B A B 1
Waktu itu adalah pertengahan bulan Agustus, dan pagi hari masih penuh dengan kabut karena memang masih jam tujuh kurang. Terlihat cewek berambut hitam dengan gaya ekor kuda membawa ransel warna hitam berstrip merah dan ada pin bergambar karakter Bleach, Ichigo Kurosaki dan Rukia Kuchiki berlari dengan semangat. Dia berhenti tepat di depan pintu yang ada lambang di atasnya : X 2. cewek itu melihat kanan dan kirinya. Sesudah memastikan bahwa nggak ada orang sama sekali, dia tersenyum puas. Cewek itu mengambil satu kursi dan duduk di depan pintu.
Menit demi menit berlalu. Cewek ini sudah dilanda kebosanan. Dari duduk tenang, dia berdiri, dan duduk menyamping. Setelah itu dia berdiri lagi dan duduk menghadap punggung kursi. Masih tidak ada orang yang datang, dan kabut mulai menghilang.
Cewek itu mendengus keras, mengambil sapu dan mulai membersihkan lantai. Sambil menyanyi dan menari sedikit, dia menyapu lantai kelas yang penuh dengan debu sendirian.
“Astaga!!!” Seru seorang cewek dekat pintu. “Aku nggak salah lihat nih?! Rin menyapu padahal bukan waktu piketnya!!!”
“Norak,” jawab Rin, menatap cewek itu. Cewek yang hampir sama tinggi dengannya, dengan potongan rambut bob dan kacamata tanpa bingkainya yang lonjong. “Memangnya kenapa kalau aku nyapu kelas ini? Nggak boleh? Kamu saja yang kerjakan, Nova.”
“Lho, kok marah. Aku Cuma nanya aja. Rin yang dari dulu disuruh giliran piketnya kabur, sekarang dengan sukarela menyapu. Jadi curiga nih, jangan-jangan jangan-jangan...”
“Diem, cerewet!”
“Marah lagi. Bagaimana dengan masa MOS, paling cepat terlambat 5 menit kan?”
“Jangan ingatkan aku sama kegiatan konyol kayak gitu.”
“Apanya yang kegiatan konyol?” Terdengar suara cowok memotong obrolan dua cewek ini. Begitu mereka menoleh, terlihat cowok tinggi, berkulit coklat dan senyum yang ramah. “MOS kan gunanya supaya kalian nggak kaget tiba-tiba muncul di sekolah ini. Kalian jadi kenal sama sekolah ini.”
“Kak Ronald!” Seru mereka berdua serempak. Rin sepertinya shock, dan Nova langsung berlari menghampiri cowok bernama Ronald itu.
“Kak, kapan aku bisa jadi anggota OSIS?” Tanya Nova serius. Raut wajah Ronald terihat kebingungan.
“Gimana ya... rasanya agak susah...”
“Ron, jangan main-main! Kamu ini hobinya ngerjain orang saja.” Kata seorang cewek yang suaranya lembut dan senyumnya manis. Rambutnya hitam lembut dan panjangnya sebahu. Memakai bando warna orange, dan tubuhnya semampai.
“Nadine, kamu ini cerewet juga.” Kata Ronald kesal. “Kamu.... Nova kan, yang waktu MOS juga nanya-nanya?”
“Iya,” jawab Nova semangat. Matanya terlihat berbinar.
“Kamu ikut aja dulu rapat-rapat OSIS, soalnya ketua OSIS ini,” kata Nadine menunjuk Ronald.
“Nggak bisa diandalin.”
“Udah ah! Ayo kita ke kelas.” Kata Ronald meraih tangan Nadine dan pergi dari situ. Rin mendekati Nova.
“Siapa sih, cewek itu?”
“Lho, kamu nggak tahu?” Tanya Nova balik. Rin merengut.
“Kak Nadine itu Sekretaris OSIS. Dia itu idola para cowok di sini tahu nggak? Cantik, tubuh yang langsing dan tinggi, pintar, cekatan dan baik. Pokoknya sebagai cewek, sempurna deh!” Kata Nova lagi. Rin terdiam, kayaknya dia nggak suka dengan mereka berdua. Nova berpikir itu pasti karena Ronald yang menegurnya tadi. Rin kan nggak suka dikomentari.
Rin termasuk wajah baru paling populer di angkatan anak kelas 1. cantik, jago olahraga, gayanya cool, dan meskipun sering telat dan jarang belajar, nilainya selalu bagus. Itu semua kelebihannya dan selain sering telat dan jarang belajar, mungkin kejelekannya Cuma berjudi. Yap. Berjudi. Rin punya hobi berjudi dari kecil sampai dijuluki Dewi Judi. Dan dia mendapatkan gelar itu karena dalam berjudi, dia selalu mendapat untung dari menang kalahnya. Entah bagaimana bisa seperti itu.
Bagaimana dengan Nova sendiri? Bisa dibahas nanti, soalnya Nova pelit dalam berbagai sisi. Jadi kalau bertanya padanya dan orang lain, semua pasti sia-sia. Yah, mungkin bukan pasangan yang komplit, tapi mereka akrab. Sangat akrab, karena mereka saling mengerti dan tahu keadaan diri masing-masing.
“Jadi, rumahmu hari ini masih penuh bunga?” Tanya Nova waktu istirahat pertama. Muka Rin langsung kusut waktu dengernya. Nova tersenyum.
“Iya. Kenapa? Senang? Nggak peduli dengan perasaanku? Astaga...”
“Aku nggak bilang gitu kok! Tapi bukannya dia keren?” Kata Nova lagi.
“Nova, kita udah bahas ini berkali-kali dan kau sudah lihat wajahnya berkali-kali dan melihat tingkahnya berkali-kali dan... dan... dan kamu masih bilang dia keren sampai sekarang!!?? Apa sih, yang kamu liat dari Joe aneh itu?” Tampang Rin sudah mulai putus asa. Nova hanya bisa tersenyum. Senyuman misterius. Nova memang misterius.
“Ini sudah seminggu loh. Kira-kira dia bakal datang nggak ya? Jangan-jangan sudah pindah?”
“Mungkin. Kayaknya sih, udah pindah.”
“Jangan dong!! Kita aja belum lihat bagaimana wajahnya?”
Sebuah gosip yang menarik, tapi kita ngomongin soal apa sih? Cewek dan cowok itu begitu ngotot dengan pendapatnya masing-masing.
“Kamu nggak tahu? Wajar sih. Ada seorang murid yang sampai sekarang selalu absen di kelas kita. Sebenarnya nggak ada masalah dengan dia, tapi cowok itu penuh gosip. Ini semua karena guru-guru yang panik melihat absennya sampai sekarang. Ada yang bilang dia anak orang kaya, anak jenius, anak ini dan anak itu.” Jawab Nova waktu ditanya.
“Kalau Cuma dua hal itu gosipnya, kenapa semua murid jadi heboh?” Tanya Rin bingung. Dia mempermainkan sendoknya.
“Yah, dia nggak sekedar kaya. Tapi superduper kaya. Entah dia itu anak direktur perusahaan raksasa atau bahkan mungkin sebenarnya pangeran negeri antahberantah. Da kita bicara soal keuntungan berteman dengan orang superkaya, dan mungkin juga berkuasa. Uang bisa menggerakkan segalanya, kalau aku harus ingatkan kata dalam kamusmu.”
“Dalam kamusku, uang dicari dengan tangan sendiri. Kalau aku mencari uang dengan berteman, aku nggak mau dekat denganmu. Paling tidak, berjudi membuatku berpikir.”
“Berjudi itu tidak bagus. Seberapa besar keberuntunganmu kurasa nggak akan bisa menaklukan judi.”
“Judi bukan Cuma beruntung, honey. Itu membuatmu berpikir secara kalkulasi. Perhitungan yang tepat membuatmu nggak akan pernah kalah. Well, kalau misalnya taruhanku salahpun aku nggak rugi. Aku juga nggak memakai taruhan uang.”
“Kau nanti bakal kena batunya. Sekarang, kita masuk dulu. Bell sudah bunyi. Guru killer itu bakal masuk hari ini.”
“Guru Fisika? Yang benar saja.”
“Diamlah.”
Beberapa menit berlanjut. Semua orang dilanda kebosanan sampai waktunya mulai absen. Semua hadir kecuali... “Aryo? Aryo Dwiyanakusuma? Lagi-lagi tidak ada ya?” Guru mulai putus asa lagi. Rin cekikikan. Namanya kayak nama wayang banget. Orangnya kayak apa ya?
“Tidak ada suratnya pak! Alpa!” Sahut sekretaris.
“Tunggu!! Saya di sini pak!! Saya di sini!!” Teriak seseorang dari jendela. Semua orang terpana melihatnya. Di jendela lantai 3, ada seorang anak melambai dengan entengnya!!! Kayaknya dia memanjat pohon di samping sekolah dan memakai pondasi sekolah menuju jendela. Langkahnya ringan, dan berdiri tegap di hadapan pak guru yang sudah kena gejala serangan jantung.
Sesaat, Rin juga terpana. Tapi dia cepat menguasai diri. Tinggi, berkulit putih, berwajah tampan, sorot mata yang kuat dan ceria. Sepertinya dia orang yang cuek.
“Ka, ka, kamu!!! Kenapa masuk lewat jendela!!!??” Tanya pak Guru itu.
“Iya pak!! Eh, maksud saya... saya nggak bisa masuk gedung. Jadi saya masuk lewat jendela pak!” Jawab cowok itu.
Sekedar info, gedung sekolah ini adalah sekolah yang bentuknya segi empat dan mengelilingi lapangan besar. Nggak ada satupun jalan keluar masuk gedung kecuali pintu depan.
“Gotcha!!” Gumam Rin kesenangan. Nova langsung menangkap gelagat nggak bagus. Rin berjudi lagi?
“Judi? Nggaklah...” Jawab Rin. Mereka lagi dalam perjalanan pulang. “Nggak sempat. Aku Cuma bilang kalau anak itu bakal datang hari ini. Si Antok itu nggak percaya. Untung aja dia nggak taruhan, pasti dia kalah sekarang.”
“Darimana kamu tahu dia bakal datang hari ini?” Tanya Nova heran.
“Karena hari ini sudah seminggu. Anak itu pintar kan? Kurasa tidak akan bisa dia memperpanjang bolosnya dengan alasan ‘aku ditipu’ kalau lewat dari seminggu.”
Dengan kata lain, Rin juga nggak bisa memperkiran kapan sebenarnya si Aryo ini turun. Makanya dia nggak masang taruhan. Dasar Rin, apanya yang nggak sempat? Pikir Nova.
“Rin, kayaknya hari ini dia bakal datang. Si Joe itu.” Kata Nova mengingatkan.
“Bisa nggak sih, nggak nyebutin namanya sekali aja? Nanti dia da...”
“Aku datang!!! My honey!!!” Suara yang riang terdengar membahana. Kelopak bunga mawar berhamburan, dan muncul cowok dengan membawa buket bunga mawar yang besar!!!
Rin langsung diam karena shock, sedangkan Nova menantikan apa yang terjadi.
“Kau merindukanku, my honey?” Tanya cowok itu mendekat dengan gerakan yang genit. Rin serasa mau muntah darah.
“Nggak ada yang merindukanmu, dasar bodoh!!” Pukulan telak mengenai pipi Joe dengan mantap. Cowok itu terlempar dan sukses menghantam tanah.
“Rin!!! Tinjumu yang penuh cinta seperti biasa membuatku jatuh cinta lagi!!” Kata Joe di tengah kesakitannya.
“Dasar genit, narsis, brengsek, nggak ada kapok-kapoknya!!!” Rin benar-benar jengkel. Sepertinya kalau Joe berbuat sesuatu lagi, bakal di hajar habis-habisan.
“Sudah Rin, biarkan saja dia. Rumahmu sudah dekat kan?” Kata Nova.
“Nggak bisa!! Aku sudah capek!! Tiap sore dia selalu saja datang menghadangku dijalan dengan buket bunganya yang super besar itu!! Selalu saja ngomong sembarangan, kayak orang yang nggak punya otak, dan sekarang, dia bawa bunga mawar!!! Aku paling nggak suka bau mawar yang pekat!!! Kali ini, dia harus dihajar sampai ngerti!!!” Rin betul-betul sudah habis kesabaran.
“Kali ini beda, honey.” Kata Joe dengan nada serius. Rin mendelik, agak heran dengan perubahan mendadak dari Joe, si tukang lawak. Joe berlutut dihadapan Rin, dan menatap mata Rin tanpa berkedip seraya mengambil sesuatu dari sakunya. Sesaat, Rin merasa jantungnya berdebar karena itu. “Kupersembahkankan padamu, puisi cinta!!!”
BUMM!!! Hancur semua adegan penuh makna beberapa detik tadi!!!
Ambulans meninggalkan rumah besar, dan Rin bernapas lega memperhatikan ambulans itu menghilang di persimpangan jalan. Paling tidak, untuk beberapa hari, tidak ada bunga dan orang konyol seperti Joe.
“Walah, walah... kamu kirimkan Joe ke rumah sakit lagi? Baru seminggu yang lalu dia sembuh dari patah tulang gara-gara kamu tabrak sampai motor itu disita sama ayahmu.” Terdengar komentar seorang gadis di meja makan. Rin berusaha mengacuhkannya.
“Kak Hana... kalo denger gosip itu yang bener! Salah dia sendiri muncul tiba-tiba dengan kostum aneh dan balon warna-warni!” Kata Rin membela diri. Sepupu Rin yang sudah kuliah semester 4 itu hanya tersenyum.
“Dia itu serius, Rin. Dia betul-betul suka sama kamu meski kalian awalnya dijodohkan. Nggak rugi berteman dengannya.”
“Kenapa sih, semua orang membela si norak itu! Kenapa nggak kalian aja yang dijodohkan dengan dia!!” Gerutu Rin kesal.
“Itu artinya kamu nggak kenal Joe, Rin. Cobalah berteman dengannya, dia baik kok. Kalian mungkin soulmate yang sudah ditakdirkan dari dulu.” Kata kak Hana lembut. Sama seperti Nova, senyum kak Hana penuh arti.
“Soulmate?” Ulang Rin heran dengan nada meremehkan. “Mana ada yang seperti itu? apalagi kalau dengan si norak Joe.”
Rin masuk ke kamar, meninggalkan kak Hana yang kebingungan. Yah, sepertinya Rin seorang anak gadis tomboy, cool, dan nggak ada sisi feminimnya sama sekali. Dia sama sekali nggak percaya dengan yang namanya cinta. Padahal, semua sependapat kalau dulu Rin itu anak yang manis. Sejak dia diganggu Gerombolan Siberat, eh, preman smp, Rin langsung belajar beladiri dan menjadi anak yang tangguh dan mandiri.
Rin dan Aryo ternyata piket membersihkan kelas. Sebenarnya ada lima orang, tapi 3 orang lainnya tidak bisa datang, dan baik Rin dan Aryo sudah dapat peringatan. Mereka kali ini nggak bisa mangkir. Rin mengerjakan tugasnya dengan penuh semangat. Dia kepengen cepat pulang, karena nggak ada Nova yang nemenin dia pulang, dan Rin punya firasat bakal terjadi hal gawat kalo tetap bersama cowok bernama Aryo itu. Setelah memastikan semuanya beres, Rin dan Aryo mengembalikan buku ke perpustakaan.
Aryo bersiul-siul kencang. Sepanjang pengamatan Rin, Aryo si anak superdung yang kaya ini, kelakuannya betul-betul cuek. Kurang ajar sama guru, seenaknya, suka ngegodain orang. Pokoknya nggak beres.
“Loh, Rin. Sendirian?” Tanya Nadine begitu melihat Rin di perpustakaan.
“Eh, nggak. Ada si Aryo di luar. Dia katanya nggak suka masuk perpus.” Jawab Rin gugup. Ronald yang bersama Nadinepun langsung menoleh begitu melihat Rin yang datang.
“Mana Nova? Biasanya kalian pulang bareng?” Tanya Ronald.
“Dia nggak bisa, sudah dijemput keluarganya. Ada acara katanya.” Jawab Rin kaku. Ronald meneruskan pekerjaannya. Nggak ada orang lain selain mereka di perpus.
“Oh gitu. Ya sudah. Taruh aja buku-bukunya di meja resepsionis. nanti aku dan Ronald yang membereskannya.” Kata Nadine memasukkan sesuatu ke kantongnya.
“Hah? Aku juga?” Tanya Ronald nggak percaya. Nadine mendelik, Ronaldpun terdiam.
“Apa? Mau protes? Kan kamu udah janji mau temani aku sore ini.” Kata Nadine setengah mengancam. Ronald mau protes lagi.
“Aku pulang dulu.” Potong Rin tiba-tiba. Tanpa banyak berkata dia langsung berlari keluar. Begitu keluar, terlihat Aryo yang sudah mengambil tasnya.
“Ayo, kuantar pulang.” Kata Aryo dingin.
“Hah?”
“Sudah mau sore, nih.” Kata Aryo. “Memangnya kamu mau pulang sendirian sore-sore begini? Biar kuantar, supaya bisa lebih tenang.”
Rin agak ragu, tapi lalu tangannya ditarik paksa. “Aku Cuma piket berdua denganmu hari ini,” kata Aryo. “Kalo ada apa-apa, aku pasti yang ditanyai.”
Akhirnya Rin menurut. Dia langsung naik ke motor besar yang dikendarai Aryo, sesuatu yang nantinya akan disesalinya.
* * *
Setelah berada di kamar mandi selama berjam-jam, dengan suara yang bakal membuat orang nggak bisa makan, Rin ambruk di tempat tidurnya. Mengingat kembali bagaimana liarnya Aryo mengendarai motor, membuat Rin kembali mual. Rin merasa rohnya masih tertinggal di sekolah gara-gara itu. Laju nggak tanggung-tanggung, menyelip sembarangan, dan nggak melewatkan lampu hijau sedetikpun!!! Memangnya lagi balapan F1?!
Tapi yang membuat Rin heran, adalah pertanyaan Aryo sesudah mereka sampai di rumah.
“Nadine bareng Ronald di perpustakaan ya?”
“I, iya.” Jawab Rin gemetaran, pijakannya lambung.
“Terang aja sih, hari ini kan mereka piket di perpustkaan.”
Ngapain si Aryo repot-repot masalah piketnya kak Nadine? Dia Cuma panggil nama, nggak ada tambahan kaknya. Dia juga ngotot nggak mau masuk perpus. Apa yang dihindarinya? Pikir Rin bingung, sampai dia teringat kejadian di perpus tadi.
Jangan-jangan...
Kita bahas masalah itu nanti, soalnya sekarang ada bom waktu yang mau meletus.
Di pagi hari yang cerah, menjelang siang yang panas, bertebaranlah anak-anak SMU yang beristirahat. Ada yang di kelas, duduk-duduk di koridor, dan di kantin. Seperti Rin yang lagi asyik minum, tiba-tiba dikejutkan segerombolan cewek-cewek yang langsung memenuhi kantin.
“Rin!! Rin!! Ada berita heboh!!!” Teriak mereka. Rin langsung kesedakan. Untung aja ada Nova yang menolongnya. Setelah sukses mengatur napas, Rin bertanya pada cewek-cewek itu.
“Tiba-tiba ada orang-orang yang masuk ke sekolah ini bawa spanduk, kamera TV, karangan bunga dan macam-macam lagi!!”
“Terus apa hubungannya denganku?” Tanya Rin. Firasatnya makin jelek aja hari ini.
“Soalnya di spanduk itu ada namamu!!!” Jawab mereka serempak. Terdengar suara soundsystem yang bergema di sekolah. Rin langsung berlari ke luar.
Ternyata benar. Joe, sudah keluar dari rumah sakit. Setelah beberapa hari nggak kelihatan dan terhapus dari memory Rin, muncul dengan kehebohan!! Spanduk pink dengan tulisan besar “I LOVE YOU” norak dengan nama Rin, karangan bunga lagi, dan sekarang Joe dengan micnya yang luarbiasa ribut, bertambah nyaring begitu melihat Rin.
Wajah Rin benar-benar merah padam. Bingung dan malu. Bingung karena terlalu mendadak, malu karena semua orang melihat dia (masih ingat, lagi istirahat gitu loh). Semua koridor penuh dengan anak-anak yang antusias melihat tayangan live yang menyatakan cinta ini.
“Apa-apaan sih, kamu Joe!!! Norak tau!!!” Marah Rin mendekati Joe.
“Apa boleh buat. Waktu kudengar kamu bersama cowok lain, aku nggak bisa tenang. Kelihatannya dia cowok di sekolah ini. Jadi, untuk memastikan semua orang tahu kalau aku benar-benar suka, aku merencanakan ini. Lihat, bahkan aku membawa kru kamera.”
Bodoh, stupid, idiot!! Bikin malu!! Rin luarbiasa marah, apalagi mendengar riuh penonton yang bersorak di sekelilingnya ini.
“Aku nggak bisa!! Sudah kubilang ini mustahil!! Aku nggak suka sama kamu!!!” Teriak Rin, supaya semua orang denger.
“Tapi kamu juga nggak suka orang lain kan? Aku masih ada kesempatan!!” Teriak Joe yang langsung disambut gemuruh tepuk tangan.
Rin terjepit. Tapi pandangannya beralih. Tampak Ronald datang dengan susah payah untuk menenangkan suasana. Rin langsung mendapat ide gila!!
“Aku sudah punya pacar.” Kata Rin memelankan suaranya. “Dia pemalu, jadi kami merahasiakannya selama ini.”
“Apa?!” Teriak Joe menggema melalui mic. Semua orang berbisik, tidak mengerti apa yang terjadi. “Si, siapa?” Tanya Joe. Dan Ronaldpun semakin mendekat.
“Aku nggak mau buat dia malu. Lihat saja apa yang kulakukan, dan kau pasti ngerti!” Bisik Rin. Ronald sudah berada di antara mereka.
“Hey, kau...”
“Lihat!” Seru Rin meraih lengan Ronald. Semua orang terdiam, Joe juga. Rin memeluk lengan itu erat-erat. Joe lemas dan terduduk. “Sudah ngerti kan?”
“Apa-apaan kalian ini.” Kata Ronald meraih lengan Joe, membantunya berdiri. “Kamu dapat ijin dari siapa sih, bikin gempar sekolah saja. Ayo ikut ke ruang kepala sekolah dan jelaskan semua!” Ronaldpun menggiring Joe pergi. Rin masih memeluk lengan itu. Rin tertegun.
Kak Ronald bersama Joe ada di sana. Terus... lengan siapa yang kupeluk ini?
“Mau sampai kapan meluk-meluk lengan orang?” Tanya suara jahil yang paling dibenci Rin. Ternyata... lengan Aryolah yang dipegang terus dari tadi!!
Gosip tersebar luas... rupanya ada yang mendengar percakapan hari itu, dan membuat pusing Rin tujuh keliling.
“Wah... nggak tahu ya. Gara-gara Joe bilang kamu sama cowok lain, dan kamu yang meluk-meluk lengan cowok itu sembarangan, makanya semua orang berasumsi begitu.” Komentar Nova yang nggak membantu. “Tenang aja, Joe itu kan cowok yang pantang menyerah. Nanti dia pasti kembali lagi. Dan kalau waktu itu kamu terima, kamu bisa bebas dari gosip ini.”
“Kamu itu... menghibur atau mengancam sih?” Tanya Rin jengkel. Dan itu belum seberapa.
Rin baru tahu, kalau ternyata Aryo itu anggota OSIS yang paling beken, kedua setelah Ronald. Meskipun tidak aktif, Aryo sudah terbiasa menggantikan Ronald disaat darurat, seperti anggota bayangan. Pantas saja waktu itu Aryo ikut bersama Ronald. Dan... itulah mengapa, nyawa Rin jadi terancam.
“Mungkinkah kalau idolanya preman, penggemarnya juga preman?” Tanya Rin. Nova menggeleng, nggak tahu. Rin dihina-hina, dapat surat ancaman, dikerjain, dan masih banyak lagi! Penggemar Aryo sadis ih!
“Aryo!! Kamu harus tanggungjawab ini!!! Masa punya penggemar sadis semua!!!” Protes Rin begitu ada kesempatan. Sehabis pulang sekolah, Rin menyeretnya ke halaman dekat perpus. Halaman angker yang penuh dengan pohon-pohon tua dan besar. Nggak ada yang di sana kalau sudah sore. “Kamu tahu, sudah beberapa hari ini aku hampir tertimpa barang dari atas, ditabrak motor, di dorong ke tengah jalan, itu semua kerjaan penggemarmu tahu!”
“Apaan? Bukannya kamu yang meluk-meluk lengan orang?” Tanya Aryo balik.
“Tapi kan awalnya gara-gara kamu mengantarku waktu itu!”
“Itu kan Cuma...”
“Cuma apa!! Kenapa sih, aku harus jadi korban kejahilan penggemarmu, padahal kamu suka cewek lain?”
“Sama siapa?”
“Kamu suka sama kak Nadine kan? Kamu ngantarin aku karena disuruh kak Nadine kan? Pantesan aneh, orang kayak kamu yang biasanya cuek bebek mau ngantar sampai begitu ngototnya. Begitu pulang, tanya-tanya soal kak Nadine segala. Kamu waktu itu ngotot nggak mau masuk kelas gara-gara nggak mau liat kak Ronald kan?”
“Kau!!”
“Kak Ronald itu meskipun supel dan ramah sama semua orang, nggak pernah ada cewek yang sanggup dekat dengannya karena dia nggak pernah niat pacaran. Cuma kak Nadine aja yang akrab dengannya sampai sekarang, makanya kamu...”
“Jangan cerewet!! Kamu sendiri, sebenarnya suka sama Ronald kan?” Balas Aryo memotong kata-kata Rin yang seketika jadi kaku.
“Kamu... jangan sembarangan...” Kata Rin gemetaran.
“Aku tahu semuanya.” Kata Aryo tersenyum penuh kemenangan.
Ba... bagaimana berandal ini bisa tahu?!!! Jeritan batin Rin yang malang, tidak bisa berkelit lagi.
* * * *
1st Chapter oleh Y.E. Bungan Margaret
No comments:
Post a Comment