BAB 1: PERMANENT VACATIONER
Bukan keinginan Jaka untuk tinggal di pulau terpencil ini. Semua keinginan orang tuanya. Bapak dan Ibu Jaka waktu muda dulu bercita-cita menjadi sepasang Permanent Vacationer, yang artinya mereka ingin menghabiskan hidup mereka di suatu tempat wisata.“Biar hidup Bapak bisa lebih panjang”, itulah jawaban Bapak setiap kali ditanyai oleh Jaka kenapa memilih buat tinggal di pulau terpencil di salah satu sudut negara ini. “Kan kalau hidup di kota kemungkinan besar udara yang kita hirup itu udara kotor, makanan-makanannya pun kemungkinan gizinya kurang, gaya hidupnya pun mungkin bisa jadi tidak sehat. Bisa-bisa cepet mati Bapak nanti kalau tinggal di kota. Kamu gak mau kan Bapak cepet mati Ka’? Kalo Ibumu sih gak mau Bapak cepet-cepet mati. Makanya Bapak dan Ibumu memutuskan buat tinggal di pulau ini. Kalau kata kamu ini pulau terpencil sih, ya sebenarnya gak terpencil-pencil amat. Cuma 15 menit kan kalau mau ke pulau utama di barat sana. Gak jauh-jauh amat kok.” Itulah pembelaan Bapak setiap kali Jaka mengeluh tentang keterpencilan tempat tinggal keluarga mereka. Agak sedikit maksa sih jawaban Bapak itu kalau menurut Jaka sendiri.
Kalau Ibunya beda lagi menjawab pertanyaan Jaka. Ibunya tidak menjawab kalau alasannya adalah tidak ingin suaminya tercinta cepat mati kalau tinggal di kota. “Ini cita-cita Ibu ma Bapak dari waktu muda dulu”, jawab Ibunya. “Dulu Bapak ma Ibumu ketemunya kan di salah satu tempat wisata, kamu inget kan ceritanya itu, dulu Ibu pernah cerita juga. Nah waktu itu Bapak dan Ibumu ngobrol dan saling bertukar pendapat. Dengan mesra tentunya.” Ibunya tertawa atau mungkin tersenyum sedikit. “Nah salah satu yang diomongin itu ya ini, tentang hidup di tempat wisata, cari duitnya juga di tempat wisata, jadi bisa wisata sekalian cari duit, sekalian hidup disana. Lha tidak tahunya terwujud apa yang Bapak dan Ibumu ini omongin waktu dulu. Jadilah kita punya penginapan kecil di pulau ini. Ibu sih berharap kamu bisa memahamin itu. Ini cita-cita Ibu dan Bapak dari dulu.”
Kalau sudah mendengar jawaban dari Ibu itu, Jaka sudah tidak bisa apa-apa lagi. Tidak bisa membantah lagi. Padahal sebenarnya Jaka merasa agak tersiksa dengan tinggal di pulau terpencil itu. Tidak ada siapa-siapa disini. Kalau dulu sih Jaka merasa senang. Bisa berkeliling pulau. Bisa menelusur berbagai tempat di pulau itu. Bebas pokoknya. Tapi kini ketika Jaka sudah lebih gedhe, dia sudah masuk SMA sekarang, Jaka merasa sedikit tersiksa. Ketemu dengan teman susah. Kalau mau ketemu teman harus menyebrang laut dulu selama hampir 30 menit, bukan 15 menit seperti yang Bapaknya bilang. Begitu sampai di pulau utama, harus berputar-putar dulu baru bisa ketemu sama teman main SMAnya. Itupun dengan bersepeda, tidak bisa memakai kendaraan bermotor, karena memang keluarganya tidak punya. Susah bawa motor atau mobil kesana kemari, kalau dititipkan di pulau utama juga agak rawan, begitulah alasan Bapaknya. Jadilah dia bersepeda. Sepedanya tergolong bagus sih sebenarnya. Sepeda yang agak mahal. Sepeda gunung yang menurut Jaka enak buat dikendarai. Alasan Bapak juga cukup masuk akal, jadi Jaka senang-senang aja dengan itu.
Rata-rata butuh waktu hampir satu jam untuk perjalanan bertemu teman di pulau utama. Begitu pula dengan sekolah. Jaka selalu berangkat dari rumah sekitar jam setengah enam. Sampai depan sekolah kira-kira jam setengah tujuh.
Kalau dulu Jaka selalu diantar Bapaknya kalau ke sekolah. Pulangnya juga dijemput. Pakai sepeda tentu saja. Tapi setelah kelas dua SMP Jaka dibelikan sepeda baru dan diberi tanggung jawab untuk berangkat dan pulang dari sekolah sendiri, tidak diantar jemput seperti biasanya. Bapaknya hanya mengantar pakai kapal kemudian Jaka harus bersepeda sendiri ke sekolah. Pertamanya agak takut sih buat Jaka, tapi karena sudah hafal belok-beloknya dimana aja, akhirnya lama-lama biasa juga.
Sebenarnya yang membuat Jaka sedikit tersiksa adalah waktu yang dihabiskan untuk perjalanan dari pulau rumah mereka ke pulau utama. Satu jam bukan waktu yang cepat. Walaupun kadang waktu satu jam itu menjadi cepat, entah karena Jaka lupa mengerjakan PRnya sehingga harus mengerjakan ketika perjalanan di laut, atau karena Jaka memilih tidur dan membiarkan Bapaknya mengendalikan kemudi kapal sendirian.
Kegiatan di rumah Jaka sendiri, yang juga menjadi penginapan, biasa-biasa saja. Rutinitas sehari-hari. Membersihkan ini itu, menata ini itu. Kalau si Ibu biasanya memfokuskan dirinya ke kebun yang ada di belakang penginapan. Berkebun adalah salah satu hobi Ibunya Jaka. Berbagai macam tanaman ada di kebun itu. Bibitnya dibeli di pulau utama, cara menanamnya didapat dari buku yang dibeli di toko buku di pulau utama, dan kalau sudah mendapatkan bibit baru yang menarik untuk ditanam dan diteliti oleh tentang bagaimana agar bisa tumbuh dengan baik, pastilah si Ibu jadi sibuk sendiri. Kalau si Bapak lebih suka membaca majalah yang dibelinya di pulau utama. Hobinya yang lain adalah membuat berbagai furnitur dari kayu. Kayunya didapat dari pulau, kalau tidak ya beli di pulau utama. Macam-macam kursi sudah berhasil dibuat Bapak dan sudah tersebar di sudut-sudut penginapan. Bapak juga suka menulis buku, tapi hanya kadang-kadang akhir-akhir ini.
Kalau kegiatan Jaka, dia lebih suka membaca buku, bermain Play Station, dan tentu saja pergi ke pulau utama di akhir pekan. Sebenarnya setiap dua minggu sekali Bapak, Ibu, dan Jaka pasti pergi ke pulau utama bersama-sama, Ibu mencari bibit tumbuhan baru, Bapak mencari majalah-majalah baru, dan Jaka mencari game-game baru. Walau ada rutinitas seperti itu tapi Jaka setiap akhir pekan pasti selalu bermain ke pulau utama. Kalau tidak bermain ke tempat teman, ya dia mejelajah pulau utama itu, dengan sepeda tentu saja. Ke gunung, ke pantai yang banyak orang kalau sudah waktunya akhir pekan, ke pusat kota yang tidak begitu ramai, ke danau, atau sekedar ke tempat bermain Play Station yang ramai setiap akhir pekan.
Tapi akhir pekan ini Jaka tidak bisa kemana-kemana. Tidak bisa bermain ke pulau utama. Minggu siang ini penginapannya dikunjungi oleh banyak wisatawan yang sudah pesan tempat sejak beberapa hari yang lalu. Wisatawan lokal dan sepertinya dari kota besar semua. Mereka datang bebarengan, tapi tidak satu kelompok. Ada yang datang satu keluarga, ada yang perorangan, ada yang sepasang kekasih. Total yang datang tepat pada hari itu sebanyak 10 orang.
Sebenarnya Bapak dan Ibu, juga Jaka sendiri tidak menyangka penginapan akan kedatangan tamu wisatawan sebanyak ini. Biasanya cuma ada satu dua orang yang datang menginap pada suatu waktu. Tetapi sekarang 10 orang pada satu waktu, itu jumlah yang banyak. Bapak, Ibu dan Jaka sebenarnya kaget dan bertanya-tanya sudah sejak beberapa hari yang lalu, ada apa sebenarnya kok tiba-tiba ada banyak orang yang menghubungi penginapan mereka dan pesan tempat, dan semuanya pesan tempat untuk kedatangan pada hari yang sama. Tapi hari minggu itu tidak ada waktu untuk bertanya-tanya. Waktunya bekerja untuk mereka bertiga. Mempersiapkan semuanya untuk kedatangan para tamu wisatawan. Mempersiapkan semuanya sambil mengulang kata-kata yang sama dalam hati, padahal ini bukan masanya liburan, tumben.
***
1st Chapter oleh Bagas Megantoro
1 comment:
gileeeeee......
keren buangetttt tau apalagi pas bagian terakhir w demen bngt tuh
lanjutkan yah sidik jaelani.
yg pntng jangan lupa sama kulit yah okeeeee...
Post a Comment