Sunday, February 15, 2009

Too Black Too Handle

Prolog

Aku berdiri di sana, terdiam dan tanpa suara. Jantungku berdebar tidak karuan. Debarannya bukan seperti orang yang sedang kasmaran, melainkan seperti orang yang akan dibunuh. Aku yakin sudah beberapa menit belum berkedip. Aku tidak mau kelewatan sedetik pun dari momen ini.

‘Perubahan’ adalah hal yang dijanjikan Presiden Amerika baru itu, ‘perubahan’ ini juga dijanjikan oleh pria yang sedang berdiri tepat di depanku. Wajahnya tanpa ekspresi seperti biasa.

Dia mengambil satu langkah panjang yang membuat wajahnya hanya berjarak dua setengah senti dari wajahku. Dia menghembuskan napas yang tentunya membuat jantungku semakin tidak karuan.

I never had been kissed, gumamku dalam hati. Tapi aku yakin—dengan akal sehatku yang ala kadarnya ini—aku mendengar dia tertawa kecil.

Sekarang dia adalah pembaca pikiran? Great!

Dengan kondisi seperti ini, tubuhku sangat panas seperti akan meleleh. Namun dari mata hitamnya yang tajam itu, aku yakin kata yang tepat bukan meleleh tapi berubah.

Kututup kedua mataku.


1st chapter by Annisa Halimah Imron

No comments: