apa.”
(Terkejut) “Apa maksud perkataannya itu?”
“Entahlah, dia bilang cuma berkhayal mengenai itu sambil melihat ke atas, dan berkata, ‘Terakhir…, aku ingin bisa menikmati hal ini untuk yang terakhir kalinya. Bisa saja aku tidak akan bisa melihat lagi esok’ tapi anehnya saat aku bertanya apa dia punya masalah dengan mata, dia cuma berkata mungkin. Selanjutnya dia pergi.”
(bergumam) “…Reni…ternyata..”
“Kau tadi bilang apa..?”
(mengusap air mata) “Ah..tidak. Bukan apa-apa kok.”
“Sudahlah…, aku tau perasaanmu…” Kataku lirih
Kasihan Esha, kenapa gadis pemurung seperti dia harus kehilangan satu-satunya semangat hidupnya, seseorang yang bisa membuat hari-harinya tidak mendung, cerah tanpa awan. Aku yakin kalau dirinya dulu tak semurung ini. Di dalam hati aku bertekad untuk menemui Reni sekali lagi. Tapi dia dimana…?
Di sebuah gang kecil dekat perempatan Jl. Ambengan dekat sekolah!
Tak sengaja, seperti kudengar dan kurasakan sesuatu menyusup masuk ke dalam hatiku dan memberiku petunjuk, tapi bukankah itu prosedur yang normal untuk sebuah proses mengingat? Karena memang tadi aku melihatnya masuk sebuah gang. Tapi kali ini beda, aku merasa dituntun untuk menuju tempat yang tepat dalam memoriku, dituntun untuk membuat ku lebih cepat menemukan sesuatu yang aku butuhkan dalam otakku. That’s weird…
Di sebuah gang kecil dekat perempatan Jl. Ambengan dekat sekolah!
Tak sengaja, seperti kudengar dan kurasakan sesuatu menyusup masuk ke dalam hatiku dan memberiku petunjuk, tapi bukankah itu prosedur yang normal untuk sebuah proses mengingat? Karena memang tadi aku melihatnya masuk sebuah gang. Tapi kali ini beda, aku merasa dituntun untuk menuju tempat yang tepat dalam memoriku, dituntun untuk membuat ku lebih cepat menemukan sesuatu yang aku butuhkan dalam otakku. That’s weird…
(tiba-tiba muncul) “EHM…, so you’re with Esha now, right Fadli…? And then look at this, you’re make Esha crying like a baby, I have no idea what’s happen to you two.”
“Hei, ja..jangan asal ngomong yah…, enak aja. Esha lagi ada masalah sekarang, jadi jangan malah menambah masalah ya, Nita.” (gugup)
“What the hell you are. Don’t be so ridiculous like innocent one. I have a proof that u’re the one that make my friend Esha cry.”
“Dasar cewek manja, jangan sok disini ah, lagipula bukan aku yang buat Esha nangis.”
“Is that true Esha…?”
(mengusap air matanya) “Bukan Fadli yang salah.”
(menjulurkan lidah) “WEEE…”
(tiba-tiba datang dari belakang) “Hoi, Fad…, aku udah selesai buat website sing carane tau kau ajari, jadinya uapik tenan, liaten di website www dot gemah ripah loh jinawi tata tentrem kertoraharjo tut wuri handayani jerbasuki mawa bea dot com.”
“Busyet, panjang banget, Rip.”
“Yo iyolah, supoyo gak gampang lali”
“Bukane nanti jadi malah gampang lupa?”
“Haa…, mosok se? tapi aku kok langsung apal yo?.”
“Ya iyalah, kamu kan yang buat, lagian itu kan bahasa kamu sehari-hari.”
“OH, iyo yo.”
Perkenalkan, disini adalah teman-teman 1 kelas aku sekarang, selain Esha yang pemurung, ada juga Nita yang manja dan sok Full English, padahal tiap kali ujian tulis, nilainya pas rata-rata. Selain itu juga ada Sarip, murid asal MU, Medunten Uasli yang bahasanya jowo ngoko banget. Tapi disini masih belum sebagian dari komunitas GOPEL atau Gerombolan IPA telu yang selalu mengisi hari-hari kita di kelas.
“Jadi isi website kamu ada apa aja?” Tanyaku
“Kali ini cuma satu dulu, judulnya Trik belajar bahasa inggris metode 5 tahun.”
(geli) “Wha hah ha…, kok malah gak nyambung sama alamat websitenya, www dot gemah ripah loh jinawi tata tentrem kertoraharjo tut wuri handayani jerbasuki mawa bea dot com, isinya kok Trik belajar bahasa inggris metode 5 tahun, wha hah ha…lagian lama banget 5 tahun, sekarang aja ada yang 5 hari, tapi gak papa, masih ada 1 orang yang butuhin trik itu.”
“Sopo?”
“Nita…”
“Don’t make me mad, Fadli. Once I get mad I can burn you all to ash.”
Tertawalah, ayo tertawa bersama kami disini…paling tidak kau menunjukkan kalau kau baik-baik saja, tunjukkanlah ceriamu, tunjukkanlah senyum bahagiamu, tunjukkanlah kalau kau anak yang aktif dan periang pada Sarip, Nita, Aku, Dunia, bahkan Reni, keluarlah dari penjara prinsip hidupmu Esha, kalau diam lebih baik dari bersosialisasi, kalau menjadi pemurung adalah hal terakhir yang bisa dilakukan ketika kau kehilangan semangat hidup, keluarlah Esha, temukan motivasi hidupmu yang baru……kau pasti bisa.
“Eh, udah siang aku pulang dulu yah…”
“Lo Fad, jek tas aku nang kene, kok udah mau pulang.”
“Iya, aku lagi banyak urusan sekarang.”
“It’s okay, take care.”
“Makasih. Sha, aku pulang duluan yah, kalo ada apa-apa hubungi aku aja.”
“…………” (diam)
***
1st Chapter oleh Muchammad Arfia
www.ian-rayquaza.blogspot.com
www.ian-rayquaza.blogspot.com
No comments:
Post a Comment