Thursday, March 13, 2008

1st Chapter: Lé Samsara

Chapter 1
Tests
Dee-Bay High School… pagi yang cerah…

“Hai, boleh kenalan ga? Nama kamu siapa? Aku Joanne”
“Halo, gua Nathalie.”
“Oiiii, si jabrikz, weitz.. ke mana aja, man? Makin ganteng aja…”
“… waduhh… tali sepatuku lepas…”
“Eh, nak, jangan lari – lari dulu. Sini mama suapin buburnya, belom abis.”
“Mama apaan sih? Ini udah di sekolahan, malu Ma...”

Begitulah keadaan di sekolah yang konon kabarnya peringkat satu nasional pagi itu. Ramai, bisa dibilang bising, tapi bukan gara-gara sekarang tempat itu berubah jadi pasar lho – biarpun sebenarnya cukup mirip karena banyak ibu – ibu berdatangan. Bedanya hanya ibu – ibu ini mengantar anak – anaknya, bukan untuk berbelanja. Pagi itu memang siswa-siswi baru Dee-Bay High School mulai masuk ke sekolah baru mereka. Biar pun biaya sekolah di situ konon mahalnya seamit-amit, tapi heran tuh, tetep aja orang berebut masuk situ. Memang kadang – kadang manusia sulit ditebak. Ngomongnya nggak punya duit untuk ini itu, berusaha menghindari bayar pajak, tapi tetap saja memasukkan anak ke sekolah yang mahal.

Tahun ini seperti biasa ada 8 kelas untuk anak kelas 10 yang satu kelasnya terdiri dari 40 orang. Plus, sejak tahun lalu Dee-Bay High juga mengadakan kelas akselerasi untuk para siswa berbakat (atau lebih tepatnya orang-orang yang terlalu bodoh sehingga mau menyia-nyiakan masa muda dan yang terlalu muak lihat sekolahan jadi pengen cepet lulus) yang bisa mengikuti pelajaran lebih cepat sehingga mereka hanya perlu menghabiskan dua tahun di high school. Kelas khusus ini lebih kecil dari kelas yang reguler, ya tentu saja karena penghuninya lebih sedikit.
Berbeda dengan tahun lalu yang sejak awal sudah ditentukan siapa saja yang berhak menjadi penghuni kelas akselerasi dari sekian banyak orang yang mendaftar untuk mengikuti program khusus tersebut, tahun ini pihak sekolah memutuskan untuk merubah metode penyaringan siswa untuk kelas akselerasi ini. Semua siswa yang berpotensi dan yang entah di mana potensinya tapi cuma modal nekat daftar gara-gara sudah bosan sekolah tapi tetap harus lulus high school karena dipaksa orang tuanya, akan ditempatkan di kelas reguler selama kurang lebih sebulan untuk dipantau lagi perkembangannya. Kalau ternyata dalam waktu satu bulan itu nilai – nilai dan kelakuan mereka cukup baik (baca: nggak ngejek guru di depan orangnya, selalu memuji guru itu cantik dan ganteng biar gimana ancur dandanan mereka, dan rajin – rajin beliin kopi buat satpam dan petugas kebersihan supaya nggak ngadu ke guru kalau nemu murid bolos jam pelajaran) dan juga mereka bisa melewati tes-tes yang ada, baru mereka berhak ‘angkat koper’ menuju ruangan khusus di ujung lantai 4 gedung sekolah itu.
***


Ada tiga macam tes yang perlu dilalui anak – anak yang mau mempercepat masa penyiksaan mereka di high school ini. Yang pertama adalah tes kesehatan. Sepertinya hal ini untuk mempersiapkan supaya jangan sampai ada anak yang pingsan atau bahkan pecah pembuluh otak karena terlalu banyak dicekoki materi pelajaran.

Yang kedua adalah tes psikologi. Hal ini selain untuk memastikan tingkat kecerdasan calon siswa kelas akselerasi (apa mereka sudah lulus TK – ada tes merangkai gambar; apa mereka bisa berbicara – orang tua ditanya: “Apa anak anda bisa dengan jelas mengutarakan keinginannya?”, apa mereka bisa menulis – disuruh isi formulir, dan apa mereka bisa bangun tidur sendiri – tes merangkai gambar kegiatan dari bangun tidur sampai berangkat sekolah), juga untuk memastikan kestabilan emosi mereka di tengah badai besar yang siap menerjang. Sebenarnya sih pihak sekolah tidak mau ambil resiko banyak meja dan kursi patah, kaca – kaca jendela pecah karena anak – anak berubah menjadi banteng liar yang hidungnya berasap walau tak ada tungku pembakaran di dalamnya ketika stress memuncak sampai ke ubun – ubun.
Tes yang ketiga sih standar – standar saja. Formalitas tes tertulis dari semua pelajaran yang ada. Satu kesalahan dari tes ini, semua pertanyaan yang diajukan berbentuk pilihan berganda dan tidak ada nilai minus unutk jawaban yang dikosongi atau salah. Jadi bisa diasumsikan selain siswa yang pintar dari sononya, orang – orang yang hokinya gede juga pasti bisa lewat tes ini.
***
Tok.. tok.. Pintu kelas 10-2 diketuk. Mr. Sissy masuk dan berbicara pada Mrs. Newman yang saat itu sedang mengajar Biology. Sebenarnya namanya adalah Mr. Steven Johansen, tapi karena orangnya sedikit feminim dan menyebalkan, murid-murid biasa menyebutnya Mr. Sissy. (sissy = banci .red)

“Ehem... ehem...” Mr. Sissy batuk – batuk dengan gaya sok wibawa tapi tetap saja tidak bisa membuat anak – anak memperhatikannya.

“Yang saya panggil namanya harap ikut saya keluar sebentar. Catherine Obrien. Lucille Cole. Kalian berdua ikut saya keluar sebentar, ada yang perlu dibicarakan dengan kalian berdua. ” kata Mr. Sissy dengan gaya sok galak yang membuat beberapa anak semakin mau muntah.
“Permisi sebentar, Mrs. Newman.

Sesampainya di luar kelas Mr. Sissy pun menyuruh kedua gadis itu duduk – masih dengan gaya sok wibawa tapi ujung – ujungnya menyilangkan kaki gaya cewek, lalu dia membuka folder yang dipegangnya.
“Begini, saya mengajak kalian bicara di sini karena ingin membicarakan perihal kalian mendaftar untuk masuk kelas akselerasi, benar?"

“Benar, Sir,” jawab kedua Lucille dan Catherine berbarengan.

“Sebenarnya kalau melihat rapor kalian yang dulu, nilai kalian sudah mencukupi, namun hasil tes kalian beberapa hari yang lalu sangat mengecewakan.”

Lucille dan Catherine pun berpandangan dengan malas. Mereka berdua tampaknya tahu pembicaraan selanjutnya akan sangat membosankan.

“Miss Cole, nilai Matematika-mu dapat E. Bagaimana anda dapat menjelaskannya? Terus terang jika begini terus anda tidak akan dapat mengikuti pelajaran di kelas akselerasi.”

Lucille membatin dalam hati “Memangnya bakal kiamat besok apa? Nilai matematika E itu kan hanya hasil ulangan pertama, nanti juga kalau ada ulangan berikutnya nilaiku pasti lebih baik. Memangnya aku tidak tahu resiko kalau di kelas akselerasi itu nilainya harus bagus? Aku ini sudah cukup bisa berpikir, Mr. Sissy!”

“Ehm, yah, begini, Sir. Jadi, saya kan baru pindah ke kota besar seperti di sini, jadi saya masih kaget saja dengan system pembelajaran di sini. Masih adaptasi lah. Saya janji akan meningkatkan nilai saya dan saya yakin bisa masuk kelas akselerasi itu,” jawab Lucille dengan sedikit tersenyum berusaha tampak sopan dan ramah tapi hasilnya dia tampak meringis seperti orang sakit gigi.

“Baiklah, saya bisa memahami hal itu, saya akan memberi anda kesempatan mencoba,” kata Mr. Sissy yang kembali membuat Lucille mendengus yang disamarkannya dengan pura – pura batuk.

Sejak hari pertama di sekolah ini Lucille memang sedikit antipati dengan guru – guru yang rata – rata sok galak dan sok berwibawa tapi malah membuat mereka tampak konyol.

“Lalu anda Miss Obrien, anda mendapat E untuk pelajaran Fisika. Apa anda masih mau mencoba masuk kelas akselerasi?” Tanya Mr. Sissy kini giliran mencecar Catherine.

“Yah akan saya coba, Sir,”jawab Catherine dengan gayanya yang khas. Sedikit aneh, tapi kelihatan professional dan meyakinkan. Kayaknya ini anak benar – benar sudah banyak belajar dari ayahnya yang memang kerja di bagian humas dan sangat piawai meyakinkan klien.

Mr. Sissy memandang kedua gadis itu sekali lagi. Namun tidak ada tanda – tanda grogi di wajah mereka. Tampaknya tes ‘menakut – nakuti’ calon siswa akselerasi ini gagal total. Mereka salah memilih mangsa dan berhadapan dengan dua orang yang memang cuek dan mendaftar kelas akselerasi dengan modal nekat yang membara.
“Baiklah kalau begitu. Kalian boleh masuk kelas lagi sekarang. Terima kasih.”

***

Hari itu jadwal tes kesehatan untuk para calon siswa akselerasi sudah dipasang di papan pengumuman. Tampak ada sekitar lima puluh nama terpampang di sana. Beberapa anak tampak mengamati papan itu untuk melihat siapa – siapa saja saingan – saingan mereka. Beberapa tampak melihat jadwal untuk mencari tumpangan pergi bersama. Beberapa lainnya tampak senang karena jadwal tes mereka bertepatan dengan pelajaran yang membosankan sehingga mereka tidak perlu berada di kelas dan menahan mata mereka untuk tetap terjaga sampai berair.

Kembali di kelas 10-2...
Lucille dan Mildred yang baru kembali dari melihat jadwal tes mereka di papan pengumuman pun mengunjungi Catherine yang sedang mengungsi di kursi Anne. Seperti biasa Catherine selalu mengungsi ke barisan depan saat istirahat karena tempat duduk aslinya di barisan belakang sangat mengenaskan. Bukan apa – apa, hanya saja barisan belakang – yang memang sarang cowok dengan Catherine satu – satunya cewek yang terdampar di sana – memang menjadi ‘kasino’ di jam – jam istirahat karena entah bagaimana pengaturan awalnya pada saat pendaftaran murid baru, semua kepala geng terkumpul di kelas 10-2 yang terpencil dan jauh dari kantor guru.

“Hai, Cath! Lo ikut tes aksel juga, kan? Kapan jadwal tes kesehatan elo?” tanya Lucille.
“Umm, kalau nggak salah gue dapet jadwal Selasa jam 1 siang,” jawab Catherine. “Elo?”

“Gue ama Millie hari Rabunya jam 9 pagi. Mungkin kita bakal pergi bareng. Sayang yah jadwal lo beda sendiri. Kayaknya Julie juga hari Selasa deh. Coba aja lo tanya sama dia jam berapa jadwal tesnya, siapa tahu bisa pergi bareng. Kan lebih enak kalau ada yang nemenin. Sekalian ngirit ongkos. Hehe...”

“Haha... Bener – bener. Ok deh, ntar gue tanya dia.”

***
Hari Selasa minggu berikutnya Catherine bolos praktikum biologi karena mengikuti tes kesehatan. Dia satu – satunya dari kelas 10-2 yang memperoleh jadwal tes hari itu. Dan karena kedua orang tuanya sibuk, maka dia memberanikan diri melangkahkan kaki menuju surga urine dan jarum suntik.

Untungnya di sana dia menemukan seorang teman senasib sependeritaan yang sedikit lebih cerdas darinya. Orang yang berjasa tersebut bernama Eddie, dari kelas 10-5.
Kisah penyelamatan Eddie terhadap Catherine dimulai dari Catherine yang tampaknya baru pernah menapakkan kaki di laboratorium yang ramai dan diberi sebuah botol kosong kecil.

“Ini tolong urine-nya ditaruh di sini. Silakan, toiletnya di sebelah sana,” kata perawat di kantor kepada Catherine.

Dengan sedikit bingung, Catherine pun pergi ke toilet dan menampung urine-nya di botol itu. Ketika Cath keluar dari toilet, ternyata laboratorium itu semakin ramai dan tampaknya para perawat itu terlalu sibuk untuk memberi tahunya di mana tepatnya dia harus meletakkan botol berisi urine itu.

Jadilah Catherine duduk diam sendirian di sebuah bangku kosong dengan botol urine di kantongnya. Dia terus menunggu dan menunggu, tapi namanya tidak dipanggil – panggil kembali hingga datanglah Eddie dan duduk di sampingnya.

Melirik ke sebelah ada seorang dengan seragam yang sama, dia pun mencoba menyapanya.
“Halo, tes buat aksel juga, ya?”

“Iya,” jawab Eddie singkat.

“Kenalin, gue Catherine,” kata Catherine sambil mengulurkan tangannya.

“Gue Eddie,” kata Eddie. “Elo lagi nunggu apa?”

“Nunggu dipanggil lagi, tapi kok lama banget ya? Tadi udah tes urine, ini urine-nya,” kata Cath sambil mengeluarkan botol urine dari kantongnya.

Eddie bengong sesaat menatap Catherine dan botol berisi urine di tangannya. Dia tersenyum menahan geli.

“Ehehe... itu, urine-nya kalau sudah, kasih ke kantor situ lagi. Nanti lo langsung tes darah di situ,” kata Eddie – yang ternyata anak dokter, yang pastinya tahu benar prosedur di laboratorium kesehatan - memberi tahu Catherine prosedur yang benar.

“Oww... abisnya nggak dikasih tau. Ya udah, gue ke sana dulu ya,” kata Catherine kembali ke jalur prosedur yang benar.

Keesokan harinya giliran Lucille dan Mildred yang absen. Mereka pergi ke klinik bersama diantar ayah Mildred. Sesampainya di klinik lalu mereka diberi tabung kecil untuk menampung urine mereka yang nantinya akan dicek, selain itu ada juga tes darah dan rontgen.

Ketika tiba giliran Mildred dan Lucille untuk pemotretan rontgen, mereka berdua masuk ke ruang foto bersama. Bapak petugas rontgen pun memberi tahu mereka berdua harus berganti baju dahulu dengan baju khusus pasien.
“Miss Obrien dan Miss Cole, silakan. Tolong ganti baju di ruangan itu, yang ada talinya di belakang. Pakaian lain tolong dilepas. Kalung, bra, juga lepas semuanya,” kata petugas tersebut memberi tahu kedua gadis itu tentang prosedur pemotretan rontgen.

“A...” mulut Mildred melongo sedikit karena syok ada bapak – bapak tidak dikenal menyuruhnya lepas bra. Untung ada Lucille yang segera menariknya ke kamar ganti.

Di kamar ganti kedua gadis itu tertawa terbahak-bahak saking geli juga heran. Mana ada bapak-bapak menyuruh anak gadis lepas bra dengan entengnya, tanpa ekspresi pula.

***
Ting tong teng tong…

“Perhatian, perhatian… Pengumuman kepada para siswa yang telah mengikuti tes masuk kelas akselerasi, hasil tes telah dipasang di papan pengumuman di loby sekolah. Terima kasih.”
Ting tong teng tong…
***
DAFTAR NAMA SISWA KELAS AKSELERASI
ANGKATAN II
TAHUN 2003 / 2004


ATKINS, MARCUS
BUTLER, MARGARET
BYRD, ALFRED
COLE, LUCILLE
CLARK, DALE
DOUGLAS, EDDIE
GARRETT, KAATHLEEN
GUERRERO, DAN
HOWELL, NATHAN
HUNT, STEVE
LAWSON, VINCENT
MUNOZ, EDNA
OBRIEN, CATHERINE
RODRIQUEZ, FLOYD
RUSSELL, CHARLOTTE
SAUNDERS, NORMA
STEVENSON, JULIE
STEWART, RACHEL
WILKERSON, MILDRED
1st Chapter by: Fei (Nonny Amelia Boenawan)

2 comments:

resita said...

hai fei,

le samsara artinya apa, ya? hehe, kalo artikel 'le' kayaknya 'e' nya ga kayak gitu deh.
awal paragraf klise ya, 'pagi yang cerah...' seperti 'matahari bersinar' 'jam beker berbunyi'.
gimana kalo awalnya sesuatu yang beda?
setting sekolah mahal kok lom kelihatan ya? lantai berapa, arsitekturnya kayak gimana? coz kamu lebih menceritakan ttg sekolah
di awal bab ini.
ehmm... pemakaian - untuk kata ulang ga usah pake spasi.
yah, segitu aja dulu.

selamat menulis,
:)

Valiant Budi Vabyo said...

Hai Fei! Oh, true story toh?! Pasti kamu itu si mama-mama yang nyuapin bubur, deh! Hehehe, becanda loh!

Oh iya, buat memperkuat setting cerita kamu, tambahin informasi-informasi yang bakal bikin daya imajinasi pembaca ikut bermain dengan apa yang kamu mau, deh...

Apalagi di paragraf pembuka, penting banget, tuh! Soalnya bisa nentuin pembaca bakal nerusin baca ke paragraf berikutnya atau nggak.

Misalnya, kamu nulis:

Dee-Bay High School… pagi yang cerah…

Ini bisa diperkaya dengan penggambaran salah satu karakter yang kamu buat. Misalnya :

Seorang laki-laki berambut jabrik berlari-lari sambil sesekali menyeka keringatnya. Padahal hari masih pagi! Nathalie pun tak kalah 'sibuk' dengan anak-anak lainnya di Dee-Bay High School: mencari teman-teman baru.

Eh, itu contoh aja, loh! Gue yakin lo bisa bikin yang lebih bagus!

Semangat yaa =D