Friday, June 5, 2009

3G: Bepe Squad

Prolog.


Kita semua melingkar dan saling merangkul satu sama lain. Aku, Ebol dan Bulba. Sebentar lagi maut kan menerjang kita. Kita salah jalan dan menemukan jalan buntu dimana di sebelah kiri ada sebuah gang kecil. Gang kecil dengan lebar yang hanya cukup untuk 1 orang lewat.

Kita dihadapkan pada sebuah kenyataan pahit. Kenyataan bahwa di belakang kita banyak preman-preman bertato naga bahkan bekicot pun hadir di muka kita sembari memegang parang, golok, celurit, dan gunting rumput.

Ini semua tentang kenyataan pahit. Kenyataan pahit tentang hidup. Hidup yang harus dihargai. Hidup yang memang harus berarti.

Kita selalu berpikir dan berpikir. Di bawah rembulan yang mulai sabit. Di antara keak gagak mengikik. Dan dengan keringat basah yang bercucur kemudian jatuh menghujam tanah dengan kejam. Kita semua gemertakkan gigi kita dengan suara yang sama. Gigi kita gemertak tanda bingung harus apa. Bukan karena geram ingin menghajar mereka segera.

Kita semua masih melingkar dan masih termenung satu sama lain menatap masing-masing wajah diri kita melalui kita juga. Kita berjanji bahwa setelah hari ini lewat dengan kejam maka esok hari harus lebih kejam, dan seterusnya hingga kami menemukan titik indah bernama cahaya.

“Mereka harus tahu, bahwa kita adalah 3G bukan GPRS. Bung!” kata Bulba menggarangkan mulutnya yang penuh polesan hitam.

“Mereka juga harus tahu, bahwa 3G punya kekuatan yang berbeda.” Tambah Ebol memotivasi.

“Kita bukan pengecut!!!” teriakku

----------------------------------------------------



BAB PERTAMA BUNG!


Bepe Squad
Siapa bilang hidup itu susah? Siapa bilang juga hidup itu menyakitkan. Tidak semua orang mengatakan seperti itu. Hanya persepsi sebagian orang saja yang kurang menikmati hidup yang ala kadarnya. simple namun bermakna. Tidak hanya duit, duit dan duit melulu. Hingga timbul istilah UUD—ujung-ujungnya duit. Ada bukti konkrit tentang kita yang tanpa uang juga senang dan selalu bahagia. Tak peduli rumah sedang dilanda bencana uang ataupun problem keluarga yang terus menghujam. Ibarat lagu jaman baheula.

begini nasib, jadi bujangan. Kemana-mana. Asalkan suka. Tiada—orang yang melarang. Hati senang walaupun tak punya uang oooi….

Memang tak ada hubungannya bung! dengan lagu itu. Kita memang orang gila dari segala orang gila. Namun kegilaan kita bukan aksi the jackals yang hidup dengan kegilaan mereka dalam menantang maut. Kegilaan kita terbentuk dalam sebuah wadah jahil untuk menghibur diri kita. Bahwa tanpa uang. Kita bisa bahagia. Tanpa uang, kita bisa beli apa saja—tapi kita tidak mencuri, tidak pula mengamen di pinggiran jalan yang akan membuat kondisi keluarga kami terpuruk. Dan yang terakhir. Tanpa uang kita bisa mendapatkan cinta yang kita mau. Uang kita adalah persahabatan.

Penggalan lagu yang jelas aku lupa nama kelompoknya itu mencap di kepalaku seperti stemple lunas di jidat. Tanda bahwa uang bukan segala-galanya—biarpun segala-galanya butuh uang. Kita bebas dari ketertarikan uang dari kata inti lunas itu sendiri. Uang bukan tuhan, tuhan saja tak punya dompet buat nyimpen uang. Jadi buat apa uang itu dipertuhankan.

Sudahlah sejenak kita lupakan uang. Saatnya bercerita. Kurang baik terlalu banyak basa basi. Nanti banyak lembar kertas yang habis gara gara bahasa yang basi itu.

***

Ada sebuah komplek bernama Komplek Bahagia Indah. Letaknya mungkin sekitar 10 menit dari tol buahbatu. Tak pasti memang. Bila dalam keadaan macet, mungkin bisa 20 menit bahkan setengah jam. Semua orang disibukkan dengan rutinitas sehari-hari.

Bandung memang bukan kota cosmopolitan seperti Jakarta. Bandung adalah kota dingin yang sekarang mulai panas. Panas cuacanya dan panas kehidupannya juga kata orang susah.

Bicara tentang orang susah, kita termasuk orang susah yang hidup bahagia. Kita masuk pada sebuah komunitas yang kita buat sendiri. Komunitas dengan nama Bepe Squad alias Berondong Penjahil Squad. Bahasa inggris di belakangnya hanya ingin terlihat eksis. Aneh saja kalau disebut Perkumpulan Bepe atau Barudak Bepe. Heu.. rancu dan kurang enak didenger.

Pendiri Bepe Squad sendiri adalah temanku sejak kecil yang terkenal dengan rambutnya yang seperti kepala budha. Dia biasa dipanggil Bulba, padahal nama aslinya bukan itu. Dia dipanggil Bulba juga bukan karena kepalanya suka ngebul dan basah. Namanya hanya sebuah singkatan dari teman-teman yang suka mengejek rambutnya yang sepertu bulu jemut di bawah perut. Kalau boleh tidak disensor. Bulba kepanjangan dari bulu baok.

Bulba sang frontalis. Sikapnya sangat keras kepala dan sedikit egois masalah cinta. Perawakannya yang jangking—jangkung dan ceking, diikuti bentuk tubuhnya yang rata namun sedikit berbadan. Bulba mahasiswa Universitas Jatinangor. Ahli design grafis dan pintar animasi. Biarpun dia termasuk mahasiswa tua karena menghabiskan D3nya dengan masuk semester 7—Bulba tetap percaya diri dengan keras kepalanya. Bulba juga gila baca buku sejak kecil. Dia bukan kutu buku tentang rumus kimia ataupun rumus yang banyak angka dan hitungannya. Bulba pecinta buku-buku sekelas Seno Gumira Ajidarma, Pramoedya Ananta Toer, Ahmad Tohari, Hamsad Rangkuti,dll. Penulis sastra lama yang dia suka. Walaupun terkadang Bulba tidak menepis dirinya suka novel remaja seperti Cintapucino-nya Icha Rachmawati dan Lupus-nya Hilman. Intinya Bulba adalah sosok frontalis, humoris, kutu bukuis, dan tak suka najis biarpun dia kadang suka kelewat narsis dengan wajahnya yang kearab-arabis.

Di bawah Bulba ada nama selanjutnya pendiri Bepe Squad. Lobe julukannya. Itu juga singkatan. Bukan singkatan ‘lo bego’ bukan pula singkatan ‘lo benalu’. Tidaklah lain selain nama keren saja. Seperti halnya geng motor bandung yang terkenal brutalnya seantero Indonesia. Mungkin bisa dilihat di cat tembok putih yang mampang di rumah salah seorang penghuni Komplek Bahagia Indah, semprotan pilok dengan tulisan.

DALBO-XTC

MARLON- BRIGEZ

Jujur saja tak ada keren-kerennya masuk geng motor brutal itu. Nama aslinya mungkin Ujang Asep atau bahkan Tarjo. Lobe juga pernah masuk geng motor tersebut. Namun dia keluar karena tak ada hal positif yang dia dapat selain kebut-kebutan. Serang sini serang sana. Ribut sini ribut sana. Segala macamnya itu lah yang membuat Lobe yang wajah dan rambutnya mirip Ariel Peterpan ini keluar dan memutuskan ikut mendirikan Bepe Squad. Lobe menyukai kegilaan yang menghasilkan sebuah kepositifan public. Bukan ingin dibilang keren atau bahkan ditakuti tukang bala-bala. Secara jujur Lobe tidak suka geng motor Bandung yang bisanya main kroyok bukan one by one. Tidak gentle dan tidak mencerminkan geng yang bisa dibilang keren. Singkat kata Lobe mengecap geng motor jenis itu tak bermutu.

Lobe mungkin nama yang pantas untuk sikapnya yang tenang, cool, dan wajahnya yang rupawan. Lobe juga disukai banyak wanita di Komplek Bahagia Indah. Hanya saja dia pemalas kelas kakap. Dia tak pernah mau bekerja padahal dia memiliki intelejensi yang tinggi. Setengah otak Lobe adalah Albert Enstein dan setengahnya lagi adalah otak Garfield yang terkenal dengan kucing yang malas. Lobe menjadi bulan-bulanan omongan Ibu-ibu Komplek Bahagia Indah yang terkenal dengan punya acara gossip seperti infotainment di tv-tv—karena dia pengangguran namun pintar.

Di bawah Lobe yang terakhir ada aku. Berambut hampir seperti Lobe namun lebih gondrong darinya. Wajahku juga sedikit kearab-araban seperti Bulba. Namun sedikit lebih sederhana karena tampang orang awak terlihat dari logatku yang agak melayu. Wajahku mirip seperti vokalis Drive, Anjie. Aku sering dikatakan orang aneh oleh Bulba dan Lobe karena sifatku yang tak menentu. Hari ini ceria, besok diam. Hari ini berwajah segar besok tiba-tiba murung. Lusa aku ikut nongkrong lusanya kemudian aku menyendiri. Mereka tak pernah mengerti akan sifatku namun tak pernah mengaggapku orang yang misterius. Mereka juga tak menampik aku punya kepribadian ganda. Kadang baik kadang jahat. Namun tak sampai membunuh ataupun mengancam. Melainkan jahil sejahil-jahilnya. Jahilnya bisa dibilang keterlaluan dan jahat bagi mereka. Tapi entah mengapa aku sadar dan menganggap aku biasa-biasa saja. Aku hanya berpikir kalau mereka berdua terlalu banyak menciptakan sugesti tentang sifatku yang tidak-tidak. Walaupun begitu aku selalu diterima dalam kondisi apapun. Sedang punya ataupun tak punya uang. Sedang bermasalah ataupun sedang tak bermasalah. Dan sedang suka maupun duka. Kami bertiga adalah teman sejati yang berjanji seperti Three Musketeers. Berjanji di sebuah pos satpam dan mendirikan Bepe Squad. Janji kami bukan untuk rakyat, tapi untuk diri kita pribadi dan kehidupan remaja kami.

“Apapun keterlaluan hidup kita. Kita hidup dijalan yang lurus. Kita bertindak atas dasar tanggung jawab. Kita berbuat atas dasar kebersamaan, dan kita mau atas dasar kesepakatan. Harta dan tahta memang menggiurkan. Tapi lebih menggiurkan lagi montoknya bemper Julia Perez,” Kata Bulba menyodorkan lengannya ke tengah-tengah.

“Jangan liat kita dari luar. Liat kita dari dalam. Kalau mereka liat kita dari luarnya saja, maka kita tunjukkan niat baik kita setulusnya. Kita harus menjadi panutan. Sekalipun tindakan kita hanyalah show off saja. Jikalaupun kita punya kebejatan, lebih baik bejat diri saja, jangan menularkan pada orang lain. Misalnya nonton Miyabi berjamaah,” ikrar Lobe yang diakhiri dengan senyum kecil di sudut bibirnya.

“Tak ada uang bukan tak senang, tak ada masalah bukan tak susah. Lebih baik kita berbagi dan mau mengasihi satu sama lain. Saling menghargai dan mau mendengarkan keluhan sahabat kita siapapun nanti. Saling memberi tahu bila ada wanita mandi dan kita intip bareng-bareng. Tapi jangan mencemarkan apalagi merekamnya. Cukup tahu dan membandingkan bahwa body mereka tak lebih bohai dari Dewi Persik,” ikrarku mengucap juga namun kali ini cukup serius.

“Ah… basi. Gak lucu! Ganti!” celetuk Bulba

“Iya Rey, kampungan banget sih ngintip orang mandi. Bawa-bawa Dewi Persik pula lagi. Engga elit, Luna Maya kek.”sambung Lobe

“Maunya sih gitu bung! Tapi Luna Maya tak selamanya seksi. Lagipula dia kan sekarang janda. Sama aja dong kaya Dewi Persik.” Jawabku pede.

“Janda?!” tanda tanya besar di atas kepala Lobe dan Bulba.

“Dasar goblok, yang janda itu Maya Ahmad. Bukan Luna maya.”degung Bulba menjadikanku objek penderita—disambung Lobe yang menusuk pinggangku dengang telunjuknya.
“Whuu!” Lobe menyoraki.

“hehe” dan akupun tersenyum kecil.

***

Bulba
Terik matahari memang panas menyemprot muka Bulba dengan sinar yang engga ketulung panasnya. Sesekali dia menyeka keringat yang ia usap lalu membuang keringat itu ke aspal. Bulba baru saja pulang dari omelan Pak Dosen yang mencercanya untuk segera menyelesaikan Tugas Akhir sebelum dia akan menjadi mahasiwa abadi untuk yang kesekian kalinya (sebelumnya ada mahasiswa abadi yang menghabiskan D3 13 semester).

Bulba kini sampai di sebuah lapangan futsal terbuka alias outdoor. Fasilitas yang disediakan pihak property Komplek Bahagia Indah yang letaknya berada di tengah-tengah komplek berisi 200 kepala keluarga.

Bulba datang sembari menggelengkan kepalanya berkali-kali. Membawa ransel berisi buku-buku sastra lamanya, dan mendatangi pos satpam yang letaknya di sudut lapangan futsal.
“Nasib-nasib, kapan gua lulus kalo SP(semester pendek) gua cuma dapet D.”gerutu Bulba pada Muslih penjaga satpam.

Muslih yang akrab disapa Mus oleh Bulba dan kawan-kawan adalah satpam panutan. Sangat dekat dengan anak-anak muda karena di umurnya yang kepala tiga, tetap berjwa muda dan sangat mandiri. Kerja sampingannya adalah jadi kuli bangunan dan berkebun di atas tanah yang sedang dalam sengketa.

Cik atuh euy, tong ngeluh wae hirup teh. Moal matak beunghar. (Ayolah, jangan mengeluh terus menerus hidup, tuh. Tidak akan pernah bisa kaya).” Kata Mus dengan logat sundanya.

Sanes ngeluh ,mus (Bukan begitu, Mus) . Saya juga berusaha buat beunghar. Kieu-kieu oge usaha (kaya gini gini juga),” balas Bulba.

Bulba dekati Mus.

“Gimana kalau kita buat rencana busuk bung Mus?” Bulba membuka pembicaraan yang menjurus pada kejahilan.

Deuk naon? Deuk ngajailan? Saha deui anu deuk dijailan teh, galling?! (Mau ngapain? Mau jahilin orang lagi? Siapa lagi yang mau dijahilin, galling?!)” kritik Mus menghina rambut Bulba yang juga mirip mie.

“ Gimana kalau saya datang ke rumah anda ! lalu saya suruh anak anda mandi, kemudian saya intip dia ketika sedang mandi. Anda bilang anak perempuan anda lebih seksi dari Julia perez bung Mus. Dan itu buat saya penasaran. Tahu sendiri lah! Kakanda Bulba ini, ngefans berat sama Julia Perez. Sampe-sampe saya mau suruh Bu Datuk (Ibunyah Bulba) mengganti nama saya jadi Bulba Perez. Bagaimana bung Mus?” Bulba kali ini membuat Mus geram dan menjewer telinga Bulba.

Ngomong naon, bieu? (Bicara apa tadi?)” Mus semakin menaikkan tangannya.

“Ampun, Bung Mus! Bercanda doang,” teriak Bulba kesakitan sambil tertawa cengengesan.

“borokokok sia. Budak urang oge ( dasar sialan, anak saya juga) mau di sikat!” kata Mus geram.



Lobe
Apalah kegiatan malas Lobe selain Tidur di siang hari. Malam adalah siang. Dan Pagi adalah sore. Ketika Pagi orang lain berolah raga, maka sore harinya Lobe juga berolah raga dengan tangan alias bermain game online berjudul Ayo Dansa.

Hari ini masih siang— jadi Lobe masih asyik menikmati mimpinya dengan kisah seribu satu khayalnya tentang. “Cara Menjadi General Manajer Langsung, Tanpa Berusaha”

“Ebi, bangun! Udah siang. Makan jig.” Kata Ibu Laila yang tak lain adalah Ibu Lobe.

Lobe sebenarnya mendengarkan suara Ibunya yang sedang membangunkannya dari mimpi. Namun dia anggap suara itu adalah suara hantu yang coba mengganggu mimpinya menjadi kaya.

“Ebi, bangun! Itu Ibu buatin sop buntut kesukaan Ebi.” Ibu Laila selalu berusaha agar anaknya bangun dan sesegera mandi lalu melakukan ritual hidupnya lebih baik. Ibunya memanggil Lobe dengan sebutan Ebi.

Lobe suka sop buntut. Tapi didalam mimpinya ada tenderloin steak yang disajikan dengan blackpepper sauce—ditambah banana split melengkung dengan mesra di atas mangkuk—membuatnya lebih betah makan di dalam mimpi daripada makan sop buntut kesukaannya.

“Ebi, bangun kamu teh! Ibu mau arisan. Kunci pintu. Atau ibu tinggal dengan pintu tak terkunci, biar kamu dibunuh sama maling. Awas banyak perampokan sekarang ,mah!” bujukan kali ini membuat Lobe bangung dari tidurnya dan membuka mata selebar-lebarnya.

“Iyah, Ebi bangun mah!” kata Lobe yang sadar dari mimpinya yang diganggu.

Euleuh euleuh budak teh, meuni haroreameun pisan (ya ampun, nih, anak pemalas banget). Denger mo dibunuh baru bangun.” Ibu Laila menggelengkan kepalanya.

“Bukan karena itu, Mah! Kalo dirampok; Ebi, kan, boke alias kere. Masa maling mo bunuh orang kere yang gak ada duitnya—yang ada juga—Ebi yang bunuh malingnya, karena maling pasti punya stok uang hasil rampokan. Betul gak, Mah?! Hehehe….” Canda Lobe pada Ibunya.

“Bedegong boga budak, teh (Dasar nakal punya anak, tuh). Udah kunci pintu, mandi sana, trus makan. Sudah disediain di atas meja, makan tuh!”

“Bentar mah?!” tahan Lobe

“Apalagi Ebi,” Ibu laila kesal

“Ebi bangun karena Ebi belom dikasih uang jajan. Mamah kok maen pergi aja. Hehehe…” Lobe cengengesan.

“Halah. Kamu tahunya tidur, makan, minta duit, kapan atuh ngasih duitnya sama Mamah?” gerutu Ibu Laila sembari membuka dompet kecil dari dalam tas corak rotan yang dijinjingnya.”Nih!” Ibu Laila memberikan selembar uang dua puluh ribu.

“Entar kalo Ebi udah jadi General Manager Hotel berbintang. Baru Ebi kasih Mamah duit.” Kata Lobe girang menyambut uang bergambar Oto Iskandar Dinata itu.

“Ngimpi kali ye!” ejek Ibu Laila pada Lobe.

Lobe tinggal berdua dengan ibunya. kedua Kakaknya sudah menikah dan Ayahnya sudah meninggal karena umur memang sudah saatnya.

Ibu Laila akhirnya pergi keluar dan Lobe asyik kegirangan diiringi loncat-loncatan seperti penyanyi rock. Kemudian dia membuka laci. Mengambil piringan film bergambar wanita jepang.
“Saatnya nonton Miyabi. Hehehe…” Lobe tertawa sendiri.




Aku
Melamun dan melamun. Itu kegiatan yang biasa kulakukan. Hari ini aku sedang suka menyendiri. Apalagi siang hari yang panasnya engga ketulungan. Mau tidur, bukan seleraku. Mau makan, aku kenyang. Padahal dengan 162 Kg dan 49 Kg adalah postur ceking untuk ukuran lelaki jantan.

Aku, Bulba dan Lobe memiliki persamaan, yaitu: tak memiliki seorang Ayah alias yatim. Ayahku meninggal ketika aku masih duduk di bangku SMP. Ayah meninggal setelah melakukan 15 kali operasi kanker usus yang dideritanya. Sejak itu aku selalu menjadi orang yang tak menentu karakternya. Mama bilang bilang karakterku aneh. Kadang aku dingin seperti kulkas, kadang emosiku meledak-ledak seperti meriam siap letus, kadang bijaksana lalu mendadak kekanak-kanakan, kadang berpikiran positif tapi kadang si hawa negatif suka keluar juga.

Kakakku bilang aku tak berprinsip, padahal prinsipku ada. Namun lebih senang membiarkan prinsip itu menggali diri dengan sendirinya, sehingga prinsipku adalah sebuah hati dengan segel ‘Rahasia Negara’

Aku paling berbeda dari kedua temanku. Aku tak begitu ketagihan jahil seperti Bulba dan Lobe. Tetapi bila aku sudah jahil, maka aku pemilk ide jahil terparah. Bisa buat mereka yang kujahili malu semalu-malunya. Tak peduli itu tetangga bahkan gelandangan sekalipun.

Aku juga disebut-sebut sebagai pria odipus kompleks oleh Bulba dan Lobe. Dari 7 wanita yang pernah kupacari tak ada yang muda. 3 (tiga) di antaranya lebih tua 4 tahun, dan 4 (empat) nya lagi 7 tahun lebih tua. Aku sadar bahwa aku menyukai wanita cantik dan berbodi bohai. Itu adalah hal yang wajar, namun entah kenapa wanita yang kusukai baru kuketahui umurnya setelah berhubungan lama—bahwa umur mereka jauh di atasku. Bisa dikatakan kasusku mencari pacar adalah Odipus Kompleks by Accident (OKBA). Karena Aku tak tahu alias teuing. Sudah terlanjur cinta menyangkut di hati. Sulit dilepaskan seperti tindikan di bujal. Bila dilepas semua kucing pun akan menutup telinga.

Bulba Calling…….

Bulba : Halo ganteng, ke lapang (futsal) dong!

Aku : Males—panas ba.

Bulba : Ayolah, sekali-kali kita berjemur kaya bule-bule. Kemudian menatap matahari.

Aku : Buat apa berjemur bung? Ga cocok. Menatap matahari juga kaya orang bego.

Bulba : Setidaknya kita buta sama-sama.

Aku : Engga elit bung! buta gara-gara nemenin elo ikut bego. Mending cewek. Entar gua dikira homo.

Bulba : Yaa..yaa…ngerem aja elo di rumah kaya penganten baru.

Aku : Iya iya, gua ke lapang. Ajak Lobe Ok!

Bulba : Jelas dong. Bye.

Aku : Bye

End Call

Inilah saatnya Bepe Squad beraksi. Menghabiskan masa remaja dengan hal yang berguna tanpa meninggalkan rutinitas bernama keren sosialisasi. Sosialisasi yang berwajah kejahilan untuk membuat orang lain malu dan mengenal kita semua. Biarpun pada akhirnya kita selalu mengucap maaf.

***

1st Chapter by Rey Khazama

No comments: