Monday, May 25, 2009

Poomen

Aku selalu saja berkeluh kesah atas semua yang terjadi dalam kehidupanku. Aku sendiri juga tidak pernah mengerti tentang segala yang terjadi dalam hidupku, kadang bergerak sangat cepat, ada masa jalan ditempat, lalu berhenti sama sekali tak bergerak.

Pengakuanku

Aku adalah seorang wanita yang tumbuh dewasa dengan seribu pertanyaan yang berkecamuk didada. Pertanyaan itu teruntai menjadi satu membuat sebuah lubang yang penuh dengan lorong labirin. Labirin yang tak kuketahui mana ujung, mana pangkalnya. Labirin telah menjerumuskanku pada suatu keadaan yang membuat hati dan pikiranku tidak menyatu. Seolah-olah rohku tidak berada didalam raga, tetapi tubuhku bergerak mengikuti alur roda kehidupan. Setiap hari selama 26 tahun aku hidup dalam kegalauan membuat aku semakin muak saja dalam menghadapi hidup. Tidak ada jawaban pasti mengapa harus seperti ini, bayang-bayang masa lalu yang kucoba untai kembali untuk menolongku mencari jawaban, telah kabur dalam ingatan.

Sekarang aku hidup tanpa kenangan, yang ada hanyalah hari ini dan masa depan. Julia adalah namaku, lulusan Cambrige university, bisnis internasional. Nama belakangku adalah darmawan yang diambil dari nama kakek, ayah dari mama. Aku bekerja di perusahaan yang bergerak dalam bidang garmen dan memegang jabatan manager hubungan luar negeri.

Cukup mengesankan bukan, tapi ini baru awal dari kisah perjalanan hidupku. Baru kulitnya saja belum semua. Aku akan berusaha mengungkapkan dengan kepala tegak ,tanpa ada air mata,ataupun perasaan tak dihargai. Karena aku ingin setiap wanita yang selesai membaca tulisanku, tidak akan pernah lagi memiliki rasa tidak dihargai, diabaikan, bahkan kehadirannya tidak di harapkan didunia ini. Aku ingin semua wanita menyadari potensi dia yang besar dan mampu untuk menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.
oOo


Musim Semi
1

Kenapa angin hari ini berhembus kencang, udara juga terasa dingin menusuk tulangku. Gumpalan awan bergerak dengan pasti menutupi angkasa, membuat hari semakin tidak bersahabat denganku. London selalu saja basah dan basah, lembab, menjengkelkan. Hello! This’s spring times. Season of love. Kenapa masih seperti musim dingin, kuncup bunga sepertinya juga enggan muncul untuk menyambut musim semi.

Waktu menunjukkan pukul 08.00, perjalanan dari flatku kekantor memakan waktu 30 menit. Tetapi tube ini membuatnya seperti seabad lamanya, ditambah suara perutku yang minta diisi,
“sabar setelah satu pemberhentian lagi akan sampai tahu, aku akan mengisimu dengan cakwe plus jasmine tea “.

“Ah, akhirnya sampai juga”.

Tempat yang sama selama 4 tahun ini, mulai dari senin sampai jumat selalu ada dalam daftar agendaku. Aku berjalan menuju kafe milik ling siao-ying imigran asal Hongkong, kafe yang terletak di sudut sebelah kiri perempatan kearah jalan menuju kantorku menjadi saksi bagaimana hari demi hari berlalu dalam hidupku.

Perkenalanku dengan ying-ying (nama panggilan dariku) bermula pada hari pertama aku selesai wawancara tahap akhir di Western Co. tempatku sekarang bekerja. Sebagai fresh graduate non UK, aku merasa peluang untuk diterima sangatlah kecil, walaupun hak-hak untuk diperlakukan sama dengan para pencari kerja lokal dijamin sepenuhnya oleh pemerintah kota dan undang-undang di UK. Apalagi ditunjang oleh postur tubuhku yang memiliki rata-rata tinggi orang Asia. Dalam keadaan seperti itu kakiku seolah menjadi pemandu untuk sampai kekafe milik ying-ying. Saat pertama pintu terbuka aku langsung disambut dengan dentangan penggorengan yang beradu dengan celotehan bahasa kanton dari seorang wanita berusia kira-kira 30 tahunan. Dan anehnya dia berbicara sendiri, aku terdiam ditempat selama beberapa detik sambil memandang lekat wajah wanita itu. Tiba-tiba dia mengucapkan kata yang membuat aku hampir terjungkal, ”Hai kau tertarik padaku ya” apakah kau seorang lesbi”.

Kalimat itu berhasil membuatku tersenyum, senyum pertama setelah beberapa hari yang berat.
“Ah orang London semakin gila saja rupannya” maaf aku tadi tidak bersuara saat masuk, karena begitu tertarik akan suara dentangan dan ucapanmu dalam bahasa kanton”.

“Kau mengerti yang aku ucapkan, kau tahu bahasa kanton”

“Satu-satu tanyanya” tapi aku kesini bukan untuk membahas tentang kanton”

“Aku mau pesan olong cha”

“ Hari belum beranjak senja, sudah ada orang kehilangan semangat”

“Kenapa tidak pergi ke bar saja, menegak segelas bir akan lebih membantumu”

“Aku tidak minum alkohol dan aku tidak hilang semangat” kalimat itu menyembur keluar dari mulutku begitu saja. Aku merasa sangat jengah hari ini tetapi ada orang yang tidak kukenal seenaknya saja berkata seperti itu.

“Cukup sudah” (aku berkata dalam hati) aku beranjak dari tempat duduk dan hendak melangkah keluar .

“Hei, aku tidak bermaksud begitu, kamu adalah pelangganku jadi silahkan duduk olong cha segera siap” dia melangkah sambil mengerutkan dahi.

Aku memandangnya sambil berusaha menentramkan gemuruh dadaku, dan mulai tersadar kenapa harus menyembur orang ini. Ada apa denganku?

Langkahku gontai saat memutuskan untuk tetap tinggal, bangku disudut ruangan menjadi pilihanku. Tatapanku mengelilingi penjuru kafe, ada sebuah rasa rindu dan benci dalam dada ketika mataku tertuju pada ukiran yang membingkai langit-langit kafe. Ukiran berwarna hijau dan merah diantara warna coklat. Motif dan cara mengukirnya mengingatkan aku pada sebuah Negara, masa lalu, dan tangisan yang tidak pernah bisa aku ungkapkan rasa serta kepedihannya kepada orang lain. Tiba-tiba saja kesunyian mendera, seolah-olah dunia berhenti bergerak, dalam sekejab membunuh semua asa dan mimpi indah. Aku terbang entah kedunia mana, pikiranku tidak bisa diajak kompromi.

“Aku ingin kembali ke bumi” teriakku, tapi tidak bisa. Ada yang merantai hati dan otakku agar tidak bersatu. Tiba-tiba aku merasakan pundakku digonjang-gonjangkan dengan keras, lalu”ah ah ada apa ini”???

“kamu seperti orang mati barusan, tatapan matamu kosong dan wajahmu sangat pucat.

Kamu kurang sehatkah?” ying-ying memberondongku dengan pertanyaan. “aku aku tidak apa-apa” sambil menghela nafas aku mencoba menata kembali hati dan pikiranku.

“ini olong chamu” dia menyodorkan cawan berwarna putih dengan lukisan bunga meihua mengelilinginya, aku memandangi cawan itu. Terasa ada banyak cinta disana, aromanya yang menenangkan membuat aku rindu untuk pulang. Ya, meihua selalu identik dengan mama. Mama yang cantik, senyum menawan, dan tentu saja pelukan yang hangat.

“ah wajahmu sudah cerah kembali, sebenarnya ada apa dengan dirimu. Kamu bisa membuat ruangan ini beku dalam sekejab karena tatapanmu, tapi kamu juga bisa membuatnya secerah mentari dalam sekejab”. Ying-ying mengatakan sebaris kata-kata mutiara teraneh yang pernah aku dengar.

Hanya senyuman yang mampu aku berikan, ya inilah satu-satunya keahlianku ketika bayang-bayang gelap itu menggangguku. Aku mulai menikmati tehku sambil mengamati ying-ying menggoyangkan penggorengannya lagi, disertai senandung kecil.

Awal pertemuan yang tidak bisa aku lupakan, dan sejak saat itu kami menjadi teman. Cukup dekat, tapi aku selalu aku yang tidak bisa menggungkapkan perasaan dengan jelas pada orang lain termasuk pada ying-ying. Dan dia pasti menyadari itu, karena sudah 4 tahun kami berteman.

“Morning, bagaimana kabarmu pagi ini” aku belum membuka pintu, dia sudah menyapaku dengan sebuah sindiran kecil”.

“Aku sehat, cukup tidur, pekerjaanku baik-baik saja dan aku bisa tersenyum”. Sambil tersenyum kecil menyertai pembelaanku, aku masuk lalu duduk di meja pertama .

“Ha ha ha” ying-ying tertawa sangat keras dan lebar dari balik meja dapur. “Julia oh Julia sampai kapan kamu akan seperti ini, menyembunyikan semua dan menyimpan rapat dalam hati”.

“Aku jadi ingin melihat sampai kapan dirimu bisa bertahan dalam suasana hati seperti ini” ying-ying meneruskan komentarnya dengan matanya yang sipit menatap lurus kepadaku.

“Sudahlah, aku hanya ingin cakwe dan susu kacang tidak pakai bonus komentarmu yang panjang”. ”Cepatlah cacing dalam perutku sudah minta diisi”. “Akhirnya Julia bisa mengakhiri khotbah pagi”. Aku tersenyum simpul. “Baik nona pesananmu segera datang”. Ying-ying mulai menyiapkan pesananku sambil bersenandung seperti biasanya. Aku sampai saat ini juga tidak pernah bisa mengerti, kenapa sahabatku itu seolah tidak pernah kehabisan energi dan selalu bersemangat atas semua hal yang dia kerjakan. Percayalah jika orang lain berada didekatnya pasti akan ikut terserap dalam energinya. Pengaruhnya begitu kuat, mungkin ini juga yang membuat aku menyukainya dia adalah kutubku yang lain.

“Pesanan siap, dan j kamu ambil sendiri ya, aku harus mengecek pipa gas sepertinya ada yang tidak beres”. Ying-ying segera berlalu menuju basement tanpa menunggu persetujuanku. “ah” aku menghembuskan nafas, bangkit dari tempat duduk menuju ke meja dapur di tengah ruangan. Aku memutuskan untuk makan di meja dapur saja. Setelah susu kacang dan cakweku habis jam sudah 08.50, waktunya aku berjalan menuju kantor.

“ying aku harus segera pergi, cepat kembali keatas”. Aku berteriak dari depan pintu basement. “Ya aku segera datang” dia menjawab. “Ah kelihatannya pipanya harus diganti” dia muncul sambil mengusap keringat di dahinya. “Aku pergi ya ying, bye”. Aku berjalan ke pintu keluar siap berhadapan dengan udara yang basah dan lembab. Langkah kaki orang-orang berjalan membuat suatu irama musik pagi hari, yang selalu menyertai hari-hariku. Gedung Western Co. sudah terlihat megahnya, aku berjalan menuju lobi utama.

“Morning miss Darmawan hope you have great day” james petterscout seorang inggris keturunan Afrika security gedung menyapaku dengan senyum cerahnya. “You too james” aku membalas dengan senyuman kecil. Kantorku berada di lantai 26, departemen urusan luar negeri. Aku sendiri mengurusi pasar Asia, mungkin aku dianggap lebih mengenal pasar Asia karena berasal dari sana.

“Morning j you look very chick today” Dean Starnsen asistenku tercinta, fashionista sejati dan seorang gay yang sangat tampan. “Morning too, you look great with soft green” aku menyahut seadanya.

“J, larry mencarimu jam 11.00 kau disuruh datang keruangannya”.

“Dia kelihatannya sangat membutuhkanmu karena dia sangat cemas dan oh my dear lord give your forgiveness to me, wajahnya sangat kacau sepertinya tadi malam dia gagal untuk bercinta dengan model vogue itu”.

“Stop it Dean, dia mungkin benar-benar membutuhkanku karena dia baru pulang dari melihat pasar Asia”. “Lalu mengenai rapat peluncuran desain baru sudah ada jadwalnya” aku mengalihkan fokus Dean dari Larry.

“Ya kamis besuk jam 01.00 pm, ruang desain” Dean menjawab sambil menatap lurus ke arahku.

“Thank, kita bisa mulai bekerja hari ini, oh ya tolong sambungkan aku dengan Yuriko minami , kantor Tokyo sekarang! “Kalau dia tidak ada sambungkan aku dengan asistennya”. “Ok bos, Dean menjalankan perintah”. Aku mulai tenggelam dalam tumpukan dokumen, surat-surat, dan konferensi online dengan kantor-kantor di seluruh Asia. Inilah saat dimana aku bisa melupakan semua, mendapatkan dunia yang aman dan tenang menurut aku. betul-betul tenang.

“J, Larry memburumu lagi” suara Dean memecah kesunyian ruangan. “Oh ini baru jam berapa Dean, apa dia betul-betul terburu-buru”.

“Aku masih harus online dengan kantor di Singapura”.

“J dia sudah menghubungi aku selama seabad, dan itu sangat mengganggu, sebaiknya kamu segera kesana saja”. “Oh ya, be nice girl dia sangat kacau”.

“Baiklah aku akan keruangannya, tapi kamu tolong tunda 1 jam jadwal onlineku. Ok!”.

“Beres bos, serahkan saja itu pada Dean”.

Aku berjalan meninggalkan ruanganku untuk menuju lantai 28, lantai yang menurut orang-orang Western Co. adalah tempat jalannya pemerintahan dari kerajaan. Lantai 28 adalah tempat para pengambil keputusan puncak, tempat para orang yang akan menentukan nasib dari kami, juga tempat parade barang-barang kelas wahid. Lupakan saja perkataanku di kalimat terakhir.

Pintu lift terbuka, aku melangkah keluar dan apa yang aku dapati, ruangan ini betul-betul lengang. Hampir tidak bisa dipercayai, tempat yang biasanya begitu sibuk bisa berubah seperti tempat pemakaman. Tapi langkahku tetap menuju ruangan Larry, di ujung lorong lantai 28. Ruangan yang bertuliskan CEO, aku menghentikan langkahku. Larry Anderson, laki-laki berusia akhir 30, tinggi, berambut pirang, lajang, mengendarai alfa romeo. Dia sedang duduk menghadap jendela seolah memikirkan hal besar ketika aku masuk setelah tiga kali ketukanku tidak terjawab.

“Larry aku sudah datang” aku berdiri di depan meja kerjanya yang bergaya minimalis.

“Oh J maaf aku tidak mendengarkan ketukanmu” dia berbalik menghadap kepadaku, dengan tampang yang sangat kusut seperti sudah tidak tidur berhari-hari. Pantas saja Dean begitu heboh pagi tadi, ini pertama kalinya sejak aku mulai bekerja disini melihat Larry dengan penampilan seperti zombie. Larry yang biasanya selalu flamboyant, tersenyum memikat pada setiap rekan kerjanya dan sangat bisa mengendalikan perasaannya. Aku begitu tergoda untuk mengetahui ada masalah apa sampai membuat seoarang Larry “berubah”.

“J dulu kau pernah bercerita bahwa kamu pernah mengambil mata kuliah pengenalan budaya dan cara diplomasi dengan orang Asia timur bukan?” dia memberikan penekanan pada kalimatnya.

“Iya, memang kamu sedang membutuhkan diplomasi ?” aku menyelesaikan kalimatku sambil melangkah menuju sofa biru tua didepan meja kerja Larry.

“Sangat J, oleh karena itu aku membutuhkan bantuan mu”

“Tapi negara mana lagi, Jepang sudah kita masuki sejak dahulu, China menjadi tempat pabrik kita. Kamu sedang menyelidiki proses ekspansi lagi”.

“Bisa dikatakan seperti itu, tapi bukan open ekspansi. Kita akan bekerja sama dengan salah satu perusahaan garmen disana untuk menciptakan brand baru”. Larry berjalan menuju kearahku dan dia duduk di sofa sebelah kanan dari sisiku.

“Lalu apa kendalanya, bukannya kamu sudah mendapatkan semuanya kalau begitu”.

“Tidak J belum semuanya, syarat mereka terlalu menurut aku, jadi aku ingin kamu pergi sebagai perwalikan resmi dan menyiapkan semuanya disana sampai proses berjalan sempurna” Aku yakin dengan kemampuan diplomasimu bisa membuat mereka melunak”.

“Larry, bukannya tim untuk masalah proses awal kerja sama sudah ada sendiri. Apa kemampuan diplomasi dari tim itu kurang, sampai aku harus turun tangan”.

“Iya J, mungkin mereka kurang mengenal kebiasaan Negara itu. Jadi prosesnya sekarang jalan ditempat, padahal aku sudah menganalisa pasar disana sangat menjanjikan. Aku tidak mau kerjasama ini gagal, perusahaan itu adalah yang paling tepat untuk dijadikan rekanan”. Larry mengepalkan tangannya dengan posisi seperti menantang dunia.

“Tapi kamu sudah kehabisan cara untuk membujuk mereka? Memang siapa mereka?” aku dengan sikap tenang dan wajah hampir tak berekspresi menanggapi Larry, walaupun sebenarnya dalam hatiku sangat penasaran perusahaan macam apa sebenarnya sampai tim Larry jalan ditempat.

“Shin dong Co. pemiliknya adalah Kim Shindong, south Korea” Larry dengan mantap menyebutnya tanpa memperhatikan ekspresiku yang tiba-tiba berubah. Aku memegang erat sofa supaya tanganku yang gemetar tidak terlihat oleh Larry.

“Jadi perusahaan itu ada di Korea, dan kamu menyuruhku kesana”.

“Yup J, dan secepatnya. Kamu bisa memilih orangmu sendiri untuk menjadi timmu, sementara tugasmu akan aku limpahkan ke Linda. Jadi kamu bisa mencurahkan pikiranmu kemasalah ini saja”.

Aku tidak bisa menjawab ataupun menatap Larry, pikiranku tidak bisa diajak kompromi. Semua menjadi tidak jelas dan tiba-tiba duniaku jungkir balik. Sampai wajah Larry berada tepat didepan wajahku.

“ Are you okay, J kamu pucat sekali”.

“ A a a Aku okay”aku berusaha menjawab agar Larry tidak semakin bingung, melihat kondisiku yang gemetar dan pastinya sangat kacau.

“Larry beri aku waktu untuk memikirkannya, karena walaupun aku pernah mengambil kuliah diplomasi dengan Asia timur tapi ini merupakan hal besar”

“Oh come on J, mana Julia yang aku kenal, yang selalu mencari tantangan dan tidak mau dikalahkan hanya dengan masalah diplomasi”. Larry mencoba membakar harga diriku, karena dia tahu aku tidak suka akan hal seperti ini.

“Tapi Larry, ini juga yang pertama bagi aku untuk berhubungan secara langsung dengan perusahaan Korea”. “Jadi berikan aku waktu, 5 hari ok!”

“Terlalu lama J, 3 hari dan aku tidak ingin mendengar penolakanmu”.

Itu sama saja tidak memberi waktu dan ruang untuk penolakan, jawabannya harus ya dan siap untuk ke Korea. Tapi aku tidak mengatakan apa-apa hanya,

“Baiklah 3 hari , tapi jangan ada intervensi apapun”.

“Ok deal”

Setelah percakapan itu selesai aku bergegas meninggalkan ruangan kerja Larry dengan langkah-langkah lebar. Ingin segera keluar mencari udara bebas, kutekan tombol lift menuju lantai 30. Sesampainya di lantai 30, langkahku semakin lebar dan cepat untuk menuju taman atas yang terletak disebelah kanannya. Taman ini tepat berada di puncak gedung. Tidak terlalu besar tapi bisa digunakan untuk tempat barbeque, ini adalah daerah pelarianku jika ingin menyendiri. Karena orang-orang sangat jarang berada disini. Entah apa alasannya, yang pasti aku menyukai suasananya. Sangat tenang, walaupun dibawah sana London tetap saja bergerak sangat cepat.

“Korea, Seoul apa aku harus pergi setelah kuhindari selama 19 tahun”. Aku memgucapkan kalimat itu seolah mencari pembenaran karenannya, sebenarnya aku memang merasa tertantang akan kasus ini. Aku tersenyum sendiri seolah ini adalah buah yang aku petik setelah sekian lama kutanam dengan banyak air mata, dan harga diri yang terluka. Aku menikmati semua pikiranku dan membuat pertimbangan akan setiap kemungkinan yang akan terjadi. Sampai suara ponsel membuyarkan semuanya.

“Hello, oh Dean what’s wrong? “

“Dear J kamu sudah ditunggu oleh kantor Singapura” Suara Dean meninggi karena aku sudah melupakan jadwalku.

“Oh Dean aku melupakannya, baiklah aku segera turun, siapkan semuanya”

Sesampainya di ruanganku Dean sudah berkacak pinggang dan memasang wajah paling marahnya, yang menurutku bukan marah tapi wajah menghibur. Karena sangat lucu, “Dean cepat kembalilah ke tampang biasamu sebelum membuat aku tertawa dan onlineku menjadi tertunda”.

“uuuuh kamu selalu saja seperti itu”

“Ok aku minta maaf, bisa aku mulai kan”.

Waktu terus bergerak sampai suara Dean lagi memecahnya, dia menuju kearahku dengan bungkusan mie iga dari rumah makan China.

“Ini, Dean yang baik hati melihat J sama sekali belum mengisi perutnya” ini sudah jam 4.00 pm”
“OH Dean I love you so much” aku menerima bungkusan dari tangan Dean dan segera melahapnya, karena perutku memang sudah keroncongan dari tadi. Tapi aku terus menunda untuk bangun dari tempat dudukku karena pekerjaanku masih menumpuk. Ini semua karena Larry yang telah menyita waktuku.

“J sampai saat ini yang tidak pernah aku mengerti, kenapa kamu begitu mahir menggunakan sumpit, di Indonesia tidak memakai sumpitkan?” pertanyaan Dean membuat aku tersenyum kecut.

“Tidak, Ah Dean itu hanyalah keahlian yang bisa dipelajari semua orang”

“Tapi J itu tetap terlihat aneh, karena aku saja sudah belajar sangat lama dengan ying-ying pula. Tidak bisa seperti kamu, kemampuanmu sama seperti yin-ying yang memang berasal dari Negara pengguna sumpit”.

“Sudahlah tidak perlu dibesar-besarkan, kamu keluar kantor jam berapa?” Ini adalah pertanyaan daily edition untuk Dean, sebab aku selalu tidak menyadari berlalunya waktu. Itu akan sangat menyiksa dean dan stafku yang lain, karena departemen yang aku bawahi ini terbentur perbedaan waktu dibelahan bumi lainnya. Apalagi untuk daerah Asia yang aku pimpin, harus ada pergantian staf antara malam dan pagi.

“Jam 06.00 pm, dan aku juga akan pergi kencan dengan Tom. Jadi kamu jangan menginterupsi” Kalau kamu lakukan kita putus hubungan, dan jika ada masalah cukup teks mobile no phone ok!”

“Yeah, I know I’ll be keep it on my mind” Sambil kupasang wajah paling pengertianku.

“Dan jangan terlalu malam berkerjanya J, Larry tidak akan memperdulikan sekeras apapun kau bekerja”.

“Ok, tapi kamu akan kencan dimana dengan Tom, apa aku boleh tahu?”

“Sushi dine, karena aku ingin malam di Asia yang romantis” Dean menghirup udara dalam-dalam dan disertai seringai nakal.

“oh oh oh aku benar-benar tidak akan mengganggumu, jadi selamat kencan”. Tanganku melambai sebagai ucapan mempersilahkan .

dinda krisna

No comments: