Monday, May 26, 2008

DESTINY: Death Has Its Own Plans

DESTINY : Death Has Its own Plans
Dina melempar tasnya ke atas meja.

“Kenapa? Lagi BT ya?,” tanya Tasha, sahabat baiknya.

Dina mengangguk. Ia bersandar pada kursi. Dibukanya tas biru polos di atas meja dan mengambil sebuah kotak dari dalam tas.

“Apaan tuh?, “ tanya Tasha penasaran. Tasha merebut kotak tersebut dari tangan Dina dan mengamatinya. Ia memperhatikan bagian bawah kotak. Terdapat tulisan tangan manusia di alasnya. Tapi Tasha tidak dapat membacanya dengan jelas. Tulisannya sudah sangat samar-samar.

“Ini apaan sih?” Tasha melirik ke arah Dina.

“Itu kotak musik bokap gue. Tadi di depan gerbang sekolah, si Gladys cs ngerusakin,” jawab Dina lemas.

“Gladys? Kenapa sih tuh anak selalu jahat ama lo? Tapi….lo sendiri kenapa bawa-bawa benda ini ke sekolah?”

“Gue lagi pengen bawa kotak ini. Gue rindu bokap.Dia kan masih lama di luar negeri. Ini barang peninggalanya.”

Dina menempelkan kepalanya ke meja dan menutup kedua matanya.

“Papa.”

Masih di kelas yang sama dengan Dina. Ryan dan Sarah duduk berdua di pojok kelas. Mereka kelihatan mesra. Seseorang memandangi mereka dari beberapa baris kursi di depan.

Ken. Sahabat Sarah sejak kecil. Dia yang selalu menjaga Sarah selama ini. Sosok Ken sudah melekat sebagai seorang kakak dalam diri Sarah.

Ken keluar kelas. Ia harap Ryan tidak akan pernah menyakiti Sarah.

Sesosok tubuh yang gerakannya kikuk masuk ke dalam kelas. Emon membetulkan letak kacamatanya yang agak melorot ke bawah. Ia duduk di salah satu kursi. Pandangannya terpaku pada Ryan dan Sarah yang sedang asyik suap-suapan.

Ryan menyadari ada sepasang mata yang mengamati aktivitasnya dengan Sarah.

“Eh, cupu. Ngapain lo ngeliatin kita? Pengan, ya?”

Ryan berjalan ke arah Emon. Ia mendorong kepala Emon dengan satu tangan. Sarah menarik lengan Ryan untuk menenangkannya. “Udahlah, Yan.”

“Makanya kalo mau kayak kita, pacaran dong. Cari cewek. Betulin tuh penampilan biar cewek-cewk nggak takut en ilfil lagi liat muka lo.”

Ryan tertawa lebar. Sarah takut Ryan akan menganiaya Emon. Murid-murid lain hanya memperhatikan adegan tersebut. Bagi mereka pemandangan itu hanyalah sebuah tontonan gratis semata.

Emon hanya bisa diam saja. Ia tak mengatakan apa-apa. Hanya menunduk

“Kok nggak jawab? Dasar cupu.” Ryan mendorong tubuh Emon.

“Udah. Ngapain sih kitsa ngurusin dia? Lanjutin aja deh makannya, yuk,” ajak Sarah menggamit lengan Ryan.

“Untung aja pacar gue baek. Kalo gak ada Sarah, lo udah mati di sini sekarang. Gue gak pernah suka ngeliat tampang lo dari dulu,” teriak Ryan.

Dia dan Sarah kembali ke tempat duduk semula dan melanjutkan acara makan yang sempat tertunda.

“Mati….Kematian hanyalah urusan Tuhan. Tak ada seorangpun yang tahu,” bisik Emon. Bisikan Emon samar-samar terdengar ke seluruh penjuru kelas.

“Bukan lo yang nentuin kematian gue, Yan. Bukan lo.”
1st Chapter by Eko Prasetiyo

No comments: