Sunday, June 14, 2009

Cinta Itu Kamu

1


Di sebuah taman yang berada di belakang SMA Putih.

“Yen, kita putus aja ya?” ucap Drey perlahan tapi pasti.

Arlen terpaku. Menatap cowok yang sangat ia sayangi dengan pandangan kosong. Ia tak mampu berkata apa-apa. Hanya setetes air mata jatuh mewakili perasaannya saat ini. Sesuatu yang tak mau terpikirkan oleh pikirannya, tiba-tiba terjadi.

“Kkk..kenapa?” tanya Arlen pelan sambil menyeka air matanya cepat.

“Gue ngerasa–“ Drey menggantungkan ucapannya. “Gue…mulai sayang sama cewek lain, Yen.”

Arlen menghela napas. Menahan segala emosinya. “Siapa?”

“Ada.”
“Siapa?” ulang Arlen nggak puas.

Drey nggak langsung menjawab. Pandangannya beralih ke suatu arah. Arlen mengikuti pandangan Drey. Setelah menoleh, perasaan Arlen semakin hancur.

“Maafin gue, Yen. Gue nggak ada maksud–”

“Nyakitin perasaan gue?” potong Arlen cepat.

Drey mengangguk samar.

“Sejak kapan lo pindah hati, Drey?” tanya Arlen dengan suara bergetar.

“Sejak–.”

“Kenapa lo bisa sayang sama dia, Drey?” potong Arlen dengan mata berkaca-kaca.

“Gue mulai bosen sama lo. Lo nggak bisa perhatian lebih ke gue. Lo tuh terlalu cuek, Yen. Gue nggak tahan harus dicuekin lo mulu. Sedangkan Tya perhatian banget sama gue,” ucap Drey perlahan tapi pasti.

“Ohh, gitu? Hhhhhhh…Ya mau gimana lagi? Gue cuma bisa pasrah lo pindah ke lain hati,” ucap Arlen datar. “Semoga lo bahagia deh!” lanjut Arlen sebelum meninggalkan Drey di tempat itu.

● ● ●

“Yen…Ayen sayang…bangun dong…udah siang nih…ntar kamu telat sekolah loh!” ucap seorang wanita sambil mengelus rambut anaknya.

“Ayeeeeen…” ulang wanita itu agak keras.

Namun hal itu tak membuat anaknya bergeming sedikit pun.

“Ayeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeennnn banguuuuuuuunnn!!!” teriak wanita itu akhirnya.

GEDUBRAK!!! Anak gadis itu pun terbangun meskipun dengan kepala di lantai dan kaki menjuntai ke atas. Mengenaskan.

“Ayen bangun, Mah!” ucap anak gadis itu dengan mata sayu nan bengkak.

“Mata kamu kenapa? Kok bengkak gitu? Kamu abis berantem ya?” tanya Mama Arlen sambil memegang pipi anaknya.

Arlen buru-buru mengalihkan pandangannya dan bergegas menuju toilet. Melihat itu, wanita itu keluar kamar anaknya dan menuju dapur. Biasalah…membuatkan sarapan untuk anak-anak terkasih dan tersayang.

Di dalam toilet, Arlen menyalakan shower yang sukses mengguyur tubuhnya. Di sela air shower yang mengalir, air mata pun ikut konvoi di wajah Arlen. Setelah samar-samar mendengar suara Mamanya dari dapur, ia pun buru-buru sabunan, mematikan shower dan handukan.

“Kakak kamu mana sih? Lama bener mandinya!” ucap Mama pada seorang laki-laki berbaju SMP yang udah nangkring di meja makan, kursi makan lebih tepatnya.

“A’u ah, Mah. Palingan dia lagi meratapi nasib gara-gara diputusin sama pacarnya!”

“Hah? Emang kakak kamu udah punya cowok?” tanya Mama berlagak syok.

“Biasa aja dong, Mah, tampangnya. Masa Mama lupa sih sama cowok yang sering ke rumah?”

“Emm…siapa ya? Oh Mama tau. Si Kyo temen kakak kamu dari TK itu kan?”

“Yaelah, Mama…bukan!!! Itu loh, yang naik mobil BMW warna item!”

“Mama nggak pernah perhatiin tuh!”

“Ya udahlah. Capek jelasin sama Mama.”

“Oh kamu capek? Kalo gitu kamu berangkat sekolah jangan naik motor, biar si Gito yang anter. Oke??” sahut Mama nggak nyambung.

Tangan kanan Wicky terangkat dan menempel di jidatnya. Cape deeeeeh! Saat ia akan menyantap roti yang sudah diracik dengan ramuan terdasyatnya, tiba-tiba satu tangan meraihnya. Tanpa merasa bersalah si pencuri berjalan menjauhinya.

“Ayen brangkat, Mah!” ucap si pencuri.

“Ayeeeeenn!!! Tuh roti gue bikin selama lima belas menit, tau nggak??” jerit Wicky nggak terima rotinya diambil gitu aja.

“Enggak tau tuh! Makasih ya! Daaaaa…” sahut Arlen sambil melambaikan tangannya.

“Liat tuh si Ayen, Mah! Tega banget sama aku!”

“Ya kamu bikin lagi kenapa sih?? Kakak kamu itu kan sekolahnya lebih jauh dari sekolah kamu!”

“Ah, Mama! Ayen mulu yang dibela!”

“Kamu ini udah berapa puluh juta kali sih mesti dibilangin, kalo manggil kakak kamu mesti pake ‘Kak’! Masa manggil cuma namanya doang?! Udah ah, capek ngomong sama kamu!” sahut Mama membalas ucapan Wicky beberapa saat yang lalu.

Alhasil, kini Wicky mengolesi rotinya dengan tampang manyun semanyun-manyunnya.

“Ngapain manggil si nenek tuwir pake titel ‘kak’? Nggak akan pernah!” gumam Wicky.

● ● ●

Di dalam kelas, Arlen nggak begitu bersemangat. Kepalanya di letakkan di meja. Ia pun menutup matanya. Baru saja ingin terbang ke alam mimpi, tiba-tiba satu gebrakan di meja membuat badannya kembali tegak. Seluruh siswa di kelas itu pun kontan memandang ke arah bangku Arlen yang berada di pojokan.

“Kamu mau tidur apa ngikutin pelajaran saya??” tanya Pak Dinar, sang guru Fisika.

“Eee…ee…ya ikut pelajaran Bapak lah!” sahut Arlen seraya tersenyum garing.

“Tapi kenapa kamu tidur??”

“Tadi itu saya…” Arlen garuk-garuk pipi, gogok-gosok hidung. “Eng…saya tadi lagi ngambil pulpen saya yang jatuh, Pak! Jadi keliatan lagi tidur deh!” lanjutnya.

“Trus mana pensilnya? Sudah ketemu?”

“Eng…udah kok, Pak!” sahut Arlen cepat.

“Ya sudah, sekarang semuanya kembali perhatikan saya,” ucap Pak Dinar sambil kembali ke depan kelas.

Arlen menghela napas lega. Lega banget. Saat matanya bertemu dengan mata Kyo yang duduk pojokan yang lain, Arlen nyengir. Kyo hanya geleng-geleng kepala.

Kriiiiiiiiiiiingngngngngng…Bel pelajaran pun berakhir. Membuat seluruh siswa gembira tak terlukiskan. Oke, berlebihan. Saat Arlen lagi membereskan buku-bukunya, Finda yang duduk di sampingnya duluan ke kantin, Kyo datang menghampiri.

“Napa sih lo? Biasanya lo semangat waktu jam Pak Dinar.”

“Nggak tau nih, Kyo. Gue ngerasa bete aja. Nggak mood!”

“Gara-gara?”

Arlen menghela napas dan menggeser letak pantatnya agar menghadap Kyo.

“Kemaren Drey mutusin gue.”

“Hah??? Masa sih? Yang bener???” sahut Kyo syok.

“Yaiyalah! Masa yaiya sih?” sahut Arlen gemes.

“Serius niiih!?” ucap Kyo nggak percaya.

“Gue empatrius!” sahut Arlen sambil mengangkat keempat jarinya.

“Emang masalahnya kenapa sih, heh?”

Arlen tak langsung menjawab. Ia diam sejenak. “Dia udah sayang sama cewek laen.”

What? Siapa sih, Yen?”

“Lo tau kan si Widya anak cheers itu? Yang kegatelan itu? Yang kaya cacing kepanasan kalo udah Drey main basket?!”

“Ooh…yang ‘ntu! Kok bisa sih?”

“Ya mana gue tau?! Udah ah, muales baaanget gue ngebahasnya! Kita ke kantin aja nyok! Laper gue!”

Sok atuh!”

Keduanya pun berjalan beriringan menuju kantin. Persahabatan yang mereka jalin udah berjalan sejak TK. Kenapa cowok secuek Kyo bisa sahabatan sama cewek secuek Arlen? Kan mereka sama-sama cuek? Ah, repot amat! Ya gara-gara punya kesamaan itulah mereka bisa sahabatan! Gyeeeeerrr…bukan gara-gara itu kok mereka bisa sahabatan.

Waktu mereka masih ingusan di TK, yaeyalah masa di SMA? Mereka ketemu waktu si Arlen jatuh dari ayunan karena saking tingginya. Nah, jatuhnya tuh oke banget! Nggak sakit! Ya soalnya dia nimpa si Kyo yang lagi asyik-asyiknya duduk di taman.

Kontan si Kyo marah-marah. Ngomel ampe mulutnya berbusa. Dengan cueknya si Arlen memasukkan permen lolipop miliknya ke mulut Kyo. Dan si Kyo pun berhenti ngomel. Dia malah asyik ngemut permen. Setelah abis lolipop yang ada di mulut, eh si Kyo dengan cueknya minta lagi.

“Lo pikir gue pabrik permen, apa? Beli sendiri dong!” ucap Arlen sambil berkacak pinggang.

“Nggak ada yang bilang lo pabrik permen tuh!” sahut Kyo cuek.

“Lo anak siapa sih? Kok nyebelin banget!?”

“Anak Mama Papa gue lah! Masa anak kambing??”

“Nggak ada yang bilang lo anak kambing tuh!” balas Arlen sambil berlalu.

Ucapan Arlen bikin Kyo keki. Ia tersenyum sendiri. Baru kali ini ia nemuin anak seumuran yang mirip dengannya. Entah kenapa, Kyo menyusul Arlen. Dan mulai hari itu, persahabatan pun terjadi.

● ● ●

Arlen berjalan menuju rumahnya sambil ngemut permen lollipop. Di tengah jalan, tiba-tiba seragamnya terciprat oleh air yang berada di jalan akibat melintasnya sebuah mobil mewah. Kontan Arlen syok dan langsung berteriak memaki si pengendara mobil sambil mengusap-usap seragamnya yang kotor.

“Sialan! Padahal besok masih dipake nih seragam! Ancriiiit! Susah ilang, lagi ah!” dumelnya sampe mulutnya monyong.

Mobil mewah tadi tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Tapi Arlen tak mempedulikannya. Setelah putus asa karena seragamnya nggak bersih-bersih, ia melanjutkan perjalanannya.

“Hei! Tunggu!” ucap seorang cowok yang keluar dari mobil.

Arlen berhenti melangkah. Cowok itu menghampiri Arlen.

“Sori. Lo nggak papa kan?” tanya cowok itu dengan tampang perhatian.

Arlen meliriknya tajam. Namun setelah melihat tampang cowok tadi, lirikannya menumpul. Apa siiih…???

“Nggak papa. Lain kali diulang lagi ya?!” sahut Arlen cuek.

“Ya…sori. Gue tadi lagi SMSan. Jadinya nggak liat jalan.”

“Owh, gitu?! Emang lo nggak tau ya kalo di sini tuh dilarang main hape saat mengendara?!” ucap Arlen datar.

“Emang ada peraturannya gitu?” sela tuh cowok.

“Ya ada dong!”

“Kata siapa?”

“Ya kata gue lah! Masa kata paman becak? Kan yang tadi ngomong gue!”

Cowok itu tertawa pelan. Alis Arlen terangkat satu. Ya ampyun…senyumnya…nggak kuku deyh… batin Arlen centil.

“Kenapa ketawa? Lucu ya?” tanya Arlen jaim.

“Yah, dikit. Oh iya, lo nggak papa kan kalo gue tinggal? Soalnya gue buru-buru mau les bimbel.”

“Heh, emangnya lo siapa gue? Pertanyaan yang aneh!”

“Ya udah kalo gitu, sekali lagi sori ya udah bikin seragam lo jadi kotor.”

“Iye, iye!”

“Gue duluan ya…Arlen,” ucap cowok itu sambil menghampiri mobilnya.

“Weh? Darimana lo tau nama gue? Kenalan aja belum!”

Telunjuk cowok itu menuju seragam Arlen. Sambil tersenyum, cowok itu masuk ke dalam mobilnya dan melesat pergi. Arlen memperhatikan seragamnya. Sret! Matanya menatap bedge di dada kanan seragamnya. Pantesan! Dia liat nama gue di seragam! Payah banget sih gue! Sempet mikir gue tuh terkenal banget!

Arlen menatap mobil silver yang menjauh itu. Tampangnya cakep banget! Wajah tipe korea, lagi! Ya ampyun…Delicious banget deh! batin Arlen sambil tersenyum. Namun tak lama senyumnya hilang. Idih! Kok gue jadi kecentilan gini sih? Iiiiihh!!!

● ● ●

Arlen menatap langit-langit kamarnya yang dicat papan catur sambil merentangkan tangannya di atas kasur. Diliat dari tampangnya sih, kayaknya lagi mikir ini anak. Tapi ternyata pikirannya kosong. Dia sendiri aja bingung pengen mikir apaan.

“Yen, dipanggil mama tuh! Disuruh makan!” ucap Wicky di depan pintu kamar Arlen.

“Iya, ntar gue makan juga. Tapi nggak sekarang,” sahut Arlen dari dalam kamar.

Wicky langsung meninggalkan kamar Arlen setelah mendengar ucapan kakaknya itu. Ia kembali duduk di kursi makan bersama mama dan papanya.

“Kakak kamu mana?” tanya Papa pada Wicky.

“Katanya ntar aja makannya. Dia lagi males.”

“Tumben males. Biasanya kalo udah jam segini udah nangkring di meja makan,” ucap Papa heran.

“Ayen baru aja putus dari pacarnya, Pah!” ucap Wicky sambil menyendokkan nasi ke dalam mulutnya.

“Kata siapa?” tanya Arlen yang tau-tau udah berdiri di belakang Wicky. “Sok tau lo!” lanjut Arlen sambil menoyor kepala adiknya.

“Ya gue taulah! Gue kan punya indera keenam,” sahut Wicky pede.

“Penting ya dibahas sekarang?” sahut Arlen gondok.

“Udah, udah. Hobinya kok berantem di meja makan sih? Udah lanjutin makannya!” ucap Mama menengahi.

Wicky mencibir ke arah Arlen. Namun wajah Arlen pura-pura nggak tau. Dia lgi males ngeladenin adiknya yang super duper sangat nyebelin itu.

---------------------

1st Chapter oleh i'm not perfect

No comments: