Tuesday, September 23, 2008

Pilihannya

1

“H-Hamil?” Noelle terlonjak dari sofa empuk yang didudukinya, mendengar pengakuan sepupunya, Mischa. Selintas, tak terlihat satu pun kemiripan antara Noelle dan Mischa. Noelle tinggi dan langsing. Kulitnya sedikit coklat muda dengan rambut yang indah dan panjang. Bulu matanya yang lebat mengelilingi matanya. Sementara Mischa, kecil mungil dengan kulit berwarna coklat gelap. Rambutnya hitam bergelombang. Bibirnya penuh dengan sepasang mata hitam yang terlihat eksotis. Kesamaan mereka hanya terletak di sifatnya. Mereka sama-sama ceroboh, bertindak tanpa berpikir lebih lanjut dan cenderung berpikir dengan perasaaan, bukan dengan logika.

Mischa tersenyum dan tertawa lebar, “enam minggu, menurut dokter.” Dengan tenang ia mengambil cangkir teh yang disediakan untuknya.

“Enam minggu? Dan – dan siapa ayahnya?” Noelle berusaha bersikap tenang, meski pada kenyataanya keadaan hatinya segalau topan badai.

“Jordan Suherman. Pernah dengar namanya ‘kan?” Mischa bertanya pelan, seolah hendak membangkitkan nama itu dalam ingatan Noelle. Noelle mengernyitkan kedua alitnya yang indah, berusaha mengingat-ingat dimana ia pernah mendengar nama itu disebutkan.

“Tidak – Tidak.” Noelle bangkit kemudian mengambil sebuah majalah bisnis dan membukanya. “Maksudmu bukan ‘Jordan Suherman’ yang ini kan?” Ia melemparkan majalah itu yang menampilkan sesosok pria tampan berkulit tembaga dengan rambut gelap yang lebat dan sepasang mata yang tajam. Senyumnya tak dapat disangkal lagi, mampu membuat para wanita jatuh tersungkur.

“Aku tak mengira kau mengoleksi majalah bisnis.” Mischa mengambil majalah itu dan membacanya penuh minat. “Well?” Tanya Noelle dengan tidak sabar, dia bukan?”

“Harus kau akui jika dia sangat hebat di bidangnya. Jadi, tidak salah bukan jika aku bersedia melakukan kencan semalam dengannya.” Mischa menampilkan senyum termanisnya yang seolah mengatakan ‘kau-tak-bisa-menyalahkanku-hamil-karena-berkencan-semalam-dengan-pria-sehebat-ini.

Noelle langsung jatuh terduduk, “ya Tuhan!” Ujarnya lemas. “Ya, kurasa kini Mom pun akan memarahiku.” Balas Mischa dengan muram.

“Marah? Kurasa dia akan memukul bokongmu, Mischa. Lihat apa akibat dari kebodohan tulenmu.” Noelle berteriak histeris.

“Yeah, seolah kau juga tak melakukan kebodohan dengan melarikan diri ke Italy selama 6 bulan.”

“Aku melarikan diri karena tak ingin menikah dengan pria yang bahkan tidak pernah kulihat. Aku menyelamatkan masa depanku, sedangkan kau menghancurkannya. Aku tidak melakukan kebodohan yang sama denganmu.” Balas Noelle dengan pedas.

Setelah kisah asmaranya dengan Tonny selama 1 tahun hancur, Ibu Noelle, Serena langsung menjodohkan putri tunggalnya dengan keponakan kenalannya. Serena memberikan foto Noelle kepada sang calon, yang – ternyata tanpa diduga – langsung disetujui. Tanpa pertemuan, Serena meminta Noelle untuk bertunangan.

“Aku tak kan pernah mau bertunangan dengan pria yang tidak kucintai! Melihatnya saja aku belum pernah. Apa yang Mom harapkan?” Noelle berteriak sehingga tenggorokannya terasa sakit.

“Well, apa yang kau harapkan? Pria yang kaucintaipun meninggalkanmu demi wanita lain. Lalu apa yang harus kulakukan? Menunggumu jatuh cinta lagi baru bisa melihatmu menikah?”

Mata Noelle menyiratkan kepedihan yang dalam, “mendukungku. Kau bisa mendukungku. Bukannya langsung menikahkanku pada pria pertama yang kau temui.”

“Ini juga demi kebaikanmu. Tonny tidak bisa mencintaimu seperti dia.” Serena menepuk pelan bahu Noelle. “Aku mencintaimu, kau tahu. Aku menginginkan yang terbaik untukmu. Demi Tuhan, kau putri tunggalku.”

“Tapi tidak cukup sabar menungguku pulih? Aku bahkan tidak sanggup membayangkan pria macam mana yang mau menikah dengan seorang wanita yang hanya dikenalnya lewat selembar foto.” Noelle mendengus kasar dan segera keluar dari rumah ibunya. Mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, menuju rumahnya untuk menangis keras. Setelah merasa lega, Nolle segera menelepon pihak penerbangan dan segera menghilang tanpa kabar selama 6 bulan.

“Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?” Tanya Noelle pelan. Mischa mengerucutkan bibirnya. “Bukan aku, tapi kau!” Tunjuknya.

“Kau akan membawanya ke hadapanku.” Senyuman Mischa kian lebar. “Aku tak mungkin menggugurkan bayi ini, Noelle.” Mischa menjelaskan ketika melihat perubahan raut muka di wajah sepupunya yang cantik.

“Tentu saja kau tidak boleh menggugurkannya.” Noelle berkata dingin, “tapi apa maksudmu dengan aku yang akan membawanya ke hadapanmu?”

“Well,” Mischa berlambat-lambat, “kau sudah dengar kan jika aku hanya melakukan kencan semalam dengannya. Tentu kau tidak mengharapkan kami saling bertukar identitas kan? Aku hanya tahu jika dia Jordan Suherman. Kurasa dia bahkan tidak mengetahui siapa namaku.” Mischa mengernyitkan alisnya.

“Dan jika kau baca majalah ini,” Mischa melambai-lambaikan majalah yang Noelle lempar padanya, “tentu kau mengetahui betapa sulitnya menghubungi dia.” Mischa membaca sepenggal kalimat yang tertulis di salah satu alinea, “dikabarkan, jadwalnya sangat padat hingga 2 tahun belakangan ini.”

“Tapi kau pasti akan sangat mudah mendekatinya. Kalian sama-sama berkecimpung di dunia bisnis. Kau pasti tahu cara untuk mendekatinya.”

“Kau tidak bisa menyuruhku berbuat hal seperti ini, Mischa!” Noelle berteriak marah, “kau yang melakukan, kau yang bertanggung jawab.”

Mischa mengikir kukunya yang pada dasarnya sudah dimanikur dengan sempurna. “Itu tidak seperti yang kau lakukan ketika kabur. Seluruh keluarga mencecarku karena mereka mengetahui bahwa aku adalah orang yang kau hubungi sesaat sebelum kau lepas landas.”

“Salahmu kau tidak menghapus call log di ponselmu.”

“Salahmu kau adalah sepupuku.”

Noelle menarik nafas panjang. Ia sudah kalah dalam pertempuran ini. “Aku tak bisa menjanjikan apa-apa. Apalagi berhasil menjeratnya untuk menemuimu sebelum semua orang mengetahui jika kau telah hamil.”

“Yeah, kurasa Mom tidak akan marah jika dia mengetahui siapa ayah bayi ini.” Ujarnya lembut sambil mengelus perutnya yang masih rata.


1st Chapter by Meilina Suhendra

1 comment:

ika a.k.a dumZ said...

mmm....

critanya bagus

"mengigit" gituch

lanjutkan...lanjutkan....

fighting