CHAPTER ONE
‘BAD HABIT’
Brea menghapus air matanya dengan tissue. Entah sudah berapa banyak tissue yang terbuang demi menghapus air matanya. Namun sejak tadi air mata itu tidak juga berhenti mengalir dari sepasang matanya yang indah. Ketiga temannya, Kate, Celine dan Rebecca menatapnya dengan pandangan sedih.
“Sudah gue bilang, jangan pacaran sama bad boy lagi. Lo sih ngotot. Gue udah punya feeling dari dulu kalo Armand itu cowok gak bener” ujar Kate dengan lugas.
“Say, jangan nangis lagi, nanti mascara lo luntur” pinta Celine.
“Celine, mascara gue itu waterproof” sahut Brea, masih sambil sesenggukan.
“Ih kok jadi ngomongin mascara lagi sih?” tukas Rebecca “Sekarang kenapa lagi dengan bad boy lo itu?” tanyanya kemudian.
Brea melotot, sedikit tersinggung karena Armand dibilang bad boy.
“Bad habit, falling in love with a bad boy” kata Rebecca lagi.
“Yah kayak gak tau selera Brea aja, gak mau punya cowok yang gak ada tantangannya” timpal Kate.
“Bree emang aneh. Masa suka sama tokoh Sylar di film heroes. Dia kan jahat” tukas Celine.
“Trus suka juga sama Chuck Bass di gossip girls. Dia kan plaboy” timpal Rebecca.
“Satu lagi yang disuka, dia ngefans banget sama tokoh Dean di Supernatural, he’s a jackass, you know” sahut Kate.
“Girls” Brea menatap teman-temannya satu persatu “Kalian ngomongin gue didepan gue?”
“Daripada kita ngomongin lo dibelakang” ujar Celine tanpa merasa bersalah.
“Tapi lo emang susah dibilangin sih Bree, di kampus ini cowok baik banyak. Contohnya si Revand, tuh cowok kan cinta mati sama lo” tukas Kate.
“Ya, dan cinta mati juga sama bukunya. Kalian mau gue pacaran sama kutu buku?” sahut Brea.
“Asal jangan kutu rambut” ujar Celine.
Brea menatapnya sambil tertawa sinis.
“Akhirnya gue bisa bikin Bree ketawa” kata Celine dengan bangga.
“Stop. Kita dengerin cerita Bree dulu. Dari tadi baru datang kan dia langsung nangis. Kita belum tau apa yang dilakukan pacar bad boynya itu kali ini” kata Rebecca.
Brea merengut kesal “Gue putus sama dia” katanya kemudian dengan pelan.
“Kalo itu kita udah tau” ujar Kate.
“Tapi dia belum bilang kan?” protes Celine.
“Celine, adegan ini udah berulang beberapa kali. Kalo Bree nemuin kita sambil nangis, pasti karena habis putus cinta” tukas Rebecca dengan kesal.
Celine berpikir sejenak “Benar juga ya” katanya kemudian.
“Heran, kok gue punya temen telmi ya?” gumam Rebecca.
“Ok, kalian bener. Armand emang bad boy. Dia ternyata udah punya pacar sebelum gue. Padahal dia ngakunya masih single. Parahnya lagi, tuh pacar pertamanya lagi hamil! Kenapa gue bisa jatuh cinta sama big fat liar macam dia?” cerita Brea sambil bercucuran air mata.
“What?!” ketiga temannya tampak kaget, tapi sedetik kemudian mereka malah ketawa.
“Kenapa ketawa sih?” tanya Brea kesal.
“Dari awal gue juga bilang, Armand punya tampang mesum” tukas Kate.
“Iya, lo pernah bilang gitu. Habis tuh cowok kalo liat cewek disekitarnya pasti ngeliatinnya gimana gitu” timpal Rebecca.
“Dia pernah ngeliatin gue dari atas sampai bawah. Gue ngeri” Celine langsung bergidik ngeri.
“Hah?! Kenapa kalian gak bilang penilaian kalian itu ke gue?” tanya Brea.
“Habis lo kalo udah falling in love susah. Inget kan pas kita coba kasih tau tentang Ronald kalo dia itu seperti pemakai? Lo gak percaya. Sampai akhirnya dia kejaring polisi lagi pesta shabu, baru lo percaya. Akhirnya dia masuk penjara dan lo patah hati kan?” tukas Kate.
“Iya Kate, firasat lo tentang cowok-cowok bad boy nya Bree benar semua” timpal Rebecca.
“Kate kan jago baca pikiran cowok” puji Celine.
“Emang nasib gue kali ya, selalu berakhir sama bad boy?” kata Brea dengan lesu.
“Tapi kalo sama Revand, lo pasti gak akan patah hati” ujar Kate dengan yakin.
“Tapi gue gak cinta” protes Brea.
“Yang penting dia cinta mati sama lo” ujar Rebecca.
“Hello? Kita masih muda, baru 19 tahun. Revand itu emang tepat kalo mau cari pacar yang serius, buat dijadiin calon suami. Mungkin nanti aja kalo gue udah mau merit baru gue cari dia.” tukas Brea.
“Kalo dia masih cinta mati sama lo” sahut Celine.
“Yah masih lah, sampai rela mati kok demi Bree” tukas Kate yang langsung disambut tawa oleh ketiga sahabatnya.
“Siapa yang mati” panjang umur, tiba-tiba yang lagi diomongin datang.
Brea, Kate, Rebecca dan Celine langsung terdiam. Tapi kemudian mereka langsung tertawa lagi.
“Kenapa sih?” tanya Revand bingung sambil membetulkan letak kacamatanya.
“Vand, lo bersedia melakukan apa saja kan demi Bree?” tanya Kate.
“Kate, apaan sih!” protes Brea.
Revand mengangguk, lalu menatap Brea. Dan dia tampak terkejut melihat Brea seperti sedang habis menangis.
“Kamu kenapa Brea? Kamu habis nangis ya?” tanya Revand kemudian dengan penuh perhatian.
“Dia lagi sedih Vand” ujar Rebecca.
“Gue gak apa-apa” protes Brea sambil melotot pada ketiga sahabatnya.
“Dan tau apa yang bisa bikin dia seneng lagi?” tanya Celine, seolah tidak mempedulikan protes dari Brea.
“Apa?” tanya Revand.
“Shopping!” teriak Celine, Kate dan Rebecca berbarengan.
Brea langsung menepuk dahinya sendiri. Mereka pasti mau manfaatin Revand lagi.
“Kita ke Plaza senayan sekarang yuk Vand” ajak Celine
“Iya tuh, Bree paling seneng kesana” timpal Kate.
“Tapi dia lebih seneng lagi kalo kita jalan rame-rame. Lo tau Bree pemalu, jadi dia pasti gak mau disuruh berduaan sama lo” tukas Rebecca.
“Tapi aku ada kelas sebentar lagi” kata Revand.
Brea langsung bernapas lega. Walaupun ia tidak suka sama Revand, tapi ia lebih tidak suka lagi kalau Revand di manfaatkan sama tiga sahabatnya yang maniak shopping itu.
“Katanya cinta sama Bree, jadi cinta lo cuma segitu doang?” sindir Rebecca.
“Udah, jangan paksa dia” Brea mulai angkat bicara.
“Aku bisa bolos, kalau membuat Bree senang” kata Revand tiba-tiba.
Rebecca, Kate dan Celine langsung tertawa senang.
“Gak usah Vand, gue….” Belum selesai Brea bicara, mulutnya langsung dibekap sama Kate.
“Lo tau kan kalo Bree orangnya malu-malu kucing” kata Kate kemudian.
“Ayo kita jalan. Kebetulan gue udah gak sabar pengen beli tas Channel yang kemarin gue taksir” ajak Celine.
Rebecca langsung mencubitnya “Jangan keliatan banget dong morotinnya” bisik Rebecca.
Celine malah terdiam bingung.
“Udah, ayo jalan. Move” tukas Kate.
Kate, Rebecca dan Celine langsung jalan duluan menuju tempat parkir, meninggalkan Brea dan Revand di belakang.
“Kamu kenapa sedih Brea?” tanya Revand sambil berjalan.
“Hah? Gak apa-apa kok” Brea menggeleng.
“Habis putus cinta ya?” tebak Revand.
Brea tertegun. Sampai Revand pun tau kebiasaannya.
“Kamu jangan habisin waktu buat cowok gak bener lagi ya. Lebih baik kamu cari cowok yang baik yang bener-bener cinta sama kamu” kata Revand lagi.
“Maunya sih gitu” sahut Brea malas-malasan.
“Trus kenapa gak?” tanya Revand.
“Belum ketemu” sahut Brea.
“Aku mau kalau….”
“Aduh, sepatu baru gue lecet nih” potong Brea cepat. Dia paling malas mendengar Revand menyatakan cintanya lagi.
“Hei! Cepetan dong!” teriak Rebecca. Mereka bertiga sudah sampai didepan mobilnya Revand.
“Lo duluan deh. Kaki gue lecet nih” tukas Brea sambil mencopot sepatunya.
“Ada yang bisa kubantu?” tanya Revand.
“Duluan aja, nanti gue kesana. Mereka udah teriak-teriak tuh” kata Brea dengan kesal.
Revand mengangguk “Tapi kamu kepinggiran dikit, nanti ada mobil lewat lho” pintanya kemudian.
“Cerewet ah” omel Brea sambil mengelus-elus kakinya yang sebenarnya tidak apa-apa. Ia hanya tidak mau jalan sama Revand.
Revand segera pergi meninggalkan Brea dengan ragu.
“Sebel, kenapa sih lo jadi cowok bego banget Vand? Itu yang bikin gue gak bisa jatuh cinta sama lo” gumam Brea sambil menatap Revand yang sudah menjauh.
Tiba-tiba terdengar suara motor meraung-raung. Brea langsung menoleh. Sebuah motor gede melaju dengan cepat kearahnya. Dan Brea hanya bisa bengong karena kaget. Kakinya tidak mau bergerak.
“Bree!!!!” terdengar teriakan teman-temannya.
Brea langsung memejamkan matanya ketakutan. Motor itu akan segera menyambar dirinya. Dan ia hanya bisa pasrah.
Ciiittt!!! Bunyi rem terdengar sangat jelas. Begitu Brea membuka matanya, roda motor itu hanya berjarak kira-kira satu centi dari kakinya. Motor itu berhenti sangat dekat dari Brea. Hampir saja.
Si pengendara motor langsung membuka helmnya. Brea menatap wajahnya dengan kesal, siap untuk marah-marah. Tapi amarahnya langsung reda begitu ia menatap wajah orang itu. Jantungya langsung berdebar tak karuan dan lagu Terpesona-nya Glenn Fredly feat Audy seperti terngiang di telinganya. Orang itu benar-benar ganteng! Matanya tajam seperti Chuck Bass di Gossip Girl, bibirnya tipis seperti Dean di Supernatural dan alisnya tebal seperti Sylar di serial Heroes. Walau tubuhnya kurus, tapi ia tinggi. Saking terpesonanya, Brea sampai tak bisa berkata apa-apa.
“Lo gak apa-apa?” tanya orang itu dengan dingin. Tak ada ke khawatiran sama sekali. Reaksinya datar.
“Hei, gimana sih, kalo naik motor tuh hati-hati!” omel Kate. Ternyata teman-teman Brea sudah menghampirinya.
“Baru punya motor aja belagu” timpal Celine.
“Brea, kamu gak apa-apa kan?” tanya Revand dengan panik.
Brea menggeleng, tapi sambil tetap menatap orang itu tak berkedip.
“Dia gak apa-apa kok” kata orang itu dengan cuek, lalu kembali ke motornya dan menjalankannya.
Brea menatapnya sampai menjauh. Ia masih tetap tak bisa bicara apa-apa.
“Bree!” panggilan Rebecca membawanya kembali sadar.
“Kenapa sih?” omel Brea.
“Lo tuh aneh, ditabrak malah jadi bego gitu” tukas Rebecca.
“Siapa yang bego?” Brea langsung merengut kesal.
“Brea masih shock kali” bela Revand.
“Udah sana lo panasin mobil dulu” usir Kate.
“Tapi…”
“Vand, nanti kita segera kesana” kali ini Brea setuju untuk mengusir Revand, karena ia ingin membicarakan cowok tadi sama teman-temannya.
Revand tak lagi protes, karena Brea yang memintanya langsung.
“Jangan pernah berpikir untuk terpesona sama orang tadi” tukas Rebecca.
“Kok lo tau sih kalo gue terpesona?” Brea langsung senyam-senyum. Ia sudah lupa dengan patah hatinya yang tadi. Padahal baru beberapa menit yang lalu ia menangisi Armand.
“Bree! Lo terpesona sama Aa?!” teriak Celine.
“Panggilannya Aa?” tanya Brea. “Nama aslinya siapa? kok gue baru liat dia ya?”
“Lo masuk kampus ini kan baru setahun yang lalu, pas semester tiga. Dia waktu itu lagi cuti. Sekarang dia muncul lagi” ujar Kate.
“Hei, kok pertanyaan gue belum dijawab? Nama lengkapnya siapa? panggilannya Aa, dia pasti orang sunda” tebak Brea.
“Nama aslinya Farah” sahut Rebecca.
“Farah? Kayak cewek ya?”
“Emang dia cewek” ujar Celine.
Brea menatap Celine dengan kaget, tapi kemudian dia tertawa “Jangan bercanda deh”
“Bree, kali ini Celine bener. Aa itu cewek. Jadi lo baru aja terpesona sama cewek” tukas Kate.
“What!” teriak Brea tak percaya.
“Emang banyak yang tertipu sama dia. Tapi akhirnya malah pada sebel, soalnya dia aneh. Cewek kok gayanya kayak cowok. Naik motor gede, pakai kemeja en kaos cowok, potong rambut kayak cowok, jalannya juga kayak cowok, bahkan sampai suaranya juga kayak cowok” kata Rebecca.
“Dia kan kayak gitu biar dapetin cewek. Denger-denger dia lesbong” timpal Celine.
Brea hanya terdiam mendengar ucapan teman-temannya. Rasanya ia masih belum percaya kalau orang yang punya mata setajam Chuck Bass en bibir tipis semenarik Dean Winchester ternyata adalah seorang cewek. Apalagi orang yang dipanggil Aa itu punya suara serak-serak basah seperti cowok. Ia tidak rela.
“Udah ayo kita shopping. Revand udah nungguin tuh. Jangan bikin dia bete, nanti kita gak dibeliin apa-apa” Rebecca langsung menarik tangan Brea.
1st Chapter by Rena Puspitasari
No comments:
Post a Comment