Perkenalkan namaku ... Nazwa Palydia Arahma umur 21 tahun, aku kuliah di Universitas Menolong Sesama Jurusan Pembantu Dokter. Aku memiliki sifat plin-plan, ½ penakut, 80 % malankolis, labil, keras kepala, mempunyai hobi paling aneh sedunia : MENGHAYAL pe berjam-jam, sangat suka aneka sayur-sayuran (tapi kenapa aku tak memiliki tubuh proposional), memiliki bakat alami sebagai penyair abad kegelapan (tapi tak pernah menelurkan satu karya pun ke khlayak umum), berkpribadian manja dan kekanak-kanakan ( bila sedang bersama pangeran kodok tentunya), tapi terkadang dalam keadaan mendesak bisa berevolusi menjadi gadis gila penuh selera jail tingkat tinggi.
Aku mempunyai seorang pacar, ups ... bukan pacar tapi tepatnya ½ pacar, karena statusku saat ini digantungkan. Menyebalkan memang. Nama laki-laki itu Raga Aryadinata , usianya 25 tahun. Aku biasa memanggilnya dengan sebutan Pi alias Papih (silakan anda semua muntah mendengar panggilan nora kita berdua).
Pi mempunyai gelar Ir. Beton, bekerja sebagai konsultan di PT Pembangunan Industri, perusahaaan yang bergerak dalam bidang rancang bangun, pengadaan, konstruksi dan uji-coba operasi (EPCC) untuk pabrik-pabrik industri besar di Indonesia, meliputi pabrik-pabrik pada industri: gas, panas bumi, kilang, petrokimia, mineral, pengelolaan lingkungan, dan infrastruktur. Selain itu, perusahaan inipun menyediakan jasa untuk studi kelayakan proyek/pabrik dan perawatan pabrik. (ah ... saking cintanya ... aku sehapal ini tentang kerjaanya).
Raga Aryadinata laki-laki sempurna yang pernah aku temui. Wajahnya sedikit mirip nicolas saputra bila dilihat dari jarak 5 meter, rambutnya sedikit ikal, kulitnya lumayan putih, bibirnya tipis, badannya tidak kurus tidak pula kekar, tapi dadanya mampu membuat aku tenggelam hanyut kedalamnya. Pi memiliki hati sebening embun pagi (tentunya sebelum perlakuannya terhadapku sekarang) ditambah dengan sel-sel kelabu yang cukup seksi. Pi termasuk penggila layang-layang dan pencinta pelangi setelah hujan . Kanpas dan cat air adalah media imajinasinya. Pi Paling bisa membuat aku tertawa terbahak-bahak karena selera humornya yang cukup tinggi, mungkin itu salah satu alasan kenapa aku begitu cinta mati sama dia. Namun saat membicarakan keseriusan, pi bereinkarnasi menjadi bocah kecil yang kekanak-kankan, bagi pi pernikahan adalah gerbang paling menakutkan.
Sekarang sudah jam 23.25 menit. Aku beranjak dari tempat tidur paling malas sedunia, mencoba untuk menyaksikan langit dari balik jendela kamarku. Rasanya sudah lama aku tak memandang langit dalam suasana hati paling mengerikan seperti ini. Semuanya menjadi terlihat dramatis, sunyi, senyap, pilu, takut, mencekam. Kalau harus digambarkan ... aku seperti Hary Potter. yang begitu ketakutan karena dihantui para mahluk dementor yang melepaskan diri dari penjara Azkaban yang berniat mencuri seluruh kenangan ayah dan ibunya. Apakah dementor akan mencuri kenanganku tentang Pi?
Malam ini langit begitu kelam, bintang-bintang sama sekali tak menunjukan sinarnya, mungkin sinarnya telah hilang dan pergi di curi penyihir malam. Panorama bulan hilang entah kemana, mungkin dia sedang gundah atau sedang meratapi nasibnya karena tak pernah jua bertemu dengan matahari kesiangan. Lelah ... lelah ... mungkin itu yang ada dalam pikiran bulan saat ini, kenapa takdir tak pernah mempertemukannya dengan matahari. Menunggu memang pekerjaan paling menyebalkan. Sama seperti aku yang begitu lelah menunggu ketidakpastian ini.
Mungkin DEMENTOR memang mulai datang dalam hidupku, tepatnya malam ini. Dia mulai mengirimkan bunyi-bunyi paling menakutkan, diawali dengan bunyi petir yang saling berteriak nyaring mengungkapkan kemarahannya, dilanjutkan dengan suara halilintar yang bersemburan kilatnya, diiringi dengan suara langit yang semakin bergemuruh seraknya, ditambah aroma gelap yang semakin mencekam yang kini mulai memasuki seluruh pikiranku.
Apakah ini pertanda hujan akan turun? Hujan ... Hujan ... Hujan ... Kenapa mesti turun hujan. Ada apa sebenarnya dengan langit? Kenapa langit harus begitu menakutkan seperti ini, kenapa? kenapa mesti ada petir? Kenapa mesti ada halilintar? Kenapa bintang mesti tak bersinar? Dan kenapa aku mesti bersedih seperti ini? Apakah Langit ikut bersimpati dengan kesedihanku?
Dan tepat disaat air hujan itu mulai turun, disaat itu pula aku meneteskan tetesan air mata yang tak bisa terbendung lagi. Sungguh begitu memuakan ... aku begitu pengecut, aku begitu menyedihkan, aku tak berani menatap hujan, aku tak berani menantang petir dan halilintar, yang aku lakukan hanyalah ... BERLARI - MENUJU TEMPAT TIDUR - BERSEMBUNYI DALAM SELIMUT TEBAL – MENANGIS SEORANG DIRI.
Ironis ... aku menangis dengan cara yang sudah lama tak pernah aku lakukan, aku sesengukan, terisak begitu keras, rasanya seperti tercekik, sakit untuk bicara, sesak, tak ada udara, kira-kira aku mirip penderita asma kronis yang begitu memerlukan inhalasi untuk melegakan saluran pernapasannya. Air mata bergulir diwajahku. Aku benci harus menangis seperti ini, aku muak merasakan suasana hati seperti ini. Rasanya aku ingin mati saja, dari pada merasakan PATAH HATI PALING MENGERIKAN SEPERTI INI.
Dan Orang yang membuatku menangis seperti ini tak lain dan tak bukan adalah Laki-Laki -Yang –Tak- Boleh –Aku-Sebut- Lagi-Namanya.
Laki-laki yang telah memberikan pelangi terindah sepanjang zaman, namun dia juga yang memberikan awan gelap paling hitam. Laki-laki yang telah membawaku melintasi langit tinggi bintang-bintang, namun dia juga yang melemparkan aku ke jurang paling dalam.
1st Chapter by Ratih Kartikasari
No comments:
Post a Comment