Sunday, February 15, 2009

Together When...

RIN

“Mimpi itu lagi…rasanya sudah lama sekali aku tidak memimpikan itu. 10 tahun yang lalu kalau tidak salah, waktu itu umurku masih tujuh tahun jadi aku pasti menangis dan mengadu pada kepala kuil. Tapi sekarang aku sudah biasa, menghadapi mimpi dimana aku…dibunuh oleh seorang oni bernama Basara.”

Bulan purnama berwarna keperakan di musim dingin, masih nampak menggantung di langit malam yang penuh bintang. Udara masih terasa dingin padahal sebentar lagi masuk musim semi, saljupun masih enggan untuk mencair dari daun bunga Tsubaki.

Koyuki, miko yang dianugerahi kekuatan oleh Dewi Matahari, Amaterasu o Mikami, nampak sedang memandang bulan keperakan itu dari balik tirai bamboo di kamarnya. Walaupun sudah empat tahun berada di Heian Kyo, ia masih juga belum terbiasa dengan pelayanan yang diberikan oleh kaisar kepadanya. Nyobo yang selalu menemaninya setiap ia kemanapun, prajurit-prajurit yang nampak berjaga di sekitar paviliun, dan lainnya. Ia lebih merindukan suasana di desanya dulu, desa dekat kuil Ise dimana tidak ada perilaku berlebihan seperti ini.

Jenuh. Hanya itu yang ada dipikirannya jika ia terus berada di tempat ini, untunglah beberapa hari ini ia-bersama beberapa miko dan onmyouji-melakukan ritual pensucian di empat titik mata angin di sekitar Heian-Kyo, hal ini dilakukan agar kesucian dan kekuatan kekkai yang dipasang tidak berkurang.

Tentunya kekkai itu dipasang untuk melindungi Heian Kyo dari serangan youkai dan roh jahat lain yang beberapa hari ini makin gencar menyerang. Onmyouji ternama yang bernama Abe no Seimei pernah mengatakan kalau tanah Heian Kyo ini berada di jalur Ki Mon, itulah mengapa banyak youkai dan roh jahat ingin menguasai tempat ini. Namun ada satu hal lagi yang menjadikan Heian Kyo sangat penting untuk dilindungi…

“Kalian bisa meninggalkanku sekarang, aku ingin beristirahat. Tolong tutup juga tirai nya” kata Koyuki pada dua nyobo yang duduk di dekat pintu ruangannya. Setelah melakukan apa yang diperintahkannya, kedua nyobo itupun pergi.

Tak beberapa lama kemudian, setelah ia mengganti pakaian mikonya dengan kimono dua lapis-dimana kimono yang kedua tidak diikat, hanya dipakai seperti menggunakan haori-, dari arah luar terdengar benda keras jatuh di beranda didepan ruangannya. Dari balik tirai ia melihat sesosok orang dengan tinggi sekitar 178 cm, tubuhnya juga tidak terlalu besar.

“Sial! Tidak kusangka ada penjaga yang memiliki onmyoudo disini” sumpah serapah orang itu.

Koyuki pun beranikan dirinya untuk mendekati pria itu. Pria itu nampak terkejut saat melihat sosok gadis yang membuka tirai bamboo di ruangan itu. Mata gadis yang bulat dan hitam itu bagaikan batu pualam dan seolah menelan pria itu. Pria itu tidak bisa menyadari keberadaan gadis ini tadi, siapa dia sebenarnya.

Tanpa sadar beberapa derap langkah kaki mendekat. Pria yang nampak memegangi pundaknya itu segera bergerak kebelakang dan menghunuskan kukunya yang panjang dan tajam-yang di kira oleh gadis itu adalah sebuah wakizashi-ke leher gadis itu. Koyuki dapat merasakan nafas pria itu yang tersengal-sengal di tengkuknya.

“Tenanglah. Bersembunyilah dibalik penyekat ruangan itu, biar aku yang mengurusnya…”

“Kau pikir aku akan percaya begitu saja dengan ucapanmu!?” kata pria tersebut

“Terserah…itupun kalau kau ingin selamat dan keluar dari sini, Basara…” Pria itu nampak terkejut, “Bagaimana ia bisa tahu namaku!?” pikir nya

Derap langkah itu semakin mendekat, tidak ada pilihan lain. Pria itu mengikuti apa yang diperintahkan Koyuki. Diapun segera bersembunyi di balik penyekat ruangan yang berada di sudut ruangan.

Nampak beberapa orang prajurit dengan membawa busur dan panah, beberapa juga membawa katana. Diantara lima orang itu nampak satu orang yang berbeda, dia bernama Takamachi Yoritomo, atau Takamachi. Pria ini selain memiliki ilmu berpedang dan memanah yang bagus, ia juga seorang onmyouji yang berbakat. Tampan dan berbakat, para gadis pasti tidak ada yang tidak tertarik kepadanya.

“Oh…Nona, maaf mengganggu istirahat anda.” Kata pria yang berumur sekitar dua puluh tahunan itu.

“Tidak apa. Memang ada masalah apa?” Jawab Koyuki ringan berusaha tanpa menimbulkan kecurigaan apapun.

“Ada Oni yang menyelinap disini, entah bagaimana caranya ia bisa menembus kekkai di perbatasan Heian Kyo…bahkan sampai menembus kekkai tempat ini.”

“Oni?” kata Koyuki sambil menutup bibirnya dengan lengan kimono dan berusaha menampilkan mimik serius.

“Ah! Jangan khawatir Oni itu sedang terluka, kami menduga kalau dia menuju arah sini. Apakah anda melihatnya?”

“Tidak. Sayang sekali tidak, dari tadi aku disini tidak mendengar suara apapun. Tapi entahlah…aku mendengar sesuatu di arah sana.” Koyuki menunjuk arah dimana pasukan itu datang, dan sepertinya mereka percaya.

“Baiklah kalau begitu kami permisi.” Mereka pun segera pergi hingga tak terlihat lagi dalam kegelapan malam yang pekat.

Koyuki kembali kedalam ruangannya setelah menutup tirai bamboo.

“Sudah aman sekarang, keluarlah” Kata Koyuki sambil duduk dibelakang meja kecil tempat ia biasa menulis perkamen-perkamen berisikan ramalan-ramalan tentang kerajaan, Heian Kyo, dan banyak hal.

Oni yang diburu Takamichi dan prajuritnya tadi keluar secara perlahan sambil memegangi pundaknya yang terluka, nampak noda darah membekas di katagiru sugata berwarna putih dengan motif naga berwarna emas yang ia kenakan. Sejak jaman dahulu bangsa Oni dikenal memiliki wajah yang cantik dan juga tampan yang digunakan untuk memperdaya manusia, beberapa dari mereka berambut putih dan emas tapi ada juga yang berambut hitam, namun anehnya ia memiliki rambut berwarna biru, sebiru laut yang dalam…laut yang tidak pernah dilihat oleh Koyuki.

Dengan kedua bola mata bagaikan batu amethyst, gadis mana yang tidak terpesona olehnya. Namun Koyuki tidak melihatnya seperti itu, Koyuki melihatnya secara berbeda.

Oni itu terlihat seumuran dengan Takamichi, tapi entah dengan usia aslinya, mungkin lebih tua ratusan tahun bahkan lebih.

Oni itu tetap berdiri di tempat asalnya, memandang Koyuki dengan waspada-dan sedikit rasa heran-, nafasnya begitu berat entah kenapa pandangannya mulai kabur, ia pun merasa pusing dan langsung memegang dahinya.

“Kau…terkena panah sihir rupanya? Bagi bangsa kalian ini adalah racun mematikan.” Koyuki segera bangkit dan berjalan menuju Oni tersebut yang jaraknya sekitar tiga langkah darinya.

“Ma..ma..mau apa kau? Menjauhlah!” Bentak Oni itu dengan tetap mempertahankan volume suaranya agar tidak terdengar penjaga yang berjalan-jalan di luar paviliun.

“Aku? Mengobatimu tentunya. Kalau dibiarkan seperti itu kau akan mati” Kata Koyuki berhenti sejenak “Dengan kesakitan yang amat sangat tentunya.”

“Aku…tidak butuh bantuanmu…manusia!” Kata Oni itu geram. Nampaknya reaksi yang ditimbulkan panah itu bertambah parah, sejenak tadi ia hampir saja terjatuh dari tempat ia berdiri. Dengan sekuat tenaga dan peluh bercucuran ia berusaha untuk bangkit lagi namun gagal, dengan satu tangan ia berusaha menahan tubuhnya untuk tidak jatuh di lantai tatami.

Koyuki segara mendekatinya, terlalu dekat malah. Oni itu sudah tidak mampu lagi memberikan perlawanan, baik fisik maupun ucapan, hingga ia membiarkannya mendekat. Koyuki mengambil bantal duduk untuk alas kepala oni tersebut dan membaringkannya di tatami. Perlahan tangan Koyuki meraih kerah katagiru sugata oni itu dan berniat membukanya.

“Apa yang kau…”

“Agar aku bisa melihat dan mengobati lukanya, aku harus membuka katagiru mu. Jangan befikiran yang aneh-aneh.” Kata Koyuki, nampak senyuman tipis melintas di bibirnya yang merah muda. Wajah Oni itu nampak memerah, diapun langsung memalingkan wajahnya.

Kulit yang berwarna coklat muda itu nampak mengkilat oleh keringat saat terkena cahaya lilin yang menari-nari didalam ruangan itu. Dadanya yang bidang nampak naik turun mengikuti alur nafasnya. Di dekat pundaknya nampak luka yang terbuka akibat panah sihir tadi, darah merah yang segar masih saja keluar dari luka tersebut.

“Aku bisa melihatnya…racun sudah mulai menyebar. Ini akan terasa sakit tapi bertahanlah!”

“Apa yang…arghhhhh!!!” erang Oni itu perlahan. Koyuki nampak meletakkan kedua telapak tangannya di atas luka itu, benar, di atas luka itu tanpa menyentuhnya. Dari telapak tangannya nampak cahaya keemasan yang redup.

Darah yang mengalir perlahan kembali keasalnya, luka itupun perlahan tertutup kembali, tanpa bekas sedikitpun. Saat ia melihat Koyuki, kedua matanya mengeluarkan cahaya keemasan yang sama, tak lama kemudian setelah luka tertutup, warna kedua bola matanya kembali ke semula. Hitam, sehitam batu pualam.

“…Selesai…tapi aku sarankan kau jangan terlalu banyak bergerak dulu, karena selain panah itu beracun juga karena panah itu menguras tenagamu sepenuhnya.” Kata Koyuki yang tetap duduk disebelah oni yang terbaring tersebut, oni itupun mundur untuk menjaga jarak dan merapikan katagiru sugata nya dengan tetap mengamati Koyuki dengan alis saling bertautan. Koyuki memperhatikannya sambil tersenyum geli sendiri.

“Kau ini, masih belum bisa mempercayaiku ya? Basara.”

“Dari mana kau tahu namaku, padahal kita baru saja bertemu kan?” Kata Basara sambil tetap menjaga jarak dari gadis yang duduk didepannya, Tak lama kemudian diapun bangkit sambil sesekali memperhatikan keadaan sekitar.

“…Anggap saja ini…takdir” Kata Koyuki sembari tersenyum. “Apakah dia orangnya? Tapi tidak apa, aku tidak takut.” Pikir Koyuki.

“Kau ini aneh sekali, aku bisa saja setelah ini langsung membunuhmu kan?” Kata Basara sambil tetap memperhatikan keadaan sekeliling.

“Tapi kau tidak melakukannya kan?” Basara tidak menjawab, ia hanya terdiam memandang gadis yang mulai bangkit dari duduknya.

“Apa kau ingin pergi dari sini? Kalau kau pergi sekarang sama saja kau menyerahkan nyawamu kembali, karena diluar, penjagaan semakin diperketat.” Basara menyetujui apa yang dikatakan gadis itu, akan sangat berbahaya kalau ia keluar sekarang, menunggu dan bersembunyi pun tidak bisa, cepat atau lambat mereka kan menemukannya dan bisa-bisa kepala ini akan melayang.

Koyuki melihat raut kecemasan di wajah pemuda itu, sesekali ia melihat matanya yang berwarna amethyst bergerak kekiri dan kekanan.

“Aku tadi sudah bilang kan, selain menyembuhkan mu, aku juga akan membawamu keluar dari Heian Kyo.”

“Bagaimana caranya?” Tanya Basara curiga. Yang dibalas senyuman oleh Koyuki.

“Percaya saja padaku, itu sudah cukup. Bagaimana?” goda Koyuki, Basara yang tanpa ada pilihan lain menerimanya.

Koyuki segera membentuk mitsu in dan mengakhirinya dengan membuka kedua belah telapak tangannya mengarah ke depan. Lagi-lagi cahaya keemasan terbentuk dan kali ini diikuti oleh semacam tulisan-tulisan emas dan semacam formasi berbentuk lingkaran yang melingkari tubuh mereka berdua. Basara terlihat kebingungan, ia kembali dikejutkan oleh tindakan gadis yang berada di depan matanya ini dan sekali lagi ia bertanya, siapa gadis ini?

Mendadak sekeliling mereka menjadi berwarna abu-abu. Api yang tadi meliuk-liuk di tempat lampu minyak tiba-tiba berhenti. Tidak terdengar lagi bunyi jankerik yang dari tadi bertautan di halaman, angin pun seakan berhenti. Bulir-bulir salju yang baru saja turun dari langit, ikut berhenti. Bagaikan bercak putih di lukisan yang tertutupi tinta kelabu.

“A..apa yang…”

“Aku menghentikan waktu sebentar, agar kau bisa keluar dari sini dengan aman. Aku sudah janji kan?” Kata Koyuki sambil tersenyum hangat, Basara menjadi lebih keheranan lagi dengan sikap yang ditunjukkan gadis di depannya itu.

“Kau ini…benar-benar gadis yang aneh.”

“Nah! Sekarang cepatlah, aku tidak bisa menahannya lama-lama.” Kata Koyuki sambil mengantarkan Basara keluar ruangan. Basara yang masih nampak waspada melihat kekiri dan kekanan, dia berfikir kalau ini hanyalah tipuan. Tapi bukti yang diperlihatkan mengatakan hal lain. “Masih belum percaya juga. Kau ini, tidak baik mencurigai orang terus menerus.”

Mendengar hal itu, Basara segera melompat tinggi melewati halaman dan sampai di pohon cemara yang berada di luar dinding paviliun.

“Basara!” Teriak Koyuki. Basara yang hendak melompat ke pohon lainnya yang mengantarkannya keluar kediaman sadaijin Matsumoto yang luas ini berhenti dan menengok kebelakang.

“Datang lagi yaa…” Kata Koyuki ceria sambil melambaikan tangannya. Melihat hal itu, Basara hampir saja terpeleset dari pijakannya. Dengan wajah memerah ia pun pergi, menjauh dari tempat itu menuju tempat asalnya, di luar Heian Kyo.

Koyuki nampak tersenyum dan berkata “Oni yang menarik.”



1st Chapter by Rendy Hamasaki

No comments: