Monday, July 13, 2009

Lajang Lapuk

Bayangkan jika kau jadi aku. Perempuan berusia 40 (sebenarnya 41 tapi masyarakat berhasil kukelabuhi. Horeee...!!!). Cantik, tinggi, seksi, punya karir cemerlang, dan bergelimang harta. Sekilas tampak sempurna. Tapi salah! Ada satu yang kurang. Di usia hampir setengah abad ini kau—jangankan pendamping hidup—pacar saja tidak punya. Dan kenyataan itu diperparah oleh teman-teman sebayamu yang semuanya telah sukses menikah. Bahkan ada yang sudah nekad memproduksi enam anak. Mau ditaruh di mana mukamu? Stress, sudah pasti. Panik, setiap hari. Jengkel, jangan ditanya! Apa kata tetangga?

Belum, reuni SMA tinggal 2 bulan lagi. Berani jamin! Pasti aku jadi pusat perhatian karena lagi-lagi melenggang sendirian di tengah teman-teman lama yang sedang sibuk memperkenalkan suami/istri mereka pada yang lain. Luar biasa memalukan! Sudah 3 minggu kepalaku migran memikirkan cara agar bisa meloloskan diri dari acara jahanam ini. Tadinya sempat ada niat untuk membakar gedung yang akan dipakai reunian, tapi setelah dipikir-pikir lagi rasanya cara itu agak sedikit kejam. Duuuuh... Gusti... bingungnya minta tobat. Kau pasti setuju, dalam situasi serba salah seperti ini gegar otak adalah alternatif terbaik selain gantung diri di pohon jengkol.

Penderitaanku belum berhenti sampai di situ. Ada yang lebih memalukan dari pada sekedar dipaksa keliling mall mengenakan bikini warna ungu sambil berteriak kalau kau adalah kembaran Jennifer Lopez yang sedang shooting video klip untuk album baru yang sebentar lagi akan diluncurkan ke pasaran. Aku sudah lama gamang karena sampai saat ini tidak tahu siapa orang tuaku yang sebenarnya. Aku keturunan orang tidak jelas. Bebet, bobot, bibitku masih diragukan kesterilannya. Sialnya, waktu kecil aku diadopsi dari panti asuhan oleh orang yang... aku sendiri tidak tahu harus menyebutnya apa? Kata dokter sih ibu palsuku menderita kepikunan dini karena usianya sudah tua. Tapi aku tidak percaya karena ibuku sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda kepikunan, ia malah memperlihatkan ciri-ciri gangguan jiwa (mana ada nenek-nenek pikun yang nyasar ke diskotik didampingi 2 brondong SMA yang sadis gantengnya?). Kau tahu kenapa ibuku menderita gangguan jiwa? Tidak usah repot-repot mengira kalau dia pernah terbentur tabung gas elpiji ukuran tiga kilo setengah ketika sedang masak di dapur, terimakasih banyak. Jawabannya adalah aku—maksudku kehidupan ibuku sama persis sepertiku. Dia bahkan lebih parah karena sampai usia 72 tahun ini belum pernah punya suami.

Ajaibnya, sampai sekarang ibuku masih perawan, belum pernah dijajah oleh pria manapun. Aku tahu hal itu karena setiap kali berhasil punya pacar dan mengajaknya ke rumah, tanpa dipersilahkan ibuku akan heboh mempromosikan dirinya sendiri sambil berkata: “Hai, Tampan! Nama tante Gladis, ibunya Tamara. Kau tahu? Tante juga masih perawan, lho! Berminat pindah ke lain hati?” setelah itu ia akan berkedip-kedip genit sambil terus memegangi tangan pacarku. Dan yang terjadi selanjutnya adalah wajah pacarku mendadak pucat. Dengan suara bergetar tiba-tiba pamit pulang. Puncaknya, tengah malam hand phone-ku berbunyi, mengeluarkan suara yang sangat kukenal, dengan penuh ketakutan berkata: “Tamara, maaf, aku tahu ini berat bagimu. Tapi aku harus mengakhiri hubungan ini. Kita putus.” Disusul suara ‘tut’ tanda telepon ditutup. Ya, lagi pula siapa yang mau punya pacar anak orang edan? Hal apa coba yang lebih memalukan dari pada punya ibu angkat model begini? Tarzan boleh bingung karena punya ibu gorilla. Aku lebih bingung karena punya ibu setengah gila. Dan aku yakin kau pasti tidak akan menolak jadi orang sinting anyar kalau mengetahui kaulah satu-satunya pewaris tunggal kutukan perawan tua ibuku. Ya Tuhan... cobaan hidup macam apa ini?

Tapi tak apa. Di balik ketidak jelasan statusku itu banyak sekali kemungkinan yang bisa saja terjadi. Seperti: siapa tahu aku ini Uwa'nya Britney Spears? Atau anak bibi dari kakak ipar neneknya Madonna? Atau keponakan mantan pembantu tetangganya Mariah Carey? Atau penyanyi ngetop yang sedang naik daun yang didzolimi para pesaingnya, digetok pakai palu hingga amnesia lalu dibuang ke Indonesia? Atau, atau, atau, atau, atau... apa saja yang penting bukan wanita kesepian seperti sekarang.

Bagaimana? Mengetahui kenyataan itu kau pasti tidak sudi walau hanya membayangkan dirimu jadi aku. Begitupun aku. Kadang ada saat di mana aku tidak mau jadi diriku sendiri. Aku lebih sering membayangkan diriku jadi Anggun Cipta Sasmi (ngarep), Christina Aguilera, Beyonce Knowles, Celine Dion, Rihanna, atau mentok-mentoknya jadi Aura Kasih, bukannya Aura Setan yang dijauhi para lelaki. Duuuuuh... Pangeran Penguasa Alam... sudah lengkapkah data-data yang mendukungku jadi kandidat terkuat calon orang edan periode 2009-2014? Kenapa Kau jadikan hidupku tongkrongan favorit semua masalah aneh?

Masih belum cukup? Baiklah, kulengkapi data mengenaskan ini. Kelemahanku yang lain adalah masak. Aku tidak terlalu mahir dalam bidang itu. Pernah suatu ketika calon mertuaku (yang tidak jadi) memintaku untuk masak di rumahnya. Tidak mau ambil pusing, kuputuskan masak yang simpel. Tempe goreng. Sementara keluarga pacarku menunggu masakan dariku di ruang makan, aku malah sibuk bertelepon ria bersama temanku. Dengan panik bertanya apa saja bumbu tempe goreng itu? Kalau sudah matang tempenya berwarna apa? Ketika tempenya kubawa ke ruang makan, pacarku langsung minta putus. Dia mengira aku berusaha meracuni keluarganya dengan tempe gosong buatanku. Tuhan…

Satu lagi. Dosa rasanya kalau tidak mengikut sertakan musibah yang satu ini. Aku yakin kau pasti tidak mau punya teman sinting bin crazy binti gelo. Aku punya satu. Namanya Nensih. Selain ibuku, dia juga menjadi salah satu sumber malapetaka putusnya hubungan dengan pacar-pacarku. Termasuk tragedi tempe beracun tadi. Itu adalah hasil karyanya. Dan betapa beruntungnya aku karena kami tinggal satu atap. Di mana ada aku, di situ ada Nensih. Di mana ada Nensih, aku selalu berusaha untuk tidak ada di situ. Tapi walaupun begitu, kami sangat kompak. Apa-apa selalu berdua. Makan bareng, shoping bareng, jalan-jalan bareng, nonton bareng, tapi kalau mandi bareng, no way!

***

Satu-satunya alasan kenapa sampai saat ini aku masih bertahan hidup di tengah siksaan batin yang terus mendera adalah karirku yang terus menanjak. Ya, aku boleh dibilang wanita hebat yang mampu menaklukan Jakarta dalam waktu singkat. Bagaimana tidak, di usia yang masih belia (butuh belaian pria) aku sudah punya butik, cafe, dan 3 mini market. Dan tahun ini rencananya aku ingin menjajal peruntungan di bidang kuliner. Lagi pula sudah lama juga aku bermimpi punya restoran sendiri. Kelak—walau tidak yakin—kalau berhasil punya pacar lagi setiap hari aku bisa mengajaknya makan malam tanpa harus mengeluarkan uang sepeserpun. Ah, cara berhemat yang luar biasa picik. Tapi bukankah semua pria suka calon istri yang pandai berhemat? Hemmm… akan kupertahankan sikap ini. Picik!

Hari tampaknya masih agak gelap. Biasanya yang pertama kali bangun adalah ibuku. Tapi kami sedang bertengkar gara-gara pacarku yang lagi-lagi minta putus setelah berkenalan dengannya. Seperti biasa, setiap kali habis melakukan kesalahan ibuku akan lenyap dari rumah selama 1 atau 2 bulan dengan alasan ingin menenangkan batinnya yang sedang kacau-balau di rumah adiknya, Bibi Susi. Cara melarikan diri yang sangat efektif untuk mencegak meletusnya perang ibu dan anak. Ah, semoga dia tidak kembali lagi. Setidaknya sampai aku menikah.

Entah berapa lama suara gedebag-gedebuk dari depan rumah mengganggu tidur. Kulirik jam. Ternyata sudah lumayan siang. Dengan malas aku pergi ke kamar mandi. Ketika sedang dandan perutku terus saja melakukan makar. Rupanya paduan suara di dalam sudah tidak tahan ingin cepat-cepat diisi. Setelah beres aku buru-buru ke ruang makan. Nensih sudah ada di sana. Kenapa makhluk satu ini selalu selangkah lebih maju dariku? Apa-apa pasti dia yang duluan.

“Cepat sarapan. Sudah jam tujuh.” Katanya sambil mengolesi roti dengan selai. “Untung suara ribut orang pindahan di depan rumah itu membangunkan kita. Kalau tidak, bisa terlambat lagi seperti kemarin.”

“Oh, jadi rumah kosong di depan itu sudah ada yang menempati.” Kataku akhirnya tahu apa sebenarnya suara gedebag-gedebuk tadi pagi. “Sukurlah, kalau terlalu lama kosong kan seram juga.” Aku mengambil roti dan mengolesinya dengan selai kacang.

“Tadi ibumu telepon. Katanya dia akan tinggal dua bulan di rumah bibimu. Dia pesan supaya kau jangan menghawatirkannya.”

“Ah, biarkan saja. Walaupun mau tinggal dua abad aku tidak perduli.” Aku masih marah.

“Heh, jangan begitu. Biar bagaimanapun dia tetap ibumu.”

“Memang. Tapi kelakuannya itu.”

“Ya sudah jangan dibahas lagi. Aku hanya memberitahu.”

Sarapan berlanjut tanpa ada percakapan lagi di antara aku dan Nensih. Sekali saja dia menyinggung-nyinggung tentang ibuku, perang saudara bisa pecah.


Setelah mengantar Nensih ke kantornya aku ke butik. Hari ini mendadak butik dijejali manusia-manusia beken. Harap dicatat! Tamaras Boutique adalah salah satu butik terkenal di Jakarta. Langganan peraih penghargaan di setiap fashion show besar. Baik skala nasional maupun internasional. Minggu kemarin saja aku kembali meraih penghargaan untuk the best desainer di Jepang. Ya, hampir semua pakaian yang ada di butik ini adalah hasil rancanganku sendiri. Aku lebih sering menghabiskan waktu menggambar model baju di butik ini. Tapi kalau sedang tidak waras biasanya aku lari ke café. Alasannya karena di café banyak brondong-brondong yang nongkrong. Melihat tampang remaja yang masih fresh kadang membuat stress hilang. Lumayan. Dan kalau sudah kembali waras aku akan kembali ke butik untuk menggambar model baju lagi. Semua model yang berhasil kuciptakan sangat unik, tidak ada duanya, dan tentu saja elegan. Jadi jangan heran kalau sebagian besar pengunjung butikku adalah artis, istri pejabat, dan para menteri. Tidak sembarang makhluk bisa masuk ke dalamnya. Singkat kata butikku adalah butik elit. Saking elitnya, semua baju yang ada sengaja tidak diberi bandrol agar orang-orang tidak langsung semaput ketika mengetahui harganya. Hebat bukan!

Sudah jam sepuluh. Aku masih duduk santai di belakang kasir sambil menggambar model baju. Sesekali kulirik pengunjung yang datang. Siapa tahu Tom Cruise nyasar ke tempat ini—semoga!!! Kalau benar akan kupeluk, kucubit, kucium, kuremas-remas rambutnya, foto bareng, makan bareng, tapi tidak untuk tidur bareng. Maaf, bukan muhrim.

Setelah harapan berbahaya itu melesat ke langit-langit, seorang gadis berambut panjang masuk diikuti dua manusia setengah wanita setengah pria. Rambut keduanya berwara-warni mirip kemoceng. Dan seolah pelengkap fashion, srantai bulu—entah ayam, entah bebek—yang diuntel-untel sengaja dililitkan ke tangan. Sekilas dua makhluk naas ini mirip burung unta yang baru saja sukses melarikan diri dari benua Afrika. Tapi bila dilihat dari cara bicaranya yang nyerocos mereka malah mirip burung Beo. Ah, mana yang benar?

Pintu terbuka lagi. Segerombolan ibu-ibu berjubel masuk. Tubuh mereka sangat langsing bak gitar spanyol. Umurnya kira-kira sama denganku. Sambil berceloteh riang mereka cekikikan. Ringan sekali hidupnya.

“Eh, di sana ada yang cocok, lho!” si Baju-merah menunjuk ke pojok, tempat gaun malam dipajang. “Kemarin aku lihat. Ih... gemes, deh!” katanya greget.

“Aduh, Jeng Tina, kok baru bilang sekarang.” si Baju-biru menimpali. Agaknya ia kekurangan gaun malam.

“Eh, yang di depan tadi juga lumayan, lho.” si Rambut-kriting ikut bersuara. “Hitam-hitam gimana... gitu.”

“Yang di depan tadi? Sori, ya, bukan level.” si Baju-biru menggeleng ngeri.

Kulihat gaun yang dipajang di depan. Ada tulisan diskon 10% di atasnya. Oh, ternyata mereka ibu-ibu gila gengsi. Pasti orang kaya. Bagi manusia seperti mereka diskon adalah sebuah penghinaan besar-besaran. Bisa menurunkan harkat, martabat, dan derajat sampai setara dengan sendal jepit.

“Eh, Ayo. Keburu disamber orang.” ajak siBaju-merah. Kemudian gerombolan arisan itu menyerbu pojok yang dimaksud. Di sana mereka menjerit histeris seolah menemukan Anjasmara sedang bersembunyi di antara daster-daster.
Aku tersenyum. Bahagia sekali hidup mereka. Sementara suaminya sibuk cari uang, mereka malah asik berburu pakaian. Ah, di mana mereka menemukan suami seperti itu. Aku berniat mengikuti jejak suksesnya.

Hand phone-ku tiba-tiba berdering. Dari Nensih.

“Lohaaaa...!!!” sapaku riang. “Ada apa?”

“Mara, ibumu tadi meleponku. Katanya dia minta ditransfer uang.”

“Transfer uang? Bukannya dia pergi membawa membawa banyak uang?”

Nensih berdecak kesal. “Mana aku tahu.” desusnya. “Dia cuma bilang kalau kau mentransfer uang ada kemungkinan dia akan tinggal satu tahun di rumah bibi Susi.”

“Ah, pemerasan.” Kataku kesal. Tapi mendadak otakku berpikir jernih. Satu tahun tahun tanpa ibuku. Itu berarti kesempatan punya pendamping hidup akan segera terwujud. “Ok, baik. Nanti akan kutransfer.”

“Ibumu juga bilang untuk mengetahui informasi lebih lanjut kau disuruh menghubunginya langsung.” Nensih agaknya mulai kesal menjadi penghubung komunikasi antara aku dan ibuku.

“Oke, akan kuhubungi dia.” Kataku mengakhiri perbincangan.

Sinting. Ibuku benar-benar sudah sakit jiwa. Sudah terang-terangan melakukan pemerasan dia malah belagak sok sibuk menyuruhku menghubunginya. Dengan kesal kudial nomor. Tersambung.

“Hallo, selamat siang. Anda tersambung dengan nomor Nyonya Gladis. Maaf kalau boleh tahu ini siapa, ya?” suara ibuku terdengar sangat menjengkelkan.

“Mamih, berhentikah membuat lelucon konyol.” Aku berang.

“Sepertinya saya mengenal suara Anda?”

“Demi Tuhan. Ini anakmu! Tamara!!!” aku berteriak.

“Oh, Anda. Bagaimana? Anda setuju dengan persyaratan yang saya ajukan?”

“Berhentilah mengoceh. Sebutkan berapa yang Mamih perlukan?”

“Oh, Cantik. Aku tahu kau takkan menelantarkan ibumu ini. Sepertinya sepuluh juta cukup. Kalau kau mau dua tahun hidupmu lebih tentram tiga puluh juta juga boleh.” Mamih tertawa genit. Suaranya mengingatkanku pada tokoh pelacur yang sedang memeras lelaki kaya yang semalam tidur dengannya. Dan kalau kemauannya tidak ditiruti dia akan membeberkan skandalnya.

“Akan kutranfer lima belas juta.” Kataku pasrah.

“Cantik, tunggu sebentar. Aku mau bertanya apakah kau ikhlas memberiku uang sebanyak itu?”

“Aku anakmu, Mamih. Ikhlas tidak ikhlas aku akan mentransfer uangnya.”

“Baiklah kalau begitu. Semoga harimu menyenangkan.” Kemudian derai tawa kemenangan menutup ocehan Mamih. Mengerikan.

Dengan kesal kututup hand phone. Pandanganku kembali tertuju ke pintu. Hasrat menggambarku lenyap seketika. Dan tiba-tiba pintu terbuka lagi. Mendadak mataku melotot. Kali ini yang masuk bukan wanita jejadian atau gerombolan arisan seperti tadi. Ini pria berdasi, masih muda, sendirian, tinggi, putih dan… aaaaarrrggghhh… sangat tampan. ku kelojotan. Secepat kilat berlari ke ruanganku untuk memeriksa make up dan penampilan—masih cantik—buru-buru keluar lagi. Si Tampan telah lenyap. Aku celingukan. Kepalaku berputar-putar mencari. Aduuuuuuuh... Tom Cruise-ku hilang.

Ke depan, tidak ada. Tak mungkin si Tampan berkeliaran di area kutang dan jilbab. Jangan! Pasti dia ada di area pakaian lelaki atau apa saja yang ada sangkut pautnya dengan lelaki. Ah, mungkin di area kemeja atau dasi. Cepat-cepat aku ke sana. Nihil. Duuuuuh... Tampan... di mana dirimu berada? Ketika hendak kembali ke kasir aku menemukannya sedang memilih sepatu. Aha! Kurapihkan pakaian. Tapi tiba-tiba gemuruh orang yang berlarian terdengar. Sekitar sepuluh SPG berhamburan kegenitan ke arah si Tampan. Dengan hasrat memecat seribu karyawan kuhadang mereka. Mataku melirik tajam, penuh ancaman PHK tanpa ampun bagi siapapun yang membangkang. Berhasil. Para SPG bubar barisan.

Tidak mau membuang waktu. Dengan penuh percaya diri aku mendekati si Tampan. Pura-pura ikut memilih sepatu. Mataku rasanya mau copot. Jantungku seperti mau meledak. Dari dekat lelaki ini terlihat jauh lebih tampan. Subhanallah... rambutnya hitam mengilap. Astagfirullah... bibirnya seksi sekali. Allahu Akbar... matanya berwarna biru. Mungkin dia bule atau keturunan Indo. Dan Alhamdulillah... sekarang aku di dekatnya. Wangi parfumnya menggoda hidung untuk terus berada di dekatnya. Tuhan... sempurna sekali makhluk ciptaan-Mu ini.

Otakku berputar setengah mati mencari ide agar bisa mengajaknya bicara. Dapat!

“Maaf, boleh minta tolong?” kataku gugup.

Si Tampan menoleh. “Ya,” jawabnya.

Aku tersenyum. “Boleh minta tolong ambilkan sepatu itu.” aku menunjuk sepatu putih di atas kepalaku.

Si Tampan membalas senyumku lalu mengambilkan sepatu yang kumaksud kemudian memberikannya padaku. “Ada lagi?” tanyanya.

“Tidak ada.” Aku menggeleng. “ Terimakasih.”

“Sama-sama.” balasnya. Kemudian dia pergi ke pojok, duduk di kursi dan mencoba sepatu yang ia bawa. Aku mengikutinya, duduk di sampingnya, dan mencoba sepatuku. Jantungku benar-benar mau meledak. Aroma parfumnya semakin menggoda hidung. Kalau direstui aku ingin sekali pingsan di hadapannya. Sukur-sukur langsung diberi nafas buatan.

“Eh, coba sepatu juga?” aku basa-basi.

Ia mengangguk sambil tersenyum. Manis sekali.

Kulepaskan high heels dan kupakai sepatu putih yang modelnya sungguh sangat aneh. Menyesal aku memilih sepatu ini. Tapi tidak apa-apa, ini hanya pura-pura. “Bagaimana, sepatu ini cocok tidak untukku?” aku menjulurkan kakiku yang telah dibungkus sepatu baru.

Alih-alih berkata 'bagus' si Tampan malah meledak tertawa. Keras sekali sampai beberapa pria yang kebetulan ada di ruangan itu melirik ke arah kami dan langsung ikut tertawa. Ada apa ini? Apanya yang lucu? Wajahku mendadak pucat. Aku salah tingkah. Nyengir sendiri. “Kenapa tertawa?” tanyaku gugup.

Dengan susah payah si Tampan berusaha bicara. “Itu kan sepatu laki-laki.” katanya kemudian kembali terbahak-bahak.

Rasanya seperti tertimbun apartemen 754 tingkat. Malunya ampun-ampunan. Kenapa aku tidak sadar kalau sekarang berada di area sepatu lelaki. Mataku buta. Pantatku serasa dipaku ke kursi, sulit sekali bergerak. Si Tampan tertawa semakin menjadi-jadi. Mamih... tolong anakmu. Dengan kecepatan cahaya aku kabur. Bersembunyi di ruanganku. Meratapi kebodohanku. Seribu satu satwa kebun binatang kusapa. Mulai dari monyet hingga badak ujung kulon. Tidak ada yang terlewatkan. Namun tanpa gentar, beberapa menit kemudian aku kembali ke medan perang. Kali ini bersembunyi di deretan gaun pengantin. Menunggu si Tampan ke kasir untuk membayar dan saat itu aku akan pura-pura ikut membayar barangku lalu sedikit berbincang-bincang tentang kebodohanku di area sepatu tadi, kemudian kenalan, tukar nomor telepon, janjian, pacaran, dan menikah. Aaaaahhh... sempurna sekali rencana biadabku ini. Apalagi tahun ini Mamih lenyap dari rumah. Sungguh sempurna. Hahahaha…

Hampir setengah jam aku bertengger menunggu. Keram mulai menjalar, kesal mulai mengendap, gondok mulai membengkak. Dan ketika semuanya nyaris meledak, akhirnya si Tampan muncul. Dia membawa lumayan banyak belanjaan. Aku meraih baju asal-asalan kemudian mengikutinya dari belakang. Di kasir dia mempersilahkanku untuk membayar lebih dulu. Ah, selain tampan ternyata dia sangat baik.

“Terimakasih.” kataku tersipu kemudian memberikan bajuku pada kasir.

“Aaaaarrrggghhh...” kasir tiba-tiba berteriak. “Selamat ibu. Akhirnya Tuhan mendengar doa saya. Mana undangannya? Kok belum disebar?” dia mengibarkan gaun yang baru saja kuberikan.

Kepalaku serasa digetok 500 martil. Bodoh! Kenapa aku mengambil gaun pengantin??? Salah-salah si Tampan mengira aku akan menikah besok. Tapi dengan kecanggihan akal bulusku dalam sekejap alasan untuk mengelak kudapatkan.

“Ah, kau ini ada-ada saja.” aku tertawa renyah sambil memukul pundak si kasir lembut. Tapi terlalu keras sampai si Kasir tersungkur ngusruk. Beberapa kotak berisi uang receh ikut berhamburan diiringi suara gemerincing yang menghawatirkan. Adalah sebuah misteri alam kalau tenaga orang yang sedang jengkel mendadak berlipat ganda. “Ah, maaf.” kataku.

Si Kasir bangkit. Merapihkan pakaiannya. Ia cengar-cengir serba salah. Dan... oh... hidungnya berdarah. Mungkin mencium meja atau apa. Rasakan itu bedebah!

“Cepat bungkus gaunnya.” perintahku. “Itu untuk saudaraku.” aku berbohong. Dengan sedikit sentuhan kesombongan kukeluarkan dompet dan mengambil kartu kredit gold.

“Loh, ini kan butik Ibu. Tidak usah bayar.” kata kasir dengan wajah bingung. Darah dari hidungnya mengalir semakin deras. Brengsek!

Aku berkedip-kedip berusaha memberikan isarat yang semoga saja dipahami.

“Mata ibu kenapa?”

Ah, isarat tidak dimengerti. Kasir tolol!

“Bu, sudah, tidak usah dibayar. Nanti saja saya masukkan ke data pribadi ibu.” kasir masih ngoceh.

Tiba-tiba aku sangat berhasrat ikut kursus menjahit. Kalau sudah lihai nanti akan kujahit mulut si Kasir. Aku terus berkedip-kedip. Si Tampan menatapku curiga. Jangan sampai dia mengira aku orang gila yang membeli baju di butikku sendiri. Duh... Tuhan... kenapa aku mendapatkan kasir idiot yang tidak mengerti isarat darurat. Kutendang meja, merharap mengenai kaki si kasir. Meleset, malah mengenai meja dan terlalu keras hingga suaranya berdebam. Aku jejeritan kesakitan. Kini semua orang menontonku. Duh... malunya. Berang! Akhirnya aku pergi keluar.

Aku bersembunyi di antara mobil. Ada dua ribu sembilan alasan untuk mendekati si Tampan. Sekarang aku akan pura-pura susah membuka bagasi. Dan kalau si Tampan nongol aku akan pura-pura minta bantuan padanya. Ah, sempurna.

Pintu terbuka. Yang keluar malah gadis berambut panjang yang diikuti dua banci atraktif tadi. Kuperhatikan. Ah, itu bukannya Anastasya Muldiono, penyanyi muda yang sedang naik daun itu. Lagu Culik Aku Lagi sangat booming dan menggema di mana-mana. Aku hafal liriknya. Tapi kalau melihat secara langsung tampaknya gadis itu sangat jutek. Ah, masa bodo.

Aku kembali menunggu. 5 menit, 10 menit, dan ketika aku hendak mengintipnya ke dalam akhirnya si Tampan keluar. Aku gelagapan, berlari serabutan tanpa arah ke mobil. Pura-pura mengeluarkan kunci. “Aduh... susah sekali ya!?” teriaku pura-pura. Jantungku melonjak.

“MALIIIIIIIING...!!!”

Sebuah teriakan dari ibu-ibu berpakaian aneka warna menggema di parkiran itu. Ada maling di mana? Aku celingukan. Itu bukannya rombongan anti-diskon yang tadi belanja di butik? Dengan tampang murka mereka berhamburan ke arahku.

Bagai petir di siang bolong. Keledai idiot saja tidak akan jatuh ke lubang yang sama tiga kali. Aku, Tamara Amalia, diteriaki maling oleh grup arisan entah dari Rt mana? Demi tempe-gosong-dan-beracun buatanku tempo dulu, aku sama sekali tidak tahu kalau mobil Taruna berwarna merah ini punya ibu-ibu itu. Apalagi berniat merampoknya. Sungguh, tidak secuilpun ada niat seperti itu. Dadaku serasa sesak. Panas perlahan menjalar naik dari ujung kaki ke ubun-ubun. Pasti wajahku merah padam karena malu. Apalagi banyak orang yang tiba-tiba berdatangan. Duuuuhhh... Penguasa Jagat Raya... apa yang harus kulakukan. Jangan biarkan hamba-Mu mati muda dibakar masa.

Kakiku bergetar hebat dan dalam hitungan detik semuanya berubah menjadi gelap.

Samar-samar kulihat siluet wajah Nensih yang panik.

“Ah, untunglah kau sudah sadar.” Katanya tersenyum.

Aku hendak bangun tapi kepalaku terasa berat. “Apa yang terjadi? Mana ibu-ibu itu?” tanyaku bingung.

“Sudah tidak ada. Kau sekarang berada di rumah. Tadi siang sekertarismu menelepon. Katanya kau pingsan karena hampir digebugi masa.” Nensih cekikikan. “Ini, minum dulu.” Ia membantuku bangun lalu memberiku segelas air. “Bagaimana? Sudah agak mendingan?”

Aku mengangguk lemas.

Ternyata tadi siang aku pingsan. Tapi bagaimana nasib si Tampan. Duuuh… aku belum sempat kenalan. Tapi jujur, rombongan ibu-ibu tadi kalau sedang marah sungguh menyeramkan.

Jam 8 malam semuanya kembali normal. Aku sudah bisa tenang. Dan untuk memulihkan emosiku Nensih mengajakku nonton DVD. Film a Cinderella Story yang dibintangi Hilary Duff dan Chad Michael Murray. Ketika film sedang seru-serunya bel pintu berbunyi. Dengan malas aku membukanya.

Seorang pria tampan berdiri di ambang pintu. Tadinya aku hendak menjerit. Tapi tak jadi karena pria itu malah tersenyum. Sungguh manis. Dia memberikan sekotak kue padaku.

“Maaf, aku mengganggu. Ini ada kue.” Katanya sopan. “Aku penghuni baru di rumah depan. Anggap saja ini sebagai pemberian dari tetangga baru.”

Aku tersenyum. “Terimakasih.” Kataku senang.

Dari dalam Nensih berteriak, bertanya siapa yang datang. Tapi karena tak kuhiraukan dia akhirnya melihat sendiri. “Mara, siapa yang datang?”

“Eh, ini tetangga baru kita. Itu loh yang mengisi rumah depan.” Kataku gugup. “Oh, iya, namaku Tamara.” Aku mengulurkan tangan.

“Andy.” Katanya menjabat tanganku.

Setelah berbincang-bincang pendek akhirnya Andy pamit pulang tanpa mau masuk ke rumahku dulu. Katanya masih banyak yang belum dibereskan di rumahnya. Dan kabar baiknya, dia masih lajang. Aaaaaarrrrggghhh…

Aku dan Nensih buru-buru menyantap kue pemberian si tetangga-baru-yang-tampan. Tapi bunyi bel kembali mengganggu. Aku dan Nensih buru-buru membukanya. Pasti Andy balik lagi. Dan setelah pintu dibuka ternyata ibuku. Di ambang pintu, berlumuran tawa.

Bibirku langsung monyong mengetahui siapa yang datang. “Bukannya Mamih sedang menenangkan diri di rumah Bibi susi?” kataku judes.

Ibu melangkah genit ke dalam rumah seolah dia adalah model yang sedang berjalan di catwalk. Ia cengar-cengir tidak jelas sebelum akhirnya tertawa renyah. “Sepertinya perjanjian kita batal.”

“Apa?” aku kaget.

“Iya.” Ia mengangguk. “Naluri keperawananku mengatakan ada seorang pemuda tampan yang tinggal di depan rumah kita.” Katanya centil.

“Naluri keibuanmu seharusnya mengatakan bahwa merebut pacar anak sendiri itu adalah perbuatan tidak bermoral.” Kataku berang.

“Oh, Cantik. Aku suka sekali perbuatan tidak bermoral.” Mamih mengitari sofa. Entah apa maksudnya? “Sangat menantang.”

Aku kehabisan kata-kata untuk meladeni ibu-ibu sinting yang satu ini. Karena tidak mau ada perang teluk akhirnya aku mengalah dan naik ke atas. Tapi tiba-tiba bel berbunyi lagi. Aku buru-buru turun ke bawah. Kulihat ibu juga berlari ke arah pintu. Kami berdua berlomba dan akhirnya aku berhasil membuka pintu.

“Aaaaaarrrrggghhh…”

Kami berdua menjerit histeris.

***


1st Chapter oleh Zelan Sidik

25 comments:

Lidya said...

Aku nggak bisa ngomong apa-apa lagi.
Novel ini kocak, bikin ngakak sampe perut melilit. Keren. Pokoknya:
100% lucu, 1000% gokil, dan aku yakin 1000.000 % bakal jadi best seller.
GagasMedia kapan nerbitinnya? Aku penasaran sama lanjutannya nih. Jangan lama-lama ya! Aku tunggu loh! Ini salah satu novel yang wajib dikoleksi buat ngisi waktu senggang... Buruan terbitin!

-Lidya Ananda-
Mahasiswi ITB (Institut Teknologi Bandung)

Widya Ananda said...

Hahahahaaaaa... Sumpah, lucu mampus. Bikin ketawa-ketiwi yang baca. Hebat, sadis, kocak,gokil, and fresh banget ceritanya. Bahasanya gokil abis. Tunggu aja, pasti novel ini bakal
Best seller
Best Seller
Best Seller
Best Seller
Best Seller
Yang nerbitin GagasMedia ya. Ok, ditunggu di toko buku. Lumayan mumpung banyak waktu kosong. Kira-kira akhir ceritanya kayak apa ya? Jadi penasaran.


-Widya Ananda-
Mahasiswi ITB (Institut Teknologi Bandung)

Karmila Auliana said...

Wuih... ceritanya bagus. Ngocok perut. Bikin senyam-senyum sendiri (katularan gila). Pokokna hebat lah!
GagasMedia, kapan novel ini dilincur ke pasaran? Aku pengen beli. Buat menghadapi bulan puasa. Sambil ngabuburit baca novel.
Diliat dari cara penuturannya, novel ini nggak ngebosenin walau dibaca bolak-balik. Pasti jadi best seller deh. Mudah-mudahan bentar lagi diterbitin biar bisa nemenin bulan puasa.

Andy Pratama said...

Benar-benar lucu. Melihat komentar-komentar di atas, saya rasa setelah terbit nanti novel ini bisa jadi best seller dan tidak menutup kemungkinan diadopsi ke layar lebar. Wah, seru pastinya kalau sampai dibuat film. Saya tunggu novelnya di toko buku. Saya pasti beli untuk mengisi waktu ketika terjebak macet di jalan. Dari pada stress nungguin sampai ke kantor, lebih baik saya baca cerita tentang orang-orang yang stress karena belum punya pacar. Hahahahaaa...

Alvin said...

Great!
Novelnya pasti best seller.
Filmnya pasti box office.
Bener-bener bagus.

DarkAngel said...

wahahahahahahahahahahah..........!
lucu habis cerita d novel km...!
bisa2 novel itu laku habis klo dah terbit....!
Lanjutin aja ceritanya k chapter 2..!Klo bisa smpe slese....!

Gya Laudya said...

What a funny story.
Hebat! Ceritanya sadis. Najong! Te O Pe Be Ge Te!!! Terbitan GagasMedia, ya. Kapan dilaunching?
Bener-bener great kalau sampe ada filmnya. Box office pastinya.Secara novelnya aja udah bikin sakit perut. Nggak kebayang gimana lucunya kalau bener divisualisasikan. Wah, mudah-mudahan aja deh bakalan difilmin. Tapi pasti beli novelnya dulu, solanya bahasanya kocak. Keren abis...

Dava Reydan said...

Wakakakakakkkk... GILA!!! Ni novel lucu abis. Semua karakter yg ada di dalamnya pada stress nggak kebagian cowo. Tema baru yang luar biasa bagus. Bikin ketawa berkepanjangan. Sumpah, lucu abis.
Wah, apalagi bakal dibikin film. Mantep man! Pokoknya gue tunggu novel sama filmnya. Dua-duanya pasti bakal laris manis kayak kacang goreng. Duh, masih sakit perut nih bekas ngakak barusan. Asli top banget dah ni novel.

Anisa Anindita said...

Penulis asal Tasikmalaya yang satu ini memang hebat! Nggak ada matinya. Pinter bikin emosi orang naik-turun kayak eskalator. Lajang Lapuk!!!-nya hebring euy! Bisa bikin perut mules karena kebanyakan ketawa. Kapan ada di Gramedia Tasikmalaya? Aku pengen beli. Kalau nggak,sekalian aja launching di sana biar bisa dapet sama tanda tangannya langsung. Wah,pokoknya pasti jadi salah satu novel yang bakal banyak diburu maniak novel nih. Angka penjualannya pasti tinggi. Ide dibuat film juga ok! Pasti bangku bioskop penuh pas nayangin film Lajang Lapuk!!! Kapan,ya, aku bisa nonton? Mudah-mudahan pas bioskop 21 di Palaza Asia udah jadi. Pasti sukses deh novel sama filmnya.

Ricky Reynaldi said...

Hmmm... komentar yang pas buat novel ini apa ya? really, I can't say anything. Semua kata buat ngomentarin novel ini sudah disebutin sama orang-orang di atas. The Best comedy. Apalagi bakalan ada filmnya. Nggak bisa bayangin gimana sakitnya ketawa di bioskop. Zelan memang hebat. Smart. Pinter bikin kejutan. Mudah-mudahan karyanya bisa go internasional.

Ryan Adrian said...

Hahahahaaaaa… hebat, lucu, fresh, gokil, gila. The best deh. Ditunggu banget novel sama filmnya.

ochid_cubby said...

Wah Dik....
Klo yang kemaren lucunya cuma sampe perut ....
klo sekarang sampe muntah-muntah...
sampe Q tak bisa berkata2...
bahkan sudah kehabisan kata...
yang ada Q hanya bisa Terawa... Wakakakakakakakakakakakakakakak...
Pokoknya Best Seller Wat Novel U...
Wish You Luck Bro...

*OcHId_z@*
Peneliti Muda PSIK
Univ. Paramadina)

die coms said...

wah mantap bner ni crita..
ini komplit bgd crita y...
sru abizzzzz..
top dach...
best seller nih novel y..
d tunggu lounch y ya...


-ardy k-
mahasiswa IT gunadarma

Marsya Ananstasya said...

Keren gokil! Cerita yg seharusnya sedih dibungkus komedy. Hasilnya ya, Lajang Lapuk ini! Gokil abis deh. Kutunggu novelnya.

Asep Wildan Iskandar said...

k sidik .....asep g bisa mong apa2 lg bie ...cZ,dah di sebutin semua'a ...
tp ,asep cuma mu bilang ..
kjlo Novel kk.IS THE BEST !
and will be BETTER.
asep bangga punya sahabat seperti kk.terus berkarya ya k .n jangan lupa untuk selalu berdoa dan tingkatin ibadah'a ..

SEKALI LAGI .
do the Best don't FEel The BEsT

adi febri santosa said...

gla krn abz ampe ga kbyng pd awlnye
smp lw kaga baca novel nih nangis tujuh turunan lw....!
exsbest is the best deh...

Good luck deh


ampe ga sbr gmn klo dbkn flm

Unknown said...

ni pengalaman sp y???
kq bs dpt ide se-"gila" ini si???
ap jgn2 ini pgalaman si penulisnya???
hwhwhwhwww...kidding
hmmm...tp d balik tulisan ini sebenarnya, byk pesan2 yg tersimpan d dlmny
anyways,ni bacaan yg ringan tp banyak mengandung komedi tapi juga ad pesannya juga..
smoga novel ini bs cpt kluar n bs d jd BEST SELLER OF THE YEAR & bs d buatin filmnya y??? ad yg mw ngajak aq ntn film ini kl ud launch???
heheheheeee
lol
Btw, sukses y?! ^_^

az_m1n said...

wah bagus banget novelnya.........
Apalagi penulisnya kocak banget deeeeh..........!!!
Selamat mudah-mudahan best seller!
aku tunggu karya-karya selanjutnya!!!

Hadijah Nasution (DJ) said...

woowww!!!sumpah, ne novel gokil abieessss...
g da kata lain, selain ne novel bakal jadi Best Seller....
w bangga bisa kenal & pernah sekelas bareng penulis novel ternenal kya lw
klo dah sukses jgan lupa ma dj yua..^_^

GOOD LUCK 4U

Ana said...

Luar biasa parah. Sadis, gila, gokil, stress... Your novel is the best.
Yang pasti bakal ngisi rak koleksi buku di rumahku.
Filmnya ditunggu banget. Tapi kayaknya masih lama deh... Ya udah, baca novelnya dulu aja.

Idhan Papan said...

wajib baca ne novel kawan gw!!
wkwkwk

mendadak gilak gw bacanya..
Lucu abissss

ga nyangka sii sidiq punya ide briliant kayak bgini

cayoo buat sidiq!!
kpn novel selanjutnya terbit??

_idhan_
mahasisiwi '07 UMM MALANG

Dion said...

I Just Wanna Say:

Kocak Abis...

Parah Gila...!!!

The Best Novel Komedy.

Gak Bosen dibaca.

Karakter Utamanya Unik.

Ceritanya Fresh.

Gaya Bahasanya Enak Dibaca.

Dan gue yakin, ni novel bakal jadi best seller of the year. Tentang Filmnya, kita liat aja nanti. Siapa yang jadi peran utama. Tante gue kayaknya cocok tuh. Hahahaaa... becanda. pokoknya gue tunggu di toko buku.

she_tie said...

Aslm.
Ze, Bab I aja dah seru bgt.
Pa lg Bab berikut'a.
D'tunggu Bab berikut'a.
Btw, dpt ilham dr mn sih bs nlis kyk gto?
He.
Pokok'a d'tnggu d Tasik.
He.
Wslm.

My Experience is My Inspiration said...

wah.. ka lucu banget.. jadi ketawa ketiwi diriku... ^_^ Jadi tambah gila ne diriku setelah baca ntu (tadinya se dah stress heuheu). kebanyakan yang bikin lucu se kata2 tambahan dari ka2... Jhahahaha... ngocak banget.. eh tapi ka.. kayaknya kurang tanda baca deh pas abis da yang ngomong... jadi kayak yang ngilangin ekspresi (sori ka bukannya sok tahu ^^). Tapi intinya seru ne novel.. ^^. ditunggu kelanjutannya.. hueheu.....


Eh btw perkiraan, berapa ne harganya.. heuheu (coz kantong sering kering..) heuheu

-Deden Nurul Zaman-
Siswa SMK N 2 Tasikmalaya

apoed said...

woy conk susah bnr sih cr masky
oya novel lw bagus sih seruuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu bnrrrrrrrr klo ada skrng novely w beli deh hweeeee...