Sunday, February 15, 2009

Onrop

Satu. Pocong Bertoket Besar


Bubin tidak percaya hantu apalagi pocong bertoket besar seperti yang diceritakan Hilman tadi siang. Roy juga tidak percaya, tidak sebesar yang Hilman bilang. Hanya sebesar Maria Ozawa.

Mereka sedang berada di gudang tua bekas penyimpanan kacang kedelai. Menurut cerita-cerita yang beredar, gudang tua itu bukan cuma bekas penyimpanan kacang kedelai tapi juga tempat penyiksaan orang-orang bertato sebelum akhirnya titit dan kepala mereka dipenggal.

Cerita penampakan hantu tanpa kepala dan titit itu sudah sering didengar Bubin. Ketika Bubin kecil, dia sering dihalangi oleh penduduk yang tinggal disekitar gudang tua tersebut bermain di sana. Mereka selalu bilang dengan nada yang menakuti. Hantu tanpa kepala dan penis itu akan menyodominya sebelum kemudian melahapnya hidup-hidup. Beberapa kali Bubin masuk ke gudang tua tersebut, tak pernah bertemu dengan hantu atau pocong bertoket besar apalagi sejenis setan tanpa kepala dan titit. Hanya bau pesing yang menyengat. Botol-botol yang berserakan. Udara yang lembab. Sesekali tikus hilir mudik, membuat kegaduhan kecil.

Gudang tua itu sudah ada sebelum Bubin lahir. Begitu juga dengan legenda hantu tanpa kepala dan titit. Ketika pertama kali mendengar legenda itu, yang pertama kali muncul dalam kepalanya adalah pertanyaan bagaimana mereka bisa tahu hantu itu tidak punya titit. Anehnya lagi kenapa hantu itu senang menyodomi. Titit aja tidak punya. Mau nyodomi pakai apa. Bukannya mendapat jawaban, mulut Bubin malah dibekap, dipaksa tutup mulut. Jangan bicara sembarangan. Mahluk itu hantu bukan manusia. Hantu itu supranatural. Manusia itu natural. Tidak bisa dibandingkan. Otak manusia terbatas. Percaya saja jika ingin selamat.

Bubin tidak percaya. Itu sebabnya sekarang dia berada di gudang tua itu bersama Hilman dan Roy. Selama ini selalu diceritakan penghuni gudang tua itu adalah hantu tanpa kepala dan titit, kenapa tiba-tiba kini muncul cerita pocong bertoket besar.

Roy sudah siap dengan senter. Hilman membawa kamera videonya, katanya bisa dijual mahal. Banyak stasiun televisi yang gandrung dengan penampakan. Ratingnya besar. Hilman sendiri yang menyarankan bila berhasil mendapatkan gambar penampakan pocong bertoket besar itu dijual saja ke produser tipi.

Mereka menunggu di sebelah barat pintu gudang. Menurut Hilman, dari arah itu mereka akan bisa melihat jelas si pocong bertoket besar . Tapi sudah sejam dan malam makin larut penampakan belum terlihat. Roy dan Hilman terlihat cemas, jika gagal mereka harus merogoh kocek untuk membelikan Bubin buku sebagai tanda kalah bertaruh. Bubin terlihat tenang, penuh kemenangan. Dia bahkan tidak menundukkan kepalannya seperti orang yang sembunyi. Dia berdiri tegak menatap lurus. Hilman memerintahkannya untuk menunduk. Bukannya menunduk Bubin malah berjalan ke arah pintu, di mana Roy dan Hilman melihat si pocong bertoket besar pertama kali.

“ Keluar loe pocong !! “

Hilman dan Roy terkejut. Dengan suara berbisik yang terdengar cemas dan takut, Hilman memerintahkan kembali Bubin ke tempat persembunyian. Bubin malah terus berteriak.

Di kejauhan terlihat lampu menyala. Tampaknya teriakan Bubin membangunkan penduduk di sekitar gudang tua itu. Jam 2 malam. Orang gila mana yang nantangin pocong. Hilman sudah ambil langkah seribu, meninggalkan Roy yang tak percaya melihat Bubin masih berteriak menantang pocong bertoket besar untuk keluar.

Melihat Hilman sudah tidak berada di sampingnya, Roy pun ikut ambil langkah seribu.

“ Keluar loe pocong!! Mana toket besar loe !! “

Kini Bubin cuma sendiri. Tampaknya. Sebelum si pocong bertoket besar akhirnya muncul. Melayang hanya sejarak semeter dari tempat Bubin berdiri. Entah dari mana datangnya. Kini yang dirasa Bubin adalah rasa hangat yang mengalir di pahanya. Dalam hatinya dia berjanji kalau malam ini dia tidak mati, dia akan rajin ke gereja dan mulai menghormati ibunya dan si bos, bapak tirinya

Bubin tidak mati.

Dengan berapi-api Bubin menceritakan kejadian tadi malam kepada ketiga temannya. Wance yang tadi malam gagal ikut terkesima mendengar apa yang diceritakan Bubin. Saat ini yang ada di depan Wance adalah Bertrand Antolin bukan lagi Bubin. Bertrand artis pujaannya.

Hilman dan Roy sejak tadi cuma duduk manis mendengarkan dengan sesekali mengamini perkataan Bubin seolah-olah mereka di sana ketika Bubin mencekik dan membanting si pocong bertoket besar sebelum akhirnya memohon ampun.. Dalam hati masing masing mengutuki diri kenapa mereka lari bukannya tetap bersama dengan Bubin menghadapi si pocong bertoket besar. Kini mereka hanya anak pengecut sebaliknya Bubin adalah jagoan.

“ Hebat. Tapi kamu kalah taruhan dong Bin “

Wance tidak tahu kalau Bubin sudah mengadakan perjanjian dengan Hilman dan Roy. Bubin tidak akan menceritakan kepenakutan mereka kepada Wance dengan imbalan taruhan batal. Bubin tidak perlu membayari mereka nonton.

“ Gw kalah. Nanti malam kita nonton. Gw yang bayarin “

Wance juga tidak tahu skenario ini.

“ Wance ikut yah. Tapi kok malam sih, kan kalian tahu Wance gak boleh keluar rumah setelah magrib “

“ Kabur aja gimana?” Roy memberi saran

“ Duh masa nyoba kabur lagi. Kemarin malam aja ketahuan bibi. Untung bibi masih berbaik hati tidak mengadukannya ke mama “

“ Kenapa gak sekarang aja “ Protes Hilman

“ Iya. Sekarang aja Bin “ Ajak Wance

“ Si bos belum pulang. Gw gak punya uang. Nanti sore si bos pulang. Biasanya setelah pulang sampai rumah langsung tidur dia. Nah itu kesempatan gw ngambil uang di dompetnya “

“ Gimana yah. Wance juga lagi gak ada uang “

Bubin memang tidak perlu membayari Hilman dan Roy nonton. Hilman dan Roy memiliki uang yang seolah-olah pemberian Bubin. Sesuai perjanjian mereka.

“ Gw ada ide “ Kata Bubin

“ Kita manjat lewat atap. Sebelah samping atap WC Bioskop ada lubang yang cukup untuk badan kita “

“ Wance takut Bin. Wance tidak ikut saja “

“ Kita bantuin nanti “ Kata Hilman

“ Iya ‘Ce.. Gw bantuin loe naik. Gak usah takut “

Karena Bubin meyakinkannya, Wance jadi percaya dan memutuskan ikut walaupun dia lebih suka kalau mereka mengadakan kontes nyanyi saja.

Wance sebenarnya bernama Darmawan. Berubah menjadi Wance karena gayanya yang agak kewanitaan, Wawan nama yang disebutkannya ketika berkenalan dulu berevolusi menjadi Wance.

Awalnya Wance marah tapi lama kelamaan menjadi terbiasa. Kini tak ada yang memanggilnya Wawan kecuali mama, bibi dan gurunya. Sepertinya dia pun ikut menikmati nama Wance sekarang. Selain karena menyebut dirinya Wance ketika berbicara ketimbang aku atau gw, Wance merasa asing ketika dipanggil Wawan . Terkadang dia tidak sadar bahwa namanya disebut ketika bu Retno mengabsennya.

Tahun lalu Wance datang ke kota ini. Menurutnya dia berasal dari Kuningan. Pindah ke sini karena bank di tempat mamanya bekerja memindahkannya ke sini. Bapaknya tetap tinggal di Kuningan karena bapak dan mamanya sudah bercerai sejak Wance masih dalam kandungan. Mamanya Wance tidak menikah lagi sejak itu. Sampai sekarang memilih untuk hidup sendiri saja.

Pertama kali Wance melangkah masuk ke dalam kelas untuk memperkenalkan dirinya, kelas langsung riuh. Jalannya yang seperti wanita mengudang tawa dan bisik-bisik di kelas. Kepsek yang pertama kali bertemu dengannya ketika Mama Wance memasukkan Wance ke sekolah ini pun bertanya-tanya dalam pikirannya. Bu Retno sebagai wali kelas yang kemudian menerimanya di kelas ini pun bertanya-tanya.

Wance lelaki tapi berwajah perempuan. Wance mungkin perempuan tercantik di sekolah ini. Bu Retno memerintahkan murid-murid untuk tenang. Bu Retno memukul meja dengan mistar kayu yang biasanya dipukulkannya ke pantat muridn yang malas mengerjakan PR dan terlambat masuk kelas. Murid-muridpun menahan suara sampai Wance selesai memperkenal dirinya. Setelah itu kelas kembali riuh, bel istirahat berbunyi. Bob jagoan kelas langsung berlari kearah pintu. Belum sampai pintu bu Retno menyorongkan kakinya hingga Bob yang sudah semangat berlari tanpa melihat ada kaki yang menghadangnya jatuh terjungkal. Hidungnya berdarah. Kejadian yang begitu cepat. Bubin dan Hilman yang sejak tadi sedang asik bermain catur jawa terkejut mendengar bunyi gedebug dan melihat Bob dengan hidung yang berdarah. Bubin dan Hilman tersenyum senang. Bob menahan malu dan berusaha tenaga agar air matanya tidak jatuh. Dia harus menjaga reputasinya di dalam kelas ini sebagai jagoan, apalagi di depan anak baru yang banci.

Bu Retno memberinya tisu untuk membersihkan hidungnya sambil memakinya anak bodoh dan memerintahkannya kembali ke tempat. Bel isitirahat boleh berbunyi tapi Bu Retno belum memerintahkan murid-murid keluar. Setelah semua kembali ke tempat duduk masing-masing, Bu Retno memerintahkan Wance untuk duduk di samping Nana. Bob yang selama ini duduk di samping Nana harus merelakan tempat duduknya, pindah ke baris paling belakang di kursi yang hampir patah kaki-kakinya. Bagi Bob bukan masalah kursi, tapi Nana yang kini menjadi perempuan tercantik kedua.

Satu hari setelah hari perkenalan Bob bersama komplotannya merencanakan untuk menculik Wance sehabis pulang sekolah. Rencana sudah matang. Bob akan berpura-pura mengajak Wance bermain di rumahnya. Di sana nanti Wance akan ditelanjangi setelah dipukuli sebelumnya. Bob sangat marah. Bob ingat waktu dia terjatuh. Wance tersenyum. Bukan. Wance menertawainya. Anak baru itu menertawai jagoan kelas. Belum cukup itu, Wance juga telah merebut Nana darinya. Menelanjangi dan memukulinya adalah imbalan yang setimpal. Setimpal menurut Bob karena orang bohong saja di bakar dengan api.

Jam pulang sekolah tiba. Bob menunggu Wance beranjak lebih dahulu. Diperintahkannya Wandi salah seorang komplotannya menjaga di gerbang sekolah. Noel seorang komplotannya yang lain menunggu bersama Bob.

Ketika Wance beranjak dari kursi Bob dan Noel ikut bangun dari kursinya. Mereka membututi Wance dari belakang sampai Wance berjalan sendirian dan berpencar dari keramaian. Sesampai pintu gerbang, Wandi yang sudah menunggu di sana ikut membututi. Wance sudah terlihat sendiri. Bob dan komplotannya berjalan beriring menyamai langkah Wance.

“ Wan main ke rumah Bob yuk?” Ajak Wandi sesuai skenario yang mereka sudah rancang.

“ Iya Wan. Bob punya playstation. “ Kata Noel

Wance sebenarnya ingin sekali. Apalagi dia anak baru. Ajakan untuk bermain adalah awal untuk memperbanyak teman. Namun Wance hari ini harus menemani mamanya yang sedang demam. tidak ada orang di rumah waktu itu. Bibi belum ada.

“ Tidak bisa. Mama Wawan sedang sakit “

Bob melirik ke kemplotannya. Sebuah tanda untuk skenario lain. Plan B.

“ Wawan sih pengen banget main ke rumah Bob. Lusa bagaimana? “

“ Gak apa apa Wan. Pulangnya ke arah mana sih?” Tanya Bob

“ Terus deket kali sana “

“ Searah dengan rumah gw “

“ Memang rumah Bob dimana?”

