Hujan masih saja turun menyelimuti kawasan kota Jakarta. Goresan kilat masih mewarnai langit hitam yang begitu pekat. Bunyi geledek masih saja terdengar begitu keras dan memekakan telinga. Hingga jam menunjukan pukul dua belas malam, hujan masih saja belum juga berhenti. Membuat seorang gadis yang duduk dimeja makan terlihat tak bersemangat. Harapannya untuk bisa bertemu orang yang ia sayangi pupus. Sepertinya ia tak datang malam ini.
Wajahnya nampak lesu. Ia bangkit dari tempat duduknya menuju kearah kamarnya. Makanan yang telah ia ciptakan beberapa jam yang lalu, terlihat dingin dan basi, dan ia tinggalkan begitu saja dimeja makan tanpa disentuh sedikitpun.
Milki, sudah mengganti baju tidurnya. Ia langsung menarik selimut dan pelan-pelan memejamkan mata. Pikiran-pikiran yang membuatnya seolah-olah tak bisa tidur, buru-buru ia hapus. Walau pada akhirnya matanya begitu sulit untuk dipejamkan.
Krek…Pintu terbuka
Lelaki paruh baya itu masuk. Milki pura-pura memejamkan matanya. Pelan-pelan ia mendekat dan mengecup kening putrinya. Dan membisikan kata-kata maaf. Ia tidak sadar kalau sebenarnya putrinya mendengar apa yang ia ucapkan.
Ayah langsung mematikan lampu dan bergegas keluar. milki membuka matanya ketika ayah yang sangat ia cintai sudah keluar dari kamarnya. Ia bangkit dan langsung mengambil foto yang berada dimeja belajarnya. Foto keluarga yang membuat ia selalu menangis, menitikan air mata, ketika memandang wajah kedua orang tuanya. Suasana masa lalu terbersit kembali dibenaknya.
Tiga tahun silam, ia harus menerima hal yang begitu pahit. Saat itu ayah dan ibunya tengah perjalanan pulang dari luar kota. Suasana hujan deras membuat mobil tak terkendali, dan kecelkaan itu membuat nyawa ibunda yang sangat ia cintai terenggut dan hanya ayahnya yang terselamatkan. Dan jika ia mengingat peristiwa ini, ia hanya bisa menangis. Ia tak bisa menyalahkan siapapun, karena ini sudah kehendak yang kuasa. Dan biar bagaimanapun juga, Milki harus menerima semua ini.hidup tanpa Ibu yang bisa menemani keluh kesahnya. Hidup dengan ayah yang selalu sibuk dengan pekerjaanya sehingga ia harus larut malam.
Terkadang ia begitu iri dengan semua teman-temannya. Pergi jalan-jalan satu keluarga seperti dulu. Saat keluarganya masihlengkap. Dan terakhir kalinya ketika ia masuk kesekolah menengah pertama faforit, dan jalan-jalan kedufan adalah hadiah terindahnya, tak perlu keluar kota, yang ia harapkan adalah pergi bersama orang-orang yang sangat ia cintai.
Dan kini, milki tidur dengan memeluk sebuah foto, foto keluarga yang membuat ia sadar, betapa sakitnya kehilangan orang-orang yang paling ia sayangi.
Pagi sudah menjelang. Milki sudah rapih dengan baju seragamnya. Ia langsung keluar menuju kearah meja makan untuk sarapan, dan ketika melihat kearah meja makan. Ayah yang ia harapkan bisa sarpan pagi ini bersama, nampaknya sudah tidak ada dimeja makannya. Yang tersisa hanya piring bekas makannya.
Milki mendekat kearah meja makan. Ia duduk dan langsung mengambil sehelai roti dan mengoleskan selai coklat diatasnya. Pelan-pelan ia memasukan kedalam mulutnya. Ia terhenti ketika melihat sebuah surat yang ditujukan untuknya dan langsung membukanya.
Milki, Maafin ayah. Semalam ayah ada pekerjaan yang belum terselesaikan lagi. ntuk itu ayah pulang larut malam. Ayah janji, jika ada waktu, ayah akan mengajak kamu makan bersama. Semalam ayah makan masakan kamu.
Bibir milki mengembang, ketika membaca kalau ayahnya memakan masakan yang ia ciptakan. Melirik kearah jam yang sudah pukul setengah tujuh, milki langsung menuju kearah mobil yang bertengger didepan, Mang Usep, sopir pribadinya langsung menyambutnya.
“Pagi Non Milki, udah siap berangkat!” sambut Mang Usep
“Pagi Mang Usep, Milki udah siap berangkat!”
Milki membuka pintu mobilnya. Dan seketika itu mobil melaju dengan kencangnya. Disepanjang perjalanan, Milki Cuma bisa melihat keadaan luar dengan tatapan kosong. Bahkan candaan Mang Usep disepanjang jalan, Cuma bisa ia balas dengan senyuman.
“Mang Usep!” panggil Milki
“Iya, Non”
“Tadi pagi Ayah berangkat jam berapa?”
“Oh Tuan, Non! Tuan berangkat jam setengah enam. Katanya ada banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Makannya ia datang pagi-pagi”
“Oh…” Milki hanya bisa ber-Oh
Tak terasa, gerbang sekolah sudah ada didepan. Milki langsung turun. disepanjang koridor kelas, ia berjalan sendiri. Pelan-pelan ia melirik kearah seorang cowok yang duduk dibangku pinggiran.
“Ngapain lo liat-liat gue! Ada yang salah sama diri gue!”
Milki buru-buru jalan tanpa menggubris cowok itu. Tanpa sadar kalau cowok yang tadi ia lihat mengikutinya dari belakang. Milki terus saja berjalan, dan ketika memasuki kelas, betapa kagetnya ia melihat cowok itu beridiri disebelahnya.
“Lo budek! Gue nanya, ada yang salah sama diri gue. Kenapa lo liatin gue kayak gitu!” ujar cowok itu menaikan nadanya
“Aku minta maaf, aku janji nggak bakal ngeliat kamu lagi!” ujar Milki setengah ketakutan, wajahnya mendadak pucat
cowok itu langsung pergi. Hati Milki terasa sedikit lega.
Bel tanda isitirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu. Milki masih saja diam didalam kelas. Tiba-tiba Kasih datang dan langsung duduk disebelahnya.
“Mil, Kekantin yuk! Gue nggak ada temennya nih! Lagian masa lo setiap istirahat dikelas aja.
Apa lo nggak takut. Gue sih nggak nuduh lo macem-macem, tapi seandainya ada barang anak kelas ini yang hilang, otomatis nanti yang dituduh yang ada dikelas inikan!” Ujar Kasih panjang lebar
Milki hanya membalas dengan senyum. Ia langsung bangkit dan mengisyaratkan kalau ia menerima ajakan Kasih.
Sepanjang koridor kelas. Keramaian terdengar begitu memekanan telingat. Murid-murid cewek lagi pada heboh kalau sekolah ini kedatangan murid baru yang Cakep. Tapi yang jelas berita itu tak membuat Milki ingin tahu, ia malah seolah-olah tidak ada apa-apa, dan tidak mau menanggapi berita hal itu. Beda dengan Kasih yang ikut kemakan berita.
“Ya ampun, kalo ada cowok cakep masuk disekolah ini. Gue bakal kecengin deh. Kangen nih punya pacar, abis lama jomblo” Ujar Kasih pada Milki, sedangkan Milki tak bereaksi. “Mil, Kayaknya lo belum pernah punya pacar deh. Apa lo nggak mau pacaran?” Tanya Kasih, yang membuat Milki jelas-jelas tambah tidak peduli. “Milki, Gue ngomong sama Lo!”
“Iya maaf, tadi kamu ngomong apa?”
“Ya ampun, Cape deh! Cantik-cantik ko lemot”
Milki hanya senyum-senyum menanggapinya.
Justru sesampainya dikantin, suasana begitu ramai. Milki berada diantara desakan orang yang memenuhi kantin. Sebuah peristiwa sepertinya sedang terjadi dikantin. Dari balik tubuh orang-orang yang berkunjung dikantin, Milki melihat ada keributan kecil yang terjadi antara Dua cowok. Jelas-jelas Milki tahu siapa cowok itu, salah satunya adalah Anggo, ketua geng nakal yang ada disekolah. Dan satu laginya, Milki jelas taka sing, cowok itu adalah cowok yang tadi pagi marah padanya lantaran Milki tak sengaja melihatnya.
“Lo pikir ini bangku nenek moyang lo!” Ujar cowok itu, Yang tak lain adalah Murid baru disekolah ini yang diberitakan Cakep sama anak-anak cewek yang bikin ulah
“Woi…tapi bangku masih banyak disini. Ini bangku milik gue sama anggota geng gue!” Ujar Anggo berapi-api
“Geng…Geng apa? lo piker dengan geng-gengan Lo itu lo bisa seenaknya merintah gue pindah-pindah duduk segala. Salah bung!”
“Sialan Nih anak ngelunjak. Berhubung gue nggak mau ribut disini, lo tunggu aja tanggal mainnya”
“Oke gue tunggu!”
Geng anggo mengalah, walau ia meras terinjak-injak. Apalagi disaksikan oleh semua mata yang tengah berada dikantin. Sedangkan Miko, ia malah dengan santainya memesan mie ayam.
Milki yang saat itu tengah berdiri diantara kerumunan orang, langsung mencari bangku. Dan kebetulan bangku yang kosong hanya tinggal dua dan bangku itu bersebelahan dengan Miko. Kasih yang nyalinya ciut, malah ninggalin Milki sendirian dengan alas an mau ketoilet.
“Lo ngapain dari tadi berdiri disitu!” Ujar Miko sinis, melihat Milki yang kebingungan antara mau duduk atau tidak
“Aku boleh duduk disini, soalnya bangku yang lain penuh” Ijin Milki
“Kalau mau duduk yah duduk aja, Nggak usah ijin-ijin segala. Lo piker ini bangku milik gue apa, ini bangku umum”
“Oh makasih!”
Milki langsung duduk. Ia melihat keseuruh arah, mencari-cari sosok kasih yang sampai detik ini belum juga nongol lagi. Sedangkan Miko, ia tengah menikmati makana yang baru saja datang.
“Lo nggak mesen?” Tanya Miko
“H…h…Nggak! Lagi nunggu temen dulu!” jawab Milki terbata-bata
“Yaudah sambil nunggu temen lo, kenapa nggak mesen aja!”
“Eh…i…iya!”
“Woi…lo kenapa, dari tadi ngomong kayak orang ketakutan?” Ujar Miko yang membuat Milki tersentak
“Ng…nggak!”
Ketika jam pulang, seperti biasa Milki meluangkan waktunya pergi kebelakang sekolah. Tapi pandangan ia tertuju kearah tempat yang selalu ia datangi dijam sekolah. Tempat yang biasa sepi, sekarang mendadak ada seseorang yang datang ketempat ini. Dan orang itu adalah, Miko. dan Milki melihat pemandangan yang menurutnya tidak lajim. Yakni ia melihat Miko tengah merokok.
“Lo ngapain kesini!” Ujar Miko dengan nada juteknya
“Aku biasa dateng kesini kalau jam pulang”
“Nggak usah alesan. Awas lo kalau lapor gue ngerokok, lo pasti berhadepan sama gue” ujar Miko
“Kamu nggak usah takut, aku nggak bakal peduli sama urusan orang orang lain.lagian itu hak orang. Aku nggak mau ikut campur!” Milki langsung ngeloyor pergi. semula niatnya pengen duduk santai dibelakang sekolah, yang ada ia malah berurusan dengan orang.
“Awas gue pegang omongan lo!” ujar Miko
Miko terus-terusan asik menyeruput rokoknya, tanpa sadar kalau ada orang lain yang melihatnya dari kejauhan.
Mang Usep yang tengah berdiri didepan mobil, heran melihat sikap Milki yang mendadak berubah jadi murung.
“Non kenapa?” Tanya Mang Usep
“Mang, aku mau cepet pulang!”
Mang Usep langsung buru-buru memasuki mobil.
Disepanjang perjalanan, Milki Cuma bisa nangis. Yang membuat mang usep heran. Apalagi nggak biasa-biasanya pulang sekolah nangis. Apa mungkin ada masalah? Pertanyaan itu menyelimuti pikiran Mang usep.
“Non, non kenapa? Pulang sekolah kok nangis?” Tanya Bibi
“Ada orang aneh disekolah, Bi!” Ujar Milki yang kemudian langsung masuk kedalam kamarnya.
Dikamar Milki langsung menaruh tasnya. Ia langsung tidur tanpa mengganti bajunya. Dan sepuluh menit kemudian, ia tidak sadar posisinya sekarang. Matanya sudah terlelap.
“Milki kemana, Sep!” Tanya Ayah pada Mang Usep
“Non Milki masih dikamarnya. Semenjak pulang sekolah Non Milki tidak keluar kamar, Tuan!” Jawab Mang Usep
“Apa ada masalah sama Milki?”
“Kurang tau tuan, tapi yang jelas tadi pulang dari sekolah Non Milki Nangis”
“Nangis!” Ayah kaget
Ayah lansgung memanggil bibi. Dan atas perintah ayah Bibi langsung keatas menemui Milki, yang saat itu tengah duduk dikamar dan masih mengenakan seragamnya. Wajahnya nampak terlihat sendu. Sepertinya kejadian tadi siang yang membuatnya kesal dan nangis belum juga bisa dilupakannya.
Milki langsung turun saat bibi bilang kalau ayahnya memanggilnya. Diruang tamu nampak ayah yang tengah duduk, dan ditemani Mang Usep yang beridiri. Sesampainya ruang tengah, Milki langsung duduk disebelah ayahnya.
“Milki, ayah denger tadi pagi kamu nangis. Emangnya ada masalah apa? kamu cerita sama ayah!” ujar ayah
“Nggak ayah, Nggak ada apa-apa. Milki baik-baik aja.” Jawab Milki berbohong
“Kalau kamu ada masalah, kamu cerita sama ayah. Apa kamu nggak suka sama sekolah baru kamu ini. Kalau kamu mau pindah, bilang aja sama ayah. Ayah bakal turutin apa yang kamu inginkan”
“Nggak ayah, Milki baik-baik aja”
Milki terpaksa bohong kalau ia sedang tidak ada masalah apa-apa. ia snegaja berbohong lataran takut ayahnya kepikiran, dan menyita pikirannya, dan ia juga tidak mau mengganggu konsentrasi kerja ayahnya lantaran karena masalah yang cukup sepele.
“Yaudah, kamu siap-siap! Sekarang masih jam delapan! Kita makan diluar”
Wajah Milki mendadak ceria.
“Gitu dong, anak ayah yang manis ini nggak boleh sedih! Yauda sana cepet ganti!”
Milki yang baru lari berapa langkah, harus membalikan badanya kembali.
“Milki, malem-malem kok kamu pake seragam!” ujar Ayah yang baru sadar
“Maaf ayah, Milki lupa. Tadi ketiduran!”
Hari ini berita baru tentang siswa skorsing beredar luas keseantero sekolah. Siswa yang kena skorsing tak lain adalah Miko. ia kena skorsing satu hari lantaran ketahuan merokok dihalaman belakang sekolah. Milki yang jelas-jelas tahu, Cuma bisa pura-pura tidak tahu. Lantaran ia tidak mau ikut campur dan ngomongin orang.
Dan hal yang mengejutkan lagi ialah, ada siswa yang melaporkan tingkah Miko kepada guru. Hal ini yang membuat Milki ikut harap-harap cemas, lantaran ia kemarin salah satu orang yang tahu Miko merokok dihalaman belakang. Walau pada kenyataanya Milki tidak tahu menahu soal lapor melaporkan.
Pada saat jam pulang sekolah, Miko sudah menunggu Milki didepan kelas. Dan seketika semua siswa sudah pulang, dan hanya tinggal Milki dikelas, Miko langsung masuk dan menemui. Jelas jantung Milki deg-degan, jangan sampai Miko menganggap Milki yang melaporkannya.
“Lo nyari masalah sama gue!” Ujar Miko setengah berapi-api
“Masalah apa?” Milki berusaha tenang
“Lo nggak usah pura-pura bego”
“Aku bener-bener nggak tahu”
“Lo kan yang ngelaporin gue sama guru Bp. Anjrit lo yah, kalau bukan cewek udah gue gampar”
“Kamu jangan asal Nuduh! Aku bener-bener nggak tahu”
Milki bangkit, dan berusaha keluar dari perangkap Miko. Hampir saja ia mendekati pintu, tiba-tiba badannya serasa kaku, lantaran ada orang yang memegang erat-erat dari belakang. Miko, cowok itu membalikan badan Milki hingga mereka saling berhadapan. Dan dengan perasaan tanpa dosa, Miko mendekatkan bibirnya tepat dibibir Milki, hingga saling beraduan. Milki berusaha berontak dengan isak tangisnya, dan Miko melepasnya. Milki buru-buru kabur sambil membawa tangis.
“Itu balasan buat cewek yang nyari masalah sama gue!” Ujar Miko setengah teriak
Dan untuk kedu kalinya dihari yang berturut-turut Mang Usep melihat Milki menangis. Jelas hal ini membuat Mang Usep cemas, lantaran ia sudah mendapat pesan dari Majikannya agar menjaga anak semata wayangnya.
“Non Milki, kenapa lagi non!”
Milki tak menjawab. Ia terus menangis sejadinya. Sepanjang perjalanan Milki terus-terusan menangis, sehingga membuat Mang Usep bingung dan kewalahan. Apa jadinya kalau sampai Majikannya tahu, mungkin ia juga bakal kena.
“Non…Non Milki cerita sama mamang, apa ada yang ganggu non Milki di sekolah?” Tanya Mang Usep cemas
“Nggak ada Mang, Mang Usep nggak usah takut, aku baik-baik aja kok”
“Lah kalau baik-baik aja, kenapa Non Milki nangis”
Miko tengah menghirup rokoknya sambil membaca majalah otomotifnya. Wajahnya nampak serius memandangi satu persatu gambar motor, tanpa memedulikan bacaannya.
Tiba-tiba seseorang masuk dari balik pintu kamarnya. Miko hanya melirik sejenak, dan kemudian ia tak menggubris kehadiran cowok yang usianya lebih tua darinya.
“Mik, kaka denger kamu bikin ulah lagi disekolah!” Ujar Adam seraya mendekat dan duduk disamping adiknya
Miko tak memedulikan. Ia masih asik sendiri.
“Mik, kaka nanya” ujar Adam menaikan nada suaranya
Miko menoleh “Sejak kapan lo ikut campur urusan gue. Mendingan lo urus aja diri lo sendiri. Lo aja belum tentu bener” Miko asal
“Justru itu Kaka ingin perbaikin diri. Kaka ingin jadi kaka yang baik buat kamu. Dan kita sama-sama hidup rukun”
“Sayangnya keinginan itu nggak bakal kewujud. Orang tua aja nggak pernah perduli sama anaknya, ngapain kita cape-cape berusaha jadi orang baik”
“Nggak ada yang cape Mik. Asal kamu tahu, sampai kapanpun kamu berusaha jadi anak badung supaya mamah perhatian, toh itu hasilnya nihil dan nggak bakal kewujud. Mamah sama papah sibuk sendiri-sendiri. Mereka nggak bakal perhatiin kita. Bukan berarti kita nyari-nyari perhatian dengan bersikap jadi anak badung. Toh kita kurang apa coba, hidup kita serba kecukupan, apa yang kita pengen bisa langsung kewujud, so…lebih baik kita ngelakuin hal positif kan dengan apa yang kita punya?”
“Sejak kapan lo pinter ceramah!”
“Sejak gue cape nyari sekolah buat lo!” ujar Adam kesal
“Maksud lo apa?”
“Kaka udah cape Mik, dari semenjak kamu SMP. Coba hitung sudah berapa kali kamu bikin ulah, sudah berapa kali kamu pindah sekolah. Dan itu merupakan tangung jawab dan beban kaka”
“Kalo lo ngerasa keberatan, lo nggak usah ikut campur urusan gue. Lo urus aja diri lo sendiri”
Adam bangkit. “Senakal-nakalnya Lo, sebadung-badungnya Lo, lo tetep adik gue, Mik!”
Adam pergi. Miki cuma mendengus kesal. Tumben-tumbenan ia mendapat ceramah dari kakanya. Ia nampak sudah tidak Mood lagi, dan memilih untu segera tidur. Dan baru saja ia mau melelapkan matanya, tiba-tiba tefon berdering.
Siapa malam-malam nelfon!ganggu orang aja! Miko bangkit. Ia meraih handphone yang berada dimeja komputernya.
“Halo!” ujar Miko mengawali
“Hai, Mik! Gimana rasanya kena skorsing satu hari enak kan” ujar orang dari sebrang
“Hei anjrit, Lo siapa! Bencong bener lo berani ngomong lewat telfon”
“Belagu juga lo yah, piyik! Ayam baru kemarin netes aja udah selangit gaya lo!” ujar orang dari sebrang yang tak lain adalah Anggo “Asal lo tau, berani berurusan sama gue, hidup lo nggak bakal tenang”
“Oke, Cong! Lo piker gue takut. Kalo lo cowok,lo nggak usah neror-neror gue segala, Ngomong aja langsung lo sama gue. Banci banget lo yah! Berani adu mulut”
“Lo nantangin gue, oke! Lo tunggu aja tanggalmainnya!”
Tut…tut…tut…
Telfon terputus. Dengan kesal Miko membanting Handphoennya. Ia nampak bingung, dari mana ia tahu nomor handphoennya. Padahal anak-anak satu sekolah barunya sekarang belum ada yang tahu. Semenjak pertama kali masuk SMU Trista ia belum pernah satu kalipun memberi tahuka nomor handphoennya pada siapapun, terkecuali pihak sekolah.
Pelan-pelan Miko berfikir. Ternyata orang yang ia sangka melaporkannya merokok, jelas-jelas bukan Milki. Miko terus-terusan berfikir, siapa saja orang yang pernah ribut sama dia, dan ia baru ingat kalau selama masuk SMU Trista, Cuma Geng Anggo lah yang pernah buat masalah sama dirinya. Miko hanya bisa menggigit bibir.
Wajahnya nampak lesu. Ia bangkit dari tempat duduknya menuju kearah kamarnya. Makanan yang telah ia ciptakan beberapa jam yang lalu, terlihat dingin dan basi, dan ia tinggalkan begitu saja dimeja makan tanpa disentuh sedikitpun.
Milki, sudah mengganti baju tidurnya. Ia langsung menarik selimut dan pelan-pelan memejamkan mata. Pikiran-pikiran yang membuatnya seolah-olah tak bisa tidur, buru-buru ia hapus. Walau pada akhirnya matanya begitu sulit untuk dipejamkan.
Krek…Pintu terbuka
Lelaki paruh baya itu masuk. Milki pura-pura memejamkan matanya. Pelan-pelan ia mendekat dan mengecup kening putrinya. Dan membisikan kata-kata maaf. Ia tidak sadar kalau sebenarnya putrinya mendengar apa yang ia ucapkan.
Ayah langsung mematikan lampu dan bergegas keluar. milki membuka matanya ketika ayah yang sangat ia cintai sudah keluar dari kamarnya. Ia bangkit dan langsung mengambil foto yang berada dimeja belajarnya. Foto keluarga yang membuat ia selalu menangis, menitikan air mata, ketika memandang wajah kedua orang tuanya. Suasana masa lalu terbersit kembali dibenaknya.
Tiga tahun silam, ia harus menerima hal yang begitu pahit. Saat itu ayah dan ibunya tengah perjalanan pulang dari luar kota. Suasana hujan deras membuat mobil tak terkendali, dan kecelkaan itu membuat nyawa ibunda yang sangat ia cintai terenggut dan hanya ayahnya yang terselamatkan. Dan jika ia mengingat peristiwa ini, ia hanya bisa menangis. Ia tak bisa menyalahkan siapapun, karena ini sudah kehendak yang kuasa. Dan biar bagaimanapun juga, Milki harus menerima semua ini.hidup tanpa Ibu yang bisa menemani keluh kesahnya. Hidup dengan ayah yang selalu sibuk dengan pekerjaanya sehingga ia harus larut malam.
Terkadang ia begitu iri dengan semua teman-temannya. Pergi jalan-jalan satu keluarga seperti dulu. Saat keluarganya masihlengkap. Dan terakhir kalinya ketika ia masuk kesekolah menengah pertama faforit, dan jalan-jalan kedufan adalah hadiah terindahnya, tak perlu keluar kota, yang ia harapkan adalah pergi bersama orang-orang yang sangat ia cintai.
Dan kini, milki tidur dengan memeluk sebuah foto, foto keluarga yang membuat ia sadar, betapa sakitnya kehilangan orang-orang yang paling ia sayangi.
****
Pagi sudah menjelang. Milki sudah rapih dengan baju seragamnya. Ia langsung keluar menuju kearah meja makan untuk sarapan, dan ketika melihat kearah meja makan. Ayah yang ia harapkan bisa sarpan pagi ini bersama, nampaknya sudah tidak ada dimeja makannya. Yang tersisa hanya piring bekas makannya.
Milki mendekat kearah meja makan. Ia duduk dan langsung mengambil sehelai roti dan mengoleskan selai coklat diatasnya. Pelan-pelan ia memasukan kedalam mulutnya. Ia terhenti ketika melihat sebuah surat yang ditujukan untuknya dan langsung membukanya.
Milki, Maafin ayah. Semalam ayah ada pekerjaan yang belum terselesaikan lagi. ntuk itu ayah pulang larut malam. Ayah janji, jika ada waktu, ayah akan mengajak kamu makan bersama. Semalam ayah makan masakan kamu.
Bibir milki mengembang, ketika membaca kalau ayahnya memakan masakan yang ia ciptakan. Melirik kearah jam yang sudah pukul setengah tujuh, milki langsung menuju kearah mobil yang bertengger didepan, Mang Usep, sopir pribadinya langsung menyambutnya.
“Pagi Non Milki, udah siap berangkat!” sambut Mang Usep
“Pagi Mang Usep, Milki udah siap berangkat!”
Milki membuka pintu mobilnya. Dan seketika itu mobil melaju dengan kencangnya. Disepanjang perjalanan, Milki Cuma bisa melihat keadaan luar dengan tatapan kosong. Bahkan candaan Mang Usep disepanjang jalan, Cuma bisa ia balas dengan senyuman.
“Mang Usep!” panggil Milki
“Iya, Non”
“Tadi pagi Ayah berangkat jam berapa?”
“Oh Tuan, Non! Tuan berangkat jam setengah enam. Katanya ada banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Makannya ia datang pagi-pagi”
“Oh…” Milki hanya bisa ber-Oh
Tak terasa, gerbang sekolah sudah ada didepan. Milki langsung turun. disepanjang koridor kelas, ia berjalan sendiri. Pelan-pelan ia melirik kearah seorang cowok yang duduk dibangku pinggiran.
“Ngapain lo liat-liat gue! Ada yang salah sama diri gue!”
Milki buru-buru jalan tanpa menggubris cowok itu. Tanpa sadar kalau cowok yang tadi ia lihat mengikutinya dari belakang. Milki terus saja berjalan, dan ketika memasuki kelas, betapa kagetnya ia melihat cowok itu beridiri disebelahnya.
“Lo budek! Gue nanya, ada yang salah sama diri gue. Kenapa lo liatin gue kayak gitu!” ujar cowok itu menaikan nadanya
“Aku minta maaf, aku janji nggak bakal ngeliat kamu lagi!” ujar Milki setengah ketakutan, wajahnya mendadak pucat
cowok itu langsung pergi. Hati Milki terasa sedikit lega.
****
Bel tanda isitirahat sudah berbunyi lima menit yang lalu. Milki masih saja diam didalam kelas. Tiba-tiba Kasih datang dan langsung duduk disebelahnya.
“Mil, Kekantin yuk! Gue nggak ada temennya nih! Lagian masa lo setiap istirahat dikelas aja.
Apa lo nggak takut. Gue sih nggak nuduh lo macem-macem, tapi seandainya ada barang anak kelas ini yang hilang, otomatis nanti yang dituduh yang ada dikelas inikan!” Ujar Kasih panjang lebar
Milki hanya membalas dengan senyum. Ia langsung bangkit dan mengisyaratkan kalau ia menerima ajakan Kasih.
Sepanjang koridor kelas. Keramaian terdengar begitu memekanan telingat. Murid-murid cewek lagi pada heboh kalau sekolah ini kedatangan murid baru yang Cakep. Tapi yang jelas berita itu tak membuat Milki ingin tahu, ia malah seolah-olah tidak ada apa-apa, dan tidak mau menanggapi berita hal itu. Beda dengan Kasih yang ikut kemakan berita.
“Ya ampun, kalo ada cowok cakep masuk disekolah ini. Gue bakal kecengin deh. Kangen nih punya pacar, abis lama jomblo” Ujar Kasih pada Milki, sedangkan Milki tak bereaksi. “Mil, Kayaknya lo belum pernah punya pacar deh. Apa lo nggak mau pacaran?” Tanya Kasih, yang membuat Milki jelas-jelas tambah tidak peduli. “Milki, Gue ngomong sama Lo!”
“Iya maaf, tadi kamu ngomong apa?”
“Ya ampun, Cape deh! Cantik-cantik ko lemot”
Milki hanya senyum-senyum menanggapinya.
Justru sesampainya dikantin, suasana begitu ramai. Milki berada diantara desakan orang yang memenuhi kantin. Sebuah peristiwa sepertinya sedang terjadi dikantin. Dari balik tubuh orang-orang yang berkunjung dikantin, Milki melihat ada keributan kecil yang terjadi antara Dua cowok. Jelas-jelas Milki tahu siapa cowok itu, salah satunya adalah Anggo, ketua geng nakal yang ada disekolah. Dan satu laginya, Milki jelas taka sing, cowok itu adalah cowok yang tadi pagi marah padanya lantaran Milki tak sengaja melihatnya.
“Lo pikir ini bangku nenek moyang lo!” Ujar cowok itu, Yang tak lain adalah Murid baru disekolah ini yang diberitakan Cakep sama anak-anak cewek yang bikin ulah
“Woi…tapi bangku masih banyak disini. Ini bangku milik gue sama anggota geng gue!” Ujar Anggo berapi-api
“Geng…Geng apa? lo piker dengan geng-gengan Lo itu lo bisa seenaknya merintah gue pindah-pindah duduk segala. Salah bung!”
“Sialan Nih anak ngelunjak. Berhubung gue nggak mau ribut disini, lo tunggu aja tanggal mainnya”
“Oke gue tunggu!”
Geng anggo mengalah, walau ia meras terinjak-injak. Apalagi disaksikan oleh semua mata yang tengah berada dikantin. Sedangkan Miko, ia malah dengan santainya memesan mie ayam.
Milki yang saat itu tengah berdiri diantara kerumunan orang, langsung mencari bangku. Dan kebetulan bangku yang kosong hanya tinggal dua dan bangku itu bersebelahan dengan Miko. Kasih yang nyalinya ciut, malah ninggalin Milki sendirian dengan alas an mau ketoilet.
“Lo ngapain dari tadi berdiri disitu!” Ujar Miko sinis, melihat Milki yang kebingungan antara mau duduk atau tidak
“Aku boleh duduk disini, soalnya bangku yang lain penuh” Ijin Milki
“Kalau mau duduk yah duduk aja, Nggak usah ijin-ijin segala. Lo piker ini bangku milik gue apa, ini bangku umum”
“Oh makasih!”
Milki langsung duduk. Ia melihat keseuruh arah, mencari-cari sosok kasih yang sampai detik ini belum juga nongol lagi. Sedangkan Miko, ia tengah menikmati makana yang baru saja datang.
“Lo nggak mesen?” Tanya Miko
“H…h…Nggak! Lagi nunggu temen dulu!” jawab Milki terbata-bata
“Yaudah sambil nunggu temen lo, kenapa nggak mesen aja!”
“Eh…i…iya!”
“Woi…lo kenapa, dari tadi ngomong kayak orang ketakutan?” Ujar Miko yang membuat Milki tersentak
“Ng…nggak!”
****
Ketika jam pulang, seperti biasa Milki meluangkan waktunya pergi kebelakang sekolah. Tapi pandangan ia tertuju kearah tempat yang selalu ia datangi dijam sekolah. Tempat yang biasa sepi, sekarang mendadak ada seseorang yang datang ketempat ini. Dan orang itu adalah, Miko. dan Milki melihat pemandangan yang menurutnya tidak lajim. Yakni ia melihat Miko tengah merokok.
“Lo ngapain kesini!” Ujar Miko dengan nada juteknya
“Aku biasa dateng kesini kalau jam pulang”
“Nggak usah alesan. Awas lo kalau lapor gue ngerokok, lo pasti berhadepan sama gue” ujar Miko
“Kamu nggak usah takut, aku nggak bakal peduli sama urusan orang orang lain.lagian itu hak orang. Aku nggak mau ikut campur!” Milki langsung ngeloyor pergi. semula niatnya pengen duduk santai dibelakang sekolah, yang ada ia malah berurusan dengan orang.
“Awas gue pegang omongan lo!” ujar Miko
Miko terus-terusan asik menyeruput rokoknya, tanpa sadar kalau ada orang lain yang melihatnya dari kejauhan.
Mang Usep yang tengah berdiri didepan mobil, heran melihat sikap Milki yang mendadak berubah jadi murung.
“Non kenapa?” Tanya Mang Usep
“Mang, aku mau cepet pulang!”
Mang Usep langsung buru-buru memasuki mobil.
Disepanjang perjalanan, Milki Cuma bisa nangis. Yang membuat mang usep heran. Apalagi nggak biasa-biasanya pulang sekolah nangis. Apa mungkin ada masalah? Pertanyaan itu menyelimuti pikiran Mang usep.
“Non, non kenapa? Pulang sekolah kok nangis?” Tanya Bibi
“Ada orang aneh disekolah, Bi!” Ujar Milki yang kemudian langsung masuk kedalam kamarnya.
Dikamar Milki langsung menaruh tasnya. Ia langsung tidur tanpa mengganti bajunya. Dan sepuluh menit kemudian, ia tidak sadar posisinya sekarang. Matanya sudah terlelap.
****
“Milki kemana, Sep!” Tanya Ayah pada Mang Usep
“Non Milki masih dikamarnya. Semenjak pulang sekolah Non Milki tidak keluar kamar, Tuan!” Jawab Mang Usep
“Apa ada masalah sama Milki?”
“Kurang tau tuan, tapi yang jelas tadi pulang dari sekolah Non Milki Nangis”
“Nangis!” Ayah kaget
Ayah lansgung memanggil bibi. Dan atas perintah ayah Bibi langsung keatas menemui Milki, yang saat itu tengah duduk dikamar dan masih mengenakan seragamnya. Wajahnya nampak terlihat sendu. Sepertinya kejadian tadi siang yang membuatnya kesal dan nangis belum juga bisa dilupakannya.
Milki langsung turun saat bibi bilang kalau ayahnya memanggilnya. Diruang tamu nampak ayah yang tengah duduk, dan ditemani Mang Usep yang beridiri. Sesampainya ruang tengah, Milki langsung duduk disebelah ayahnya.
“Milki, ayah denger tadi pagi kamu nangis. Emangnya ada masalah apa? kamu cerita sama ayah!” ujar ayah
“Nggak ayah, Nggak ada apa-apa. Milki baik-baik aja.” Jawab Milki berbohong
“Kalau kamu ada masalah, kamu cerita sama ayah. Apa kamu nggak suka sama sekolah baru kamu ini. Kalau kamu mau pindah, bilang aja sama ayah. Ayah bakal turutin apa yang kamu inginkan”
“Nggak ayah, Milki baik-baik aja”
Milki terpaksa bohong kalau ia sedang tidak ada masalah apa-apa. ia snegaja berbohong lataran takut ayahnya kepikiran, dan menyita pikirannya, dan ia juga tidak mau mengganggu konsentrasi kerja ayahnya lantaran karena masalah yang cukup sepele.
“Yaudah, kamu siap-siap! Sekarang masih jam delapan! Kita makan diluar”
Wajah Milki mendadak ceria.
“Gitu dong, anak ayah yang manis ini nggak boleh sedih! Yauda sana cepet ganti!”
Milki yang baru lari berapa langkah, harus membalikan badanya kembali.
“Milki, malem-malem kok kamu pake seragam!” ujar Ayah yang baru sadar
“Maaf ayah, Milki lupa. Tadi ketiduran!”
****
Hari ini berita baru tentang siswa skorsing beredar luas keseantero sekolah. Siswa yang kena skorsing tak lain adalah Miko. ia kena skorsing satu hari lantaran ketahuan merokok dihalaman belakang sekolah. Milki yang jelas-jelas tahu, Cuma bisa pura-pura tidak tahu. Lantaran ia tidak mau ikut campur dan ngomongin orang.
Dan hal yang mengejutkan lagi ialah, ada siswa yang melaporkan tingkah Miko kepada guru. Hal ini yang membuat Milki ikut harap-harap cemas, lantaran ia kemarin salah satu orang yang tahu Miko merokok dihalaman belakang. Walau pada kenyataanya Milki tidak tahu menahu soal lapor melaporkan.
Pada saat jam pulang sekolah, Miko sudah menunggu Milki didepan kelas. Dan seketika semua siswa sudah pulang, dan hanya tinggal Milki dikelas, Miko langsung masuk dan menemui. Jelas jantung Milki deg-degan, jangan sampai Miko menganggap Milki yang melaporkannya.
“Lo nyari masalah sama gue!” Ujar Miko setengah berapi-api
“Masalah apa?” Milki berusaha tenang
“Lo nggak usah pura-pura bego”
“Aku bener-bener nggak tahu”
“Lo kan yang ngelaporin gue sama guru Bp. Anjrit lo yah, kalau bukan cewek udah gue gampar”
“Kamu jangan asal Nuduh! Aku bener-bener nggak tahu”
Milki bangkit, dan berusaha keluar dari perangkap Miko. Hampir saja ia mendekati pintu, tiba-tiba badannya serasa kaku, lantaran ada orang yang memegang erat-erat dari belakang. Miko, cowok itu membalikan badan Milki hingga mereka saling berhadapan. Dan dengan perasaan tanpa dosa, Miko mendekatkan bibirnya tepat dibibir Milki, hingga saling beraduan. Milki berusaha berontak dengan isak tangisnya, dan Miko melepasnya. Milki buru-buru kabur sambil membawa tangis.
“Itu balasan buat cewek yang nyari masalah sama gue!” Ujar Miko setengah teriak
Dan untuk kedu kalinya dihari yang berturut-turut Mang Usep melihat Milki menangis. Jelas hal ini membuat Mang Usep cemas, lantaran ia sudah mendapat pesan dari Majikannya agar menjaga anak semata wayangnya.
“Non Milki, kenapa lagi non!”
Milki tak menjawab. Ia terus menangis sejadinya. Sepanjang perjalanan Milki terus-terusan menangis, sehingga membuat Mang Usep bingung dan kewalahan. Apa jadinya kalau sampai Majikannya tahu, mungkin ia juga bakal kena.
“Non…Non Milki cerita sama mamang, apa ada yang ganggu non Milki di sekolah?” Tanya Mang Usep cemas
“Nggak ada Mang, Mang Usep nggak usah takut, aku baik-baik aja kok”
“Lah kalau baik-baik aja, kenapa Non Milki nangis”
****
Miko tengah menghirup rokoknya sambil membaca majalah otomotifnya. Wajahnya nampak serius memandangi satu persatu gambar motor, tanpa memedulikan bacaannya.
Tiba-tiba seseorang masuk dari balik pintu kamarnya. Miko hanya melirik sejenak, dan kemudian ia tak menggubris kehadiran cowok yang usianya lebih tua darinya.
“Mik, kaka denger kamu bikin ulah lagi disekolah!” Ujar Adam seraya mendekat dan duduk disamping adiknya
Miko tak memedulikan. Ia masih asik sendiri.
“Mik, kaka nanya” ujar Adam menaikan nada suaranya
Miko menoleh “Sejak kapan lo ikut campur urusan gue. Mendingan lo urus aja diri lo sendiri. Lo aja belum tentu bener” Miko asal
“Justru itu Kaka ingin perbaikin diri. Kaka ingin jadi kaka yang baik buat kamu. Dan kita sama-sama hidup rukun”
“Sayangnya keinginan itu nggak bakal kewujud. Orang tua aja nggak pernah perduli sama anaknya, ngapain kita cape-cape berusaha jadi orang baik”
“Nggak ada yang cape Mik. Asal kamu tahu, sampai kapanpun kamu berusaha jadi anak badung supaya mamah perhatian, toh itu hasilnya nihil dan nggak bakal kewujud. Mamah sama papah sibuk sendiri-sendiri. Mereka nggak bakal perhatiin kita. Bukan berarti kita nyari-nyari perhatian dengan bersikap jadi anak badung. Toh kita kurang apa coba, hidup kita serba kecukupan, apa yang kita pengen bisa langsung kewujud, so…lebih baik kita ngelakuin hal positif kan dengan apa yang kita punya?”
“Sejak kapan lo pinter ceramah!”
“Sejak gue cape nyari sekolah buat lo!” ujar Adam kesal
“Maksud lo apa?”
“Kaka udah cape Mik, dari semenjak kamu SMP. Coba hitung sudah berapa kali kamu bikin ulah, sudah berapa kali kamu pindah sekolah. Dan itu merupakan tangung jawab dan beban kaka”
“Kalo lo ngerasa keberatan, lo nggak usah ikut campur urusan gue. Lo urus aja diri lo sendiri”
Adam bangkit. “Senakal-nakalnya Lo, sebadung-badungnya Lo, lo tetep adik gue, Mik!”
Adam pergi. Miki cuma mendengus kesal. Tumben-tumbenan ia mendapat ceramah dari kakanya. Ia nampak sudah tidak Mood lagi, dan memilih untu segera tidur. Dan baru saja ia mau melelapkan matanya, tiba-tiba tefon berdering.
Siapa malam-malam nelfon!ganggu orang aja! Miko bangkit. Ia meraih handphone yang berada dimeja komputernya.
“Halo!” ujar Miko mengawali
“Hai, Mik! Gimana rasanya kena skorsing satu hari enak kan” ujar orang dari sebrang
“Hei anjrit, Lo siapa! Bencong bener lo berani ngomong lewat telfon”
“Belagu juga lo yah, piyik! Ayam baru kemarin netes aja udah selangit gaya lo!” ujar orang dari sebrang yang tak lain adalah Anggo “Asal lo tau, berani berurusan sama gue, hidup lo nggak bakal tenang”
“Oke, Cong! Lo piker gue takut. Kalo lo cowok,lo nggak usah neror-neror gue segala, Ngomong aja langsung lo sama gue. Banci banget lo yah! Berani adu mulut”
“Lo nantangin gue, oke! Lo tunggu aja tanggalmainnya!”
Tut…tut…tut…
Telfon terputus. Dengan kesal Miko membanting Handphoennya. Ia nampak bingung, dari mana ia tahu nomor handphoennya. Padahal anak-anak satu sekolah barunya sekarang belum ada yang tahu. Semenjak pertama kali masuk SMU Trista ia belum pernah satu kalipun memberi tahuka nomor handphoennya pada siapapun, terkecuali pihak sekolah.
Pelan-pelan Miko berfikir. Ternyata orang yang ia sangka melaporkannya merokok, jelas-jelas bukan Milki. Miko terus-terusan berfikir, siapa saja orang yang pernah ribut sama dia, dan ia baru ingat kalau selama masuk SMU Trista, Cuma Geng Anggo lah yang pernah buat masalah sama dirinya. Miko hanya bisa menggigit bibir.
***
1st Chapter oleh Saiful Furkon
No comments:
Post a Comment