“ Deket pasar “

“ Wandi sama Noel?”

“ Sama deket pasar “

“ Searah dong kita “

“ Iya “

Berempat kini mereka berjalan. Berjalan bersap dua. Noel dan Wandi di belakang. Sesekali Wance menoleh ke belakang ketika Noel menanyakan sesuatu kepadanya. Sepanjang perjalanan Noel dan Wance yang banyak berbicara. Wandi hanya sesekali menimpali. Sedang Bob diam saja.

Bob mencium bau tubuh yang enak. Lebih enak dari parfum yang biasa dipakai Nana. Tubuh Wance berwangi lembut. Sampai Bob sadar bahwa Wance adalah lelaki seperti dirinya. Merah dia merasakan tititnya mengencang. Bob menutupinya dengan tasnya sambil berusaha keras membuat tititnya mengecil.

“ Mama Wawan juga kerja di sana “

“ Sama dengan papa dong “ ucap Noel

“ Nanti Wawan tanyai ke mama, apa mama kenal sama papanya Noel “

“ Pasti kenal Wan. Papa kan direkturnya. “

Noel seperti menemukan dirinya setelah berbincang dengan Wance. Dalam hatinya Noel merasa bahwa Wance tidak pantas dikeroyok. Mereka harus membatalkan rencana ini.

“ Sama lagi dong. Wawan juga suka Bertrand “

“ Iya. Kita banyak samanya yah “

“ Mau loe disebut banci ‘El “ Cibir Wandi

Noel terhenyak. Tersadar apa yang baru dia ucapkan. Wance yang mendengar itu, membalas cibiran Wandi dengan berkata “ Wawan bukan banci “

Handi tertawa. Bob yang baru saja berhasil mengecilkan penisnya, melirik ke komplotannya. Sebentar lagi. Gang sempit sudah hampir di depan mata. Dalam hitungan tiga. Bob bergerak cepat. Menarik tangan Wance. Handi membantunya dengan mendorong tubuh Wance. Wance pun terjerembab. Wance mengaduh kesakitan. Kedua tanganya ditarik dengan paksa oleh Bob dan Handi. Noel hanya menatap terdiam. Bingung apa yang harus dilakukannya. Membantu Bob atau menghajarnya.

“ Noel jangan diam aja loe!!”

Noelpun bergerak. Mengangkat kedua kaki Wance. Komplotan itu kini menggotong tubuh Wance. Wance berontak dan berteriak. Sial sungguh sial. Siang itu sepi sekali. Oh kenapa begitu kejam waktu memilih kesepiannya. Tubuh Wance digotong masuk terus ke dalam gang sempit. Kemudian berbelok. Dekat mulut gang tubuh Wance dicampakkan. Wance kembali mengaduh. Belum selesai mengaduh, satu tendangan menghantam perutnya. Membuat Wance tidak dapat bersuara. Hanya erangan.

“ Itu buat ngetawain gw kemarin “

Belum mengerti maksud Bob, tangan Bob sudah menarik kepalanya dengan menjambak rambutnya. Dalam posisi duduk wajah Wance ditinju. Keluar darah dari hidungnya.

“ Itu karena loe ngerebut Nana dari gw “

Handi dan Noel memegangi tangan Wance. Bob membuka baju Wance. Dia menelanjanginya. Hanya celana dalam yang tersisa. Itu karena Noel meminta Bob untuk tidak melepaskan celana dalam Wance. Mungkin karena juga sudah puas melihat Wance seperti itu, Bob menuruti permintaan Noel. Air mata Wance jatuh.

“ Ingat jangan macam-macam sama gw, Wance. Besok loe duduk di belakang. Gw sama Nana. “

Merekapun meninggalkan Wance. Baju dan celananya dibawa Bob dan oleh Bob dibuang di kali. Itulah pertama kalinya dia mendengar namanya diganti, Wawan menjadi Wance.

“ Gw punya cerita lucu lagi nih “

“ Cukup!!“

“ Udah deh Man. Garing”

“ Kali ini loe pasti ngakak dah “

“ Yakin banget loe “

“ Sumpah “

“ Cukup Man “

“ Kalo tebakan ini loe dah tahu?”

“ Duh Man kalau mau tebakan gw ngisi TTS “

“ Udah deh “

“ Bin, Nana gimana?”

“ Iya loe katanya mau nembak “

“ Iya dari bulan lalu loe bilang mau nembak dia “

“ Keburu direbut si beti loh “

HAHAHAHA

“ Bubin kalah sama beti “

“ Ayo Bin masakan kalah sama beti “

“ Gw dah buat suratnya tinggal minjem bukunya”

“ Ya elah Bin hari gini pake surat”

“ Langsung dong. Lebih jantan tuh “

“ Bukan itu masalahnya. Gw aja belum ngomong sama dia. Kalau gw ngomong langsung ke dia, bisa dipikir gila. Baru pertama kali ngomong kok dah nembak “

“ Kan dah gw bilang dulu sama loe, bangun imej dong depan dia. Pura-pura minjem apa kek “

“ Ngebangun imej kok minjem “

“ Iya payah loe Roy “

“ Dengerin gw Bin, inget kata Bang Once”

“ Once?”

“ Vokalis Dewa. Kuper banget loe “

“ Babi. Mana gw tau maksud loe Once yang itu “

“ Apa kata Bang Once loe Man?”

“ Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku walaupun kau tak cinta kepadaku “

“ Masih belum nyambung Man “

“ Ah Otak loe emang kodok Roy “

“ Dukun dong dukun. Itu maksud lagu itu. Gw pernah nongkrong di pasar. Waktu itu gw liat ada dukun yang ngejual benda sakti yang kalau kita cium tiga kali kemudian kita ucapkan permohonan kita dengan iman maka akan tercapai “

“ Berapa harganya?”

“ Gak dijual Roy “

“ Anjing. Ngapain loe certain kalau gak dijual”

“ Gw belum selesai ngomong. Tuh benda sakti gak dijual. Loe cuma bayar uang mahar saja ceban “

“ Babi. Sama saja “

“ Kalau gw jadi dukunnya ngapain gw jual tuh benda sakti. Gw pake saja sendiri dan gw minta uang sebanyak banyaknya “

“ Jangan sok sinis. Tuh dukun gak butuh uang makanya gak dijual. Dia cuma minta mahar. Ini pekerjaan amal. Kalau kalian tidak percaya nanti gw yang bayar maharnya dan bakal gw pake sendiri. Jangan ngamuk sama gw Bin kalau Nana jatuh kepelukan gw “

HAHAHAHA

“ Jadi gak mau nih dengar cerita lucu gw “

“ Nggak Man “

“ Buset dah nih anak “

“ Ya udah. Sampai besok “

Hilman belok. Roy dan Bubin berjalan terus.

“ Kalau benar gimana tuh Bin ?”

“ Apanya yang bener?” ceritanya lucu?”

“ Bukan. Soal dukun itu”

“ Gila loe!! Enggaklah “

“ Karena dukun?”

“ Bukan. Karena kitab suci gw juga bilang begitu, meminta dengan iman. Gw cuma minta bapak gw sembuh. Permintaan yang baikkan. Tapi Tuhan gak ngabulin permintaan gw”

Roy jadi merasa tidak enak. Roy ingat betapa hancur hati Bubin ketika bapaknya meninggal. Roy menganal baik Bubin. Mereka sudah berteman sejak masih di sekolah dasar. Bubin sangat dekat dengan bapaknya. Agama berhasil membuatnya pahit.

“ Mungkin setan lebih berbaik hati Bin “

“ Mungkin “

“ Royyy Binnn!!!”

Roy dan Bubin menoleh kebelakang. Hilman berlari menghampiri mereka. Nafasnya tersengal-sengal.

“ Kenapa loe balik lagi. Masih penasaran mau cerita lucu “

Setelah mengatur nafasnya, Hilman berkata “ Wawan di sana telanjang “

“ Serem amat “

“ Habis dipalak kayaknya. Mukanya babak belur “

Ketiganya tanpa dikomando langsung berlari ke gang sempit. Sesampainya di sana, Bubin dan Roy terkejut melihat Wance dalam keadan seperti itu. Wance melihat dalam bayangan yang kabur orang-orang yang menghampiri dirinya. Makin dekat terlihat makin baik ternyata teman sekelasnya yang dia belum tahu siapa nama-namanya.

Roy melepas seragamnya hanya singlet yang kini melekat di tubuhnya. Roy mengenakan seragamnya ke tubuh Wance. Untungnya tubuh Roy lebih besar dari Wance. Jadi tampak kebesaran di tubuh Wance. Mereka mengapitnya.. Air mata Wance meleleh. Mereka membawa Wance ke rumah Hilman.



1st Chapter by Homer Harianja

No comments